Telur Mahal, Bikin Kesal
![]() |
🖤Admin AMK |
Kenaikan harga telur bukanlah hal yang baru. Kenaikan itu terjadi karena meningkatnya permintaan masyarakat. Masyarakat menganggap hal itu sebagai satu hal yang wajar. Meskipun mereka terpaksa mengurangi konsumsi telur, karenanya.
Oleh Mariyah Zawawi
Member AMK
MKM, OPINI_Siapa yang tidak suka telur? Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan terjangkau harganya. Telur juga dapat diolah menjadi berbagai macam menu. Mulai dari telur ceplok, telur dadar, semur, balado, dan sebagainya.
Di samping itu, telur juga banyak dipakai sebagai komponen pembuatan kue. Kue kering seperti lidah kucing, _kastengel,_ dan kue semprit, membutuhkan banyak telur sebagai bahannya. Demikian pula dengan cake dan bolu gulung.
Sayangnya, dalam beberapa bulan terakhir, harga telur terus merangkak naik. Hingga akhir bulan Mei ini, harganya menembus angka di atas Rp30.000 per kilogramnya. Data dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, rata-rata harga telur mencapai Rp30.816 per kilogram. (Databoks.katadata.co.id, 25/5/2023)
Hal ini berimbas, terutama pada masyarakat kelas bawah, misalnya para pemilik usaha warteg. Banyak di antara mereka yang mengurangi lauk berbahan telur. Sedangkan untuk telur dadar dikurangi ukurannya agar mereka tidak merugi. (Radarbogor.id, 24/5/2023)
Penyebab Naiknya Harga Telur
Sebagai komoditas perdagangan, harga telur memang sering naik turun. Pada hari-hari tertentu, saat banyak orang membutuhkan telur, harganya akan naik. Misalnya, saat mendekati bulan Ramadan, menjelang hari raya Idulfitri, atau akhir tahun. Jika permintaan masyarakat sudah menurun, harga telur akan kembali turun.
Namun, kenaikan harga telur kali ini, berlangsung lama. Menurut Samhadi, Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Insan Perunggasan Rakyat, kenaikan harga telur akan berlangsung hingga September 2023. Penyebabnya adalah naiknya harga jagung yang menjadi pakan ayam. Harga jagung yang awalnya Rp6.000 naik menjadi Rp7.200 per kilogram. Samhadi juga menyatakan bahwa penyebab naiknya harga telur yang berlangsung lama ini karena adanya naiknya permintaan telur untuk program bansos (bantuan sosial). Bansos telur ini dibagikan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Keluarga Rentan Stunting (KRS) di tujuh provinsi.
Sementara itu, Presiden Peternak Layer Indonesia, Ki Musbar Mesdi mengatakan bahwa salah satu penyebab naiknya harga telur adalah naiknya pembagian nasi bungkus. Hal itu karena bulan Mei ini merupakan masa pendaftaran bakal calon legislatif. Hal ini menambah tingginya permintaan terhadap telur. Padahal, populasi ayam belum kembali normal 100%.
Untuk menjaga keseimbangan harga telur kali ini, pemerintah berupaya memastikan stabilitas harga pakan ternak. Para peternak banyak menggunakan jagung sebagai pakan. Sementara, harga jagung mengalami kenaikan.
Karena itu, pemerintah berupaya menambah pasokan jagung ke para peternak. Jagung itu dikirim dari sentra produksi di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat ke Jawa dan Lampung. Di kedua wilayah tersebut terdapat banyak peternak ayam.
Problem Lama
Kenaikan harga telur bukanlah hal yang baru. Kenaikan itu terjadi karena meningkatnya permintaan masyarakat. Masyarakat menganggap hal itu sebagai satu hal yang wajar. Meskipun mereka terpaksa mengurangi konsumsi telur, karenanya.
Padahal, telur merupakan sumber protein yang dibutuhkan bagi tumbuh kembang anak-anak. Jika zat yang dibutuhkan oleh tubuh ini tidak terpenuhi, tentu akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Karena itu, pemerintah semestinya mengupayakan agar pasokan telur terjaga dengan harga yang murah, sehingga masyarakat mampu membelinya.
Sayangnya, hal ini akan sulit terwujud. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini yang menjadi penyebabnya. Sistem ekonomi ini memunculkan pasar oligopoli, termasuk di sektor pangan.
Di pasar seperti ini hanya ada sedikit produsen atau penjual dengan konsumen yang banyak jumlahnya. Di Indonesia, hanya ada beberapa perusahaan peternakan unggas. Beberapa di antaranya merupakan perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan ini merupakan perusahaan integrator. Yaitu, perusahaan terintegrasi yang menguasai produksi pakan ternak, budi daya ayam, budi daya telur, hingga produk olahan.
Perusahaan-perusahaan inilah yang menguasai industri unggas dari hulu hingga hilir. Mereka dapat menentukan harga dan mempermainkannya sesuai keinginan. Maka, rakyatlah yang menjadi korbannya.
Meskipun pasar oligopoli jelas-jelas merugikan masyarakat, tetapi pemerintah tidak dapat berbuat banyak. Sebab, dalam sistem kapitalisme, hal itu sah-sah saja. Siapa pun yang memiliki kapital, berhak untuk mengembangkan kekayaannya dengan cara apa pun. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator agar semua berjalan dengan baik.
Sayangnya, regulasi yang mereka buat hanya lebih banyak menguntungkan para kapitalis. Sebab, merekalah yang berjasa dalam mendukung penguasa untuk meraih kemenangan. Dukungan berupa dana yang tidak sedikit itu tidak diberikan secara cuma-cuma. Namun, ada imbalan yang harus diberikan saat mereka telah berkuasa. Maka, rakyat yang telah memberikan suara mereka hanya bisa gigit jari.
Islam Menjamin Kestabilan Harga
Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Jika dalam sistem kapitalisme setiap individu dibebaskan untuk memiliki apa pun, dengan cara apa pun, tidak demikian dengan Islam. Dalam Islam, setiap orang memang boleh mengembangkan harta miliknya. Namun, ada hukum-hukum tertentu yang harus ditaati.
Di antara hukum-hukum itu adalah larangan untuk menimbun dan memonopoli. Penimbunan barang biasanya dilakukan agar harga barang naik. Saat itulah, penimbun akan memasarkan barang tersebut. Maka, dia akan mendapatkan banyak keuntungan. Namun, hal ini akan merugikan masyarakat. Karena itu, dalam hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah saw. melarang orang yang melakukan penimbunan. Beliau saw. bersabda,
من احتكر فهو خاطىٔ
"Siapa yang yang menimbun, maka dia berbuat kesalahan."
Maknanya, orang yang melakukan penimbunan ini berbuat dosa. Adanya dosa itu menunjukkan perbuatan yang dilarang. Karena itu, perbuatan menimbun itu dilarang dalam Islam.
Demikian pula dengan memonopoli perdagangan. Sebab, melalui monopoli, seseorang dapat mengendalikan harga sesuai dengan keinginannya. Hal ini akan menyebabkan kesulitan bagi masyarakat.
Untuk melaksanakan hukum-hukum ini butuh peran negara. Melalui aturan yang dibuat oleh negara, hal-hal ini dapat dihindari. Hanya saja, Islam tidak menjadikan aktivitas mematok harga sebagai solusinya. Sebab, hal ini merupakan sebuah kezaliman penguasa terhadap rakyat.
Nah, untuk menyelesaikan problem harga telur yang mahal ini, pemerintah harus terlibat dalam seluruh tahapan. Mulai dari hulu hingga hilir. Misalnya, dalam penyediaan pakan ternak, pemerintah harus meningkatkan produksi jagung sebagai bahan utama pakan ternak ini. Jika pakan ternak tercukupi, produksinya juga lancar, sehingga harga akan stabil.
Swasta tetap boleh turut andil dalam rantai usaha ini. Namun, mekanismenya harus tetap berada di bawah kontrol pemerintah. Dengan demikian, tidak akan ada monopoli perdagangan yang dapat merugikan masyarakat.
Inilah hal-hal yang dapat dilakukan untuk menstabilkan harga telur. Dengan aturan-aturan ini, tidak ada yang dizalimi, baik produsen maupun konsumen. Hal ini menunjukkan keagungan dan kesempurnaan sistem ekonomi Islam dalam menyejahterakan masyarakat.
Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.
MasyaaAllah, Tabaarakallah Mbak Mariyah Zawawi. Tulisannya menjelaskan dengan gamblang. Semoga dapat mencerahkan umat 🤲
BalasHapus