Harga Beras Tinggi, Bukti Negara Minim Solusi?
![]() |
🖤Admin MKM |
Dalam Islam, impor produk dan jasa hukumnya mubah. Setelah negara berusaha maksimal dalam swasembada. Pengaturan impor atau terkait lainnya berlandaskan pada hukum perdagangan yang sesuai syara', bukan keuntungan materi semata ataupun kepentingan penguasa dan para korporasi.
OPINI
Oleh Ummu Raffi
Ibu Rumah Tangga
Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo mengklaim bahwa stok beras nasional dalam keadaan aman, karena di beberapa daerah sedang berlangsung panen raya. Klaim tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso yang menyatakan bahwa, Cina siap memasok beras ke Indonesia sebanyak 1 juta ton. (CNN Indonesia,12/10/2023)
Negara minim solusi. Mungkin ungkapan tersebut tepat jika disematkan pada negeri ini. Indonesia merupakan negara agraris dengan potensi sumber daya alam berlimpah ruah dari lautan hingga daratan. Namun, semua potensi yang dimiliki negeri ini ternyata tidak mampu memberikan kesejahteraan pangan bagi rakyatnya. Bahkan masalah kesejahteraan, pangan, dan lainnya seakan menjadi persoalan yang tak berkesudahan.
Pemerintah acap kali melakukan kebijakan impor daripada swasembada pangan. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan harga di pasaran. Impor juga dianggap sebagai satu-satunya jalan alternatif yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi setiap problem ketahanan pangan saat ini.
Padahal, terus-menerus nya impor beras sangat berdampak pada ekonomi masyarakat. Kebijakan tersebut menjadikan harga beras terus melambung tinggi. Bahkan melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sejak Maret 2023.
Beras merupakan makanan pokok penduduk negeri ini. Kini harganya melonjak. Hal ini bukan hanya sekadar faktor alam yaitu musim kemarau yang panjang sebagai penyebab gagal panen, akan tetapi merupakan problem sistemik.
Ditambah lagi dengan harga BBM, elpiji, dan berbagai bahan kebutuhan pokok lainnya yang mengalami kenaikan secara signifikan. Bahkan beberapa bulan lagi menjelang Natal dan tahun baru, tidak menutup kemungkinan harga-harga kebutuhan pokok akan mengalami lonjakan harga.
Sangat miris fakta yang terjadi di negeri ini. Setiap kebijakan pemerintah kurang berpihak kepada rakyat, terlebih kepada petani. Mulai dari buruknya tata kelola, ketersediaan bahan, alat pertanian, hingga pendistribusiannya.
Hal itu berdampak pada harga produksi pertanian dalam negeri yang mengalami penurunan, sehingga banyak petani yang merugi, dan mengakibatkan jumlah petani saat ini berkurang. Tak hanya itu, proyek infrastruktur jor-joran pun menjadi salah satu penyebab menyusutnya lahan produktif pertanian.
Semua itu terjadi karena pemerintah memiliki paradigma kapitalis dalam mengelola urusan negara. Para mafia produk pertanian pun turut andil menjadi penyebab tingginya harga. Oleh karena itu, diperlukan solusi tuntas dan komprehensif oleh negara.
Fakta-fakta tersebut sangatlah lumrah terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis. Negara berlepas tangan dari tugasnya sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator untuk kepentingan segelintir orang yang memiliki kekuasaan dan modal.
Sistem ini hanya mengedepankan keuntungan materi semata, tanpa mempedulikan kesejahteraan rakyat. Apalagi menjamin pemenuhan kebutuhan secara keseluruhan seperti sandang, pangan dan papan, bahkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam. Sejarah membuktikan, sepanjang kurun waktu 1400 tahun silam, kemampuan Islam dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya bukanlah ilusi belaka. Melainkan benar-benar diliputi kesejahteraan dan keberkahan, tanpa membedakan kaya, miskin, suku, ras, dan agama. Mereka mendapatkan perlakuan yang sama.
Hal ini karena sistem Islam tegak di atas landasan ruhiyah. Kepemimpinan dalam Islam bukan sekedar untuk kepentingan duniawi saja, melainkan juga akhirat. Inilah yang mendorong penguasa untuk bersungguh-sungguh dalam mengurus dan melayani kebutuhan rakyat. Karena yakin, semua akan dipertanggungjawabkan kelak di yaumil akhir.
Seperti sabda Rasulullah saw., "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka." (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, negara berusaha semaksimal mungkin dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan cara berswasembada, baik dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, maupun industri. Dalam hal ini negara harus memberikan dukungan penuh, baik dari hulu hingga hilir. Mulai dari tata kelola sarana prasarana, lahan, dana, teknologi, hingga pemasaran produknya.
Dalam Islam, impor produk dan jasa hukumnya mubah. Setelah negara berusaha maksimal dalam swasembada. Pengaturan impor atau terkait lainnya berlandaskan pada hukum perdagangan yang sesuai syara', bukan keuntungan materi semata ataupun kepentingan penguasa dan para korporasi.
Kemudian negara mengontrol sepenuhnya hubungan perdagangan dengan pihak luar negeri, bahkan rakyat pun tidak diperbolehkan bermuamalah tanpa seizin negara.
Strategi politik dalam Islam juga membuat penyaluran kekayaan negara berjalan optimal dan ideal. Tidak boleh ada komoditas pangan yang bisa dikuasai oleh segelintir orang maupun korporasi. Ditambah lagi dengan sistem sosial, sanksi yang diterapkan secara menyeluruh membuat semua celah kerusakan benar-benar dapat dicegah. Termasuk adanya para mafia dalam pengelolaan komoditas pangan.
Semua itu akan terwujud dalam sistem Islam. sebab negara memiliki amanah untuk mengatur dan mengelola komoditas pangan secara optimal, demi kemaslahatan umat.
Inilah penguasa dalam sistem Islam, ketika mengurus rakyat dengan sepenuh hati. Bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya, melainkan demi menjalankan kewajiban yang Allah berikan. Sehingga tidak akan didapati ketergantungan negara pada komoditas impor pangan.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar