Memetik Ibrah dari Usman Si Anak Down Syndrome yang Rajin Mengaji
![]() |
| ♥️ Admin MKM |
Setelah mendengar cerita sosok Usman, membuat saya beristigfar dan memohon ampun pada Allah atas sikap saya selama ini. Sehingga memunculkan rasa bersyukur atas seberapa pun kemampuan anak. Apalagi teringat akan janji Allah, ketika kamu bersyukur maka Allah akan menambah nikmat bagimu. Sebaliknya, jika kamu mengingkari maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih
OPINI
Oleh Namirah H. Nasir
Aktivis Dakwah
MKM,Story Telling_Menanamkan akidah sejak dini pada anak merupakan kewajiban orang tua. Karena akidah, ibarat pondasi keimanan yang harus dimiliki seorang muslim. Waktu yang paling tepat adalah dimulai sejak dini. Ini yang menjadi landasan kami sebagai orang tua memilih pendidikan untuk anak kami dengan bergabung dalam homeschooling online SAT BAI (Sekolah Anak Tangguh Berbasis Akidah Islam) yang didirikan oleh Ustazah Yanti Tanjung.
Pilihan kami untuk homeschooling sebenarnya juga dilatarbelakangi karena terbatasnya lembaga pendidikan di tempat tinggal kami. Ditambah lagi melihat fakta di depan mata pergaulan anak setingkat SD di tempat kami yang tergolong desa sudah membicarakan hal-hal yang berbau pornografi. Sehingga membuat hati kami mantap untuk memilih homeschooling untuk pendidikan anak kami. Selain itu, karena pekerjaan suami bukan pekerjaan yang terikat sembari mengurus orang tua yang sakit. Jadi bisa saling mendukung dalam pembelajaran homeschooling anak kami.
Suka Duka Homeschooling
Dalam perjalanan waktu kami yang tidak berbekal pengalaman mendidik anak, harus belajar bagaimana cara mengajar. Akhirnya kami dan anak mulai terbiasa walaupun banyak hal yang dialami baik suka maupun duka.
Berdasarkan pengalaman kami, pembelajaran homeschooling ada sisi kelebihan dan kekurangannya. Adapun sisi kelebihan, kami sebagai orang tua yang langsung mengajar anak dengan waktu yang relatif fleksibel. Dengan kurikulum yang sudah rapi dan lengkap berisi tsaqafah untuk menanamkan akidah kepada anak. Sedangkan untuk kekurangannya, terkadang sikap anak lebih manja ketika orang tuanya yang mengajarinya. Waktu pun kadang tarik ulur antara kegiatan orang tua dan mood anak yang kadang naik turun. Untuk sosialisasi dengan teman pun kurang karena kebetulan tempat tinggal kami jauh dari ramainya rumah penduduk.
Seiring dengan berjalannya waktu kami dan anak bisa beradaptasi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut dengan terus menerima semua konsekuensi pilihan kami dalam homeschooling. Dan menurunkan ekspektasi (harapan) kami kepada anak, dengan tidak menuntut tetapi berusaha fokus pada kelebihan anak, serta berusaha untuk memperbaiki kelemahannya.
Sampai pada akhirnya, karena kondisi orang tua (kakeknya anak-anak) sering tidak stabil, kondisi tanpa ART berdampak pada pembelajaran yang kurang maksimal. Kami pun memutuskan untuk mencari guru untuk membantu kami memaksimalkan pembelajaran anak-anak kami. Dengan meminta petunjuk dan kemudahan dari Allah, kami pun meminta seorang Ustazah untuk mengajar anak-anak kami di rumah beliau. Alhamdulillah beliau bersedia, mulailah anak-anak kami mengenal sosok guru selain ibu dan ayahnya.
Sosok Usman
Pada awal belajar ngaji, anak-anak kami masih belum terbiasa. Mereka masih perlu diajarkan adab kepada seorang guru, menunggu giliran membaca, ada tugas menulis dan hafalan bacaan salat. Hal itu membuat mereka harus beradaptasi. Sikap anak-anak kami, tidur-tiduran di karpet, masih harus ditungguin, sampai kabur dari jendela pernah dilakukan.
Beruntungnya Ustazah adalah seorang guru yang sudah lama mengabdi dan mengajar di sekolah agama di tempat kami. Sehingga membuat beliau memaklumi tingkah laku anak kami. Sampai pada akhirnya beliau pun bercerita bahwa beliau punya murid istimewa, namanya Usman. Panggilannya Uus.
Usman adalah seorang anak berkebutuhan khusus karena termasuk anak down syndrome. Usianya sekitar belasan, layaknya usia anak yang masuk SMP. Tubuhnya sehat dan kekar, karena rajin membantu orang tuanya mencari rumput untuk ternak sapi milik orang tuanya. Bahkan bisa dikatakan lebih rajin dari saudaranya yang lain. Usman belum bisa berbicara jelas seperti anak yang normal sehingga dia tidak sekolah. Kebetulan di tempat kami juga tidak ada sekolah SLB. Tetapi luar biasanya dia rajin ikut belajar ngaji di sekolah agama dekat masjid rumahnya.
Menurut cerita Ustazah, Usman membutuhkan waktu 1 minggu untuk bisa membaca 1 huruf hijaiyah. Ketika mendengar cerita itu, hati saya terenyuh, Mahabesar Allah atas segala ciptaan-Nya. Saya langsung teringat hadis tentang balasan pahala berlipat bagi orang yang terbata-bata dalam membaca Al-Qur'an.
Secara kasatmata, memang sosok Usman tidak sempurna, tetapi sosok Usman adalah anak istimewa yang memang tidak dibebani taklif syarak dari Allah. Bisa menjadi penolong orang tuanya kelak di akhirat karena di dunia menjadi ujian kesabaran bagi orang tuanya dalam merawatnya seumur hidup.
Tidak hanya itu, sosok Usman ternyata merupakan anak yang paling besar di sekolah agama. Dan semua anak sudah diberitahu orang tuanya tentang karakter Usman yang tidak boleh diganggu karena dia memiliki kekuatan fisik yang besar. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan ketika dia diganggu.
Di balik keterbatasannya ternyata dia suka berbagi makanan yang dibawa dari rumahnya untuk Ustazah. Ada kisah lucu yang diceritakan Ustazah, ketika itu Usman membeli permen dan langsung dibagikan semuanya ke teman-temannya. Ketika ditanya Ustazah, mana buat Usman? Usman bingung, dan akhirnya permen yang sudah dibagi ke teman-temannya diminta kembali lagi.
Ternyata sosok Usman memiliki hati yang mulia suka berbagi dengan temannya. Itulah sosok Usman, anak penderita down syndrome yang rajin mengaji meski terbatas kemampuan otaknya.
Ibrah yang Bisa Dipetik
Sejak mendengar kisah Usman, saya sebagai orang tua mendapatkan pelajaran penting ketika melihat anak yang memiliki keterbatasan dalam belajar Al-Qur'an. Sebelumnya sempat ada rasa gundah dalam hati ketika melihat kemampuan anak-anak saya terutama dalam hafalan masih kurang dibanding teman-temannya.
Kadang ada hasutan setan untuk menyalahkan diri sendiri yang tidak maksimal mengajari anak, kadang juga merasa kurang sabar dengan kemampuan anak. Namun, setelah mendengar cerita sosok Usman, membuat saya beristigfar dan memohon ampun pada Allah atas sikap saya selama ini. Sehingga memunculkan rasa bersyukur atas seberapa pun kemampuan anak. Apalagi teringat akan janji Allah, ketika kamu bersyukur maka Allah akan menambah nikmat bagimu. Sebaliknya, jika kamu mengingkari maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.
Maka sudah sepatutnya sebagai orang tua untuk fokus pada kelebihan anak dibandingkan kekurangannya. Dengan fokus pada kelebihan anak sekecil apa pun akan menjadikan kita bersyukur dan Allah akan menambahkan kenikmatan dalam hal apa pun. Sebaliknya, jika kita fokus pada kekurangan anak maka yang ada kita tidak bersyukur dan menjadikan kita tidak rida dengan kemampuan anak. Padahal rida Allah tergantung rida orang tua. Tentunya sebagai orang tua kita berharap anak kita mendapat rida dari Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Semoga kita bisa memperbaiki diri menjadi orang tua yang selalu bersyukur dan rida pada seberapa pun kemampuan anak.
Demikianlah ibrah yang bisa diambil dalam kisah Usman. Kisah anak langit yang diciptakan Allah untuk memberi pelajaran kepada hamba-Nya yang lain.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar