Pemberantasan Korupsi, Hanya Ilusi?


๐Ÿ–ค Admin MKM 


Dalam salah satu khutbahnya, Umar sering mengingatkan bahwa jabatan adalah ujian. Umar senantiasa meminta kepada umat agar membantunya dengan cara turut menghidupkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, termasuk berani mengoreksi jika ada pemimpin atau gubernur yang zalim.


OPINI 


Oleh Maria Ulfa

Aktivis Muslimah 


MKM, OPINI_Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo secara resmi ditahan pada Jumat, 13 Oktober, bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta. (CNNIndonesia, 13/10/2023)

Penangkapan dua pejabat ini, menambah daftar kasus pejabat korupsi di era Jokowi. 

Padahal, belum lama ini tertangkap Menkominfo, Johnny G.Plate yang mengkorupsi dana proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo yang mulanya ditujukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Tak lama berselang, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan 3 tersangka baru dalam perkara korupsi BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Kejagung, Jakarta, Senin (11/9/2023). Total terkini ada 14 tersangka dalam kasus korupsi BTS tersebut. (Jawapos.com, 18/05/2023)

Kasus korupsi tampaknya terus menggurita, bahkan level pelakunya tidak tanggung-tanggung dari para pejabat. Bagaimana ini bisa terjadi? Seharusnya mereka adalah orang-orang pilihan yang amanah dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga menjadi pertanyaan besar atas keseriusan pengurus negeri ini dalam memberantas korupsi. Namun, mirisnya koruptor itu sendiri ada di dalam KPK.

Semua ini, menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanyalah ilusi. Adanya KPK nyatanya tak mampu menghentikan laju korupsi. Apalagi dengan adanya berbagai pelanggaran yang terjadi di lembaga anti riswah ini.

Korupsi adalah suatu keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Jika ingin tindak korupsi diberantas sampai ke akar masalahnya, maka hanya ada satu solusinya yaitu mengganti sistem peradilan hukum saat ini dengan hukum Islam. Tentu sistem ini hanya bisa dijalankan oleh institusi pemerintahan Islam, yakni Khilafah.

Islam mengharamkan korupsi dalam bentuk apa pun. Hal ini, telah Allah tegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 188;


ูˆَู„َุง ุชَุฃْูƒُู„ُูˆุٓง۟ ุฃَู…ْูˆَٰู„َูƒُู… ุจَูŠْู†َูƒُู… ุจِูฑู„ْุจَٰุทِู„ِ ูˆَุชُุฏْู„ُูˆุง۟ ุจِู‡َุงٓ ุฅِู„َู‰ ูฑู„ْุญُูƒَّุงู…ِ ู„ِุชَุฃْูƒُู„ُูˆุง۟ ูَุฑِูŠู‚ًุง ู…ِّู†ْ ุฃَู…ْูˆَٰู„ِ ูฑู„ู†َّุงุณِ ุจِูฑู„ْุฅِุซْู…ِ ูˆَุฃَู†ุชُู…ْ ุชَุนْู„َู…ُูˆู†َ

"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."

Di samping itu, Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak korupsi. Salah satunya, melalui sistem sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi. Dalam hukum jinayat Islam, hukuman bagi koruptor adalah takzir. Takzir merupakan salah satu hukum persanksian Islam, yaitu pelanggaran atas hak Allah dan hak manusia yang tidak ada hadd ataupun kafarat-nya. Kebijakan takzir diputuskan oleh hakim sesuai dengan jumlah harta yang dikorupsi.

Fungsi persanksian hukum Islam adalah sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya, dan pencegah (jawazir) agar orang lain tidak melakukan hal yang sama. Mekanismenya, sebelum persanksian takzir diberikan kepada pelaku, koruptor terlebih dahulu harus mengembalikan harta hasil korupsinya kepada pemiliknya (baik kepada individu, organisasi, perusahaan maupun negara). Jika berupa barang, maka barang tersebut harus dikembalikan dalam keadaan yang sama seperti saat dikorupsi, apabila rusak maka harus diganti dengan barang yang serupa bentuk atau nilainya. 

Bentuk takzir bagi koruptor, antara lain berupa hukuman tasy’ir (berupa pemberitaan atau pengumuman atas diri koruptor, infonya bisa di-blow up lewat media massa). Juga bisa berupa pencambukan, pengasingan, penjara, hingga hukuman mati.

Adapun lamanya hukuman kurungan penjara bagi koruptor menurut Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizhamul ‘Uqubat fil Islam adalah mulai 6 bulan sampai 5 tahun. Namun, jika harta atau uang yang dikorupsi mencapai jumlah yang membahayakan ekonomi dan merugikan negara, koruptor dapat dijatuhi hukuman mati.

Di samping pemberlakuan hukum persanksian Islam. Pemerintah Islam melakukan selektif dalam memilih pejabat yang akan mengurusi rakyatnya, yaitu tidak berdasarkan pemenangan parpol seperti saat ini, di mana kader parpol bisa menduduki dengan mudah jabatan di kepemerintahan, namun kapabilitasnya kurang.

Khalifah Umar bin Khaththab adalah salah satu contoh yang termasyur, bagaimana seorang khalifah atau pemimpin negara dalam memilih pejabat yang mengurusi umatnya. Beliau pernah menegur gubernur yang hidup mewah dan memulangkannya dengan memakaikan kepadanya jubah lusuh dan memberinya beberapa kambing agar gubernur tersebut mengembalakannya. Khalifah Umar pun, mengharamkan pejabatnya hidup mewah.

Andaikan hari ini, penguasa negara melakukan hal yang sama? Tentu tidak ada pejabat yang berani hidup mewah dan lebih mementingkan dirinya daripada rakyatnya. Pemimpin yang bertakwa akan mengutamakan kepentingan rakyat. Rakyat akan diurus sebaik mungkin dan bukan tidak mungkin kemiskinan akan teratasi dan tidak ada lagi rakyat yang mati kelaparan.

Dalam salah satu khutbahnya, Umar sering mengingatkan bahwa jabatan adalah ujian. Umar senantiasa meminta kepada umat agar membantunya dengan cara turut menghidupkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, termasuk berani mengoreksi jika ada pemimpin atau gubernur yang zalim.

Begitulah satu contoh kepemimpinan Islam, yang tidak akan pernah dijumpai dalam sistem kepemimpinan demokrasi kapitalisme. Pemimpin dalam sistem demokrasi dalam mengurusi rakyatnya mereka seperti berjualan. Rakyat diperas dengan berbagai pajak serta membeli BBM dengan harga mahal. Belum lagi, sanksi yang diberlakukan negara tidak tegas yang menyebabkan para koruptor makin menjadi baik di level tingkat daerah hingga pusat. 

Sudah saatnya kita beralih kepada sistem pemerintahan Islam, yang akan menerapkan aturan Allah secara kaffah. Islam mampu mewujudkan keadilan dan tindak korupsi dapat dibasmi hingga ke akarnya. Dengan itu, niscaya keberkahan hidup dapat dirasakan oleh umat manusia.

Wallahu a'lam bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan