Menyiapkan Generasi Cerdas Menghadapi Masalah
🖤Admin MKM
Islam mengajarkan umatnya untuk menelaah hakikat masalah dalam kehidupannya, agar memiliki cara pandang yang benar dalam menghadapi masalah hidup. Ada lima hakikat masalah bagi seorang muslim.
OPINI
Oleh Namirah H. Nasir
(Aktivis Dakwah)
MKM_OPINI,Remaja adalah salah satu penentu maju dan mundurnya suatu negara, menjadi tulang punggung negara, dan penerus estafet perjuangan bangsa. Remaja yang seharusnya menjadi harapan suatu bangsa dan negara, saat ini ternyata menjadi generasi yang rapuh dalam menghadapi masalah. Seperti yang terjadi pada seorang remaja berusia 22 tahun yang diduga mencoba mengakhiri hidup dengan meminum cairan pembersih lantai (wipol) di toilet musala di Desa Bojongmengger, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. (harapanrakyat.com, 17/08/2023)
Di tempat lain, di Desa Neglasari, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ditemukan seorang ayah yang harusnya menjadi pendidik generasi nekat bunuh diri. Disinyalir akibat depresi karena tidak sanggup menanggung beban hidup. (harapanrakyat, 04/09/2023). Maraknya kasus bunuh diri seharusnya menjadi alarm bagi bangsa ini, agar mendapat perhatian khusus karena dapat berpengaruh terhadap krisis generasi.
Standar Kebahagiaan
Kondisi generasi saat ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Kenyataannya kondisi keluarga generasi saat ini masih banyak yang tidak mampu menjalankan perannya untuk menanamkan pondasi keimanan kepada anak-anaknya. Sedangkan lingkungan sekolah juga belum mampu mencetak generasi cerdas yang bertakwa, akibat sistem pendidikan yang berbasis sekuler. Ditambah lagi saat ini kondisi masyarakat yang sakit. Tidak heran berbagai serangan pemikiran dan budaya merusak akidah dan moral, menjadikan mereka mengalami krisis identitas. Mereka tidak mengetahui tujuan hidup di dunia adalah untuk beribadah dan taat kepada Allah Swt. Akibatnya mereka bingung dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.
Pada hakikatnya manusia memiliki naluri untuk mencari kebahagiaan. Namun, naluri ini bisa berujung masalah ketika seseorang keliru memilih standar kebahagiaan. Apalagi standar kebahagiaan saat ini demikian kasat mata, seperti hal-hal yang sifatnya duniawi, kekayaan, status sosial, status ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
Bagi seseorang yang tidak memiliki cara pandang yang benar tentang hidup, biasanya tidak mempersiapkan kemampuan diri untuk menghadapi masalah. Akibatnya, ketika menghadapi masalah hidup akan mengalami gejala pusing, stres ringan, stres berkelanjutan, sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, kemudian berubah menjadi penyakit fisik psikomatis, seperti diare, magh, migren, sakit punggung. Dan yang lebih parah sampai gangguan jiwa seperti depresi dan bunuh diri.
Hakikat Masalah bagi Seorang Muslim
Islam mengajarkan umatnya untuk menelaah hakikat masalah dalam kehidupannya, agar memiliki cara pandang yang benar dalam menghadapi masalah hidup. Ada lima hakikat masalah bagi seorang muslim. Yang pertama, masalah itu netral. Masalah bisa berupa perkara yang dinilai baik atau buruk oleh manusia. Karenanya sehat, sakit, bodoh, pandai semuanya merupakan masalah. Karena definisi masalah adalah bersifat netral, berisi semua perkara yang membutuhkan jawaban.
Orang sehat, orang sakit, orang miskin, orang kaya juga membutuhkan jawaban. Maka masalah hakikatnya netral bukan negatif. Masalah bisa berubah jadi positif atau negatif. Masalah juga bisa berubah menjadi bencana atau berkah. Semua tergantung bagaimana cara menyikapinya. Ketika disikapi dengan benar, maka masalah bisa menjadi positif atau berkah. Sebaliknya, jika disikapi dengan keliru, maka masalah bisa menjadi negatif atau bencana. Sikap yang benar menghadapi masalah adalah sesuai dengan aturan-Nya.
Yang kedua, masalah adalah sunnatullah kehidupan. Dunia ini adalah ruang ujian. Kalau merupakan ruang ujian, maka akan ada soal-soal kehidupan yang dipergilirkan di dalamnya. Setiap orang pasti memperoleh jatah masalah, mulai dari dalam kandungan sampai proses pindah alam dunia. Itulah sunnatullah di dunia. Oleh karena itu, terimalah masalah yang merupakan takdir Allah. Sesungguhnya Allah Swt. menghendaki kebaikan dibalik masalah yang diberikan kepada hamba-Nya.
Yang ketiga, masalah bukan penghancur hidup. Sebagian orang ada yang menyerah, putus asa di tengah masalah. Sebenarnya bukan masalah yang membuat hidup seseorang hancur, tapi sikap seseoranglah yang telah menghancurkan dirinya. Emosi negatif, pesimis, putus asa yang membuat hidup seseorang hancur. Keyakinan yang buruk pada Allah Swt. yang berbuah masalah. Maka yang harus dilakukan adalah berpikir positif dan menambah ilmu sehingga mendatangkan kelapangan hati. Serta memperbaiki keyakinan pada Allah Swt. dan berprasangka baik pada Allah Swt.
Yang keempat, masalah sebagai media ujian. Jika dunia merupakan ruang ujian maka soal-soal yang diberikan Allah adalah media yang dipakai Allah untuk menguji siapapun dari hamba-Nya. Semua orang tidak bisa memilih masalah hidupnya, karena semua tunduk pada takdir Al-Jabbar. Terkadang Allah memberi kelapangan dan kesempitan sebagai media ujian. Seperti kisah Nabi Ayub yang jatuh miskin dan sakit selama bertahun-tahun. Atau Nabi Sulaiman yang diberi ilmu, kekayaan dan kekuasaan. Semua itu hanya media ujian untuk mengetahui kualitas amal seseorang.
Yang kelima, masalah adalah media untuk mengenal sifat-sifat Allah Swt. Masalah datang bukan karena tanpa tujuan, melainkan agar makhluknya mengenal sifat-sifat-Nya. Kadang Allah Swt. menampakkan kebaikan sifat-sifatnya, dengan menampakkan kemurahannya pada siapapun yang dikehendakinya; diberikan kesehatan, kepandaian, dan kekayaan agar mereka mensyukurinya dan menggunakan sesuai dengan ketentuan aturan-Nya. Kadang Allah tampakkan sayangnya dengan diberikannya jatuh miskin dan sakit yang parah, agar mereka introspeksi dan kembali ke jalan ketaatan pada Allah Swt. Ketika mereka mau bertobat dan kembali beribadah, maka Allah Maha Pengampun dan dan Maha Penyayang.
Butuh Kerjasama
Dalam menyikapi problem generasi saat ini yang rapuh menghadapi masalah, tidak hanya cukup membekali dirinya dengan ilmu dan keimanan. Tapi memang butuh kerjasama dari berbagai pihak; yaitu dari keluarga, masyarakat, dan negara. Pertama, dukungan keluarga. Keluarga merupakan pendidik pertama sebelum anak masuk ke dalam usia sekolah. Keluarga inilah yang memiliki peran untuk menanamkan pondasi keimanan, sehingga anak memiliki kesadaran akan hubunganya dengan Sang Pencipta. Dari kesadaran inilah akan melahirkan generasi yang takut terhadap Allah Swt., sehingga mereka berhati-hati dalam bertindak atau bertingkah laku sesuai dengan aturan Allah Swt.
Kedua, dukungan masyarakat. Dukungan ini sangat dibutuhkan untuk mengontrol individu yang tinggal dalam suatu masyarakat agar selalu terhubung dengan Sang Pencipta. Sehingga ketika terjadi pelanggaran aturan-Nya, ada yang mengingatkan dan berusaha untuk saling melindungi agar tetap dalam ketaatan pada Allah Swt.
Ketiga, adanya dukungan dari negara. Negara memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan masyarakat yang bertakwa, karena tugas negara adalah mengurusi rakyat. Selain itu, negara wajib membina masyarakat dengan akidah Islam melalui sistem pendidikan Islam dan mengatur media massa, sehingga tidak menyebarkan budaya hedonistik dan materialistik.
Negara juga berperan untuk menerapkan aturan Allah Swt. dalam kehidupan ini, agar kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh individu masyarakat sehingga masalah generasi rapuh bisa diselesaikan. Dengan demikian, butuh kerjasama dari keluarga, masyarakat, dan negara dalam menyelesaikan masalah generasi rapuh. Dengan harapan akan lahir generasi tangguh yang akan melanjutkan perjuangan menuju peradaban Islam yang mulia. Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar