Hari Guru, Refleksi Tingkatkan Kualitas Output
![]() |
🖤 Admin MKM |
Realita kerusakan generasi khususnya pada usia sekolah, mengindikasikan ada yang salah dengan kurikulum pendidikan negeri ini. Tentu sangat wajar karena kurikulum pendidikan nasional berdiri di atas pondasi sekularisme, yaitu pemisahan agama dengan kehidupan, tak luput juga dari aspek pendidikannya. Pendidikan difokuskan untuk mencetak generasi kreatif, inovatif, memiliki keterampilan abad-21 itu orientasinya adalah materi.
OPINI
Oleh Khaulah
Aktivis Dakwah
MKM, OPINI_Sudah menjadi rahasia umum, bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Di pundaknya tersimpan amanah besar, mencetak generasi penerus bangsa. Ia menjadi yang digugu dan ditiru, selaras yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara "Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan."
Menjalani profesi guru tidaklah mudah. Guru dituntut memberikan pembelajaran yang menjawab kebutuhan peserta didik. Karenanya pembelajaran harus berpihak pada peserta didik serta memerdekakan mereka. Di satu sisi, ia harus meningkatkan kompetensi diri. Di sisi lain, tugas administrasi guru pun tak kalah berat. Wajar saja, kata "pahlawan" melekat erat dalam namanya atas segala tugas yang dipikul.
Berbicara perihal guru, tepat pada hari Sabtu 25 November, diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN) yang mengusung tema "Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar". Berdasarkan surat edaran Mendikbudristek Nomor 36927/NPK.A/TU 02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan dan pendidikan diperintahkan untuk menyelenggarakan Upacara Peringatan Hari Guru. (kemdikbud.go.id, 30 Oktober 2023)
Menelisik tema hari guru kali ini, seolah memberikan kesan bahwa merdeka belajar telah menuai banyak prestasi. Selain itu, merdeka belajar yang termuat dalam Kurikulum Merdeka, seolah telah menghasilkan generasi yang luar biasa kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Bagaimanakah fakta yang kita temukan lapangan, apakah benar demikian?
Akan sangat wajar merdeka belajar dirayakan selaras tema HGN tahun ini, jika telah terindikasi terbentuknya generasi berkualitas. Dari tema ini muncul pertanyaan menggelitik mengingat realita generasi yang sarat dengan berbagai masalah. Kriminalitas, pergaulan bebas, pembulian, kesehatan mental, hingga tingginya angka bunuh diri, menjadi permasalahan klasik yang sangat mudah kita temukan sehari-hari. Alasan masalah tersebut pun beragam, dari yang paling remeh hingga yang tak boleh dianggap remeh.
Tiga pesan kunci yang diusung pada HGN tahun ini, salah satunya berkaitan dengan capaian dan dampak positif. Kemendikbudristek dalam hal ini mencanangkan Hari Guru Nasional menjadi sarana untuk saling bercerita tentang capaian dan dampak Merdeka Belajar bagi guru maupun bagi peserta didik. Khususnya dalam kaitannya dengan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. (kemdikbud.go.id, 24 November 2023)
Padahal akan sangat baik, jika momentum ini digunakan untuk melakukam refleksi. Apakah Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan sudah tepat? Atau malah sarat dengan beragam masalah dan perlu segera ada perubahan? Apalagi melihat berbagai permasalahan yang dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Tentu yang tepat dilakukan adalah refleksi, alih-alih sekadar merayakan untuk memperpanjang umur merdeka belajar.
Realita kerusakan generasi khususnya pada usia sekolah, mengindikasikan ada yang salah dengan kurikulum pendidikan negeri ini. Tentu sangat wajar karena kurikulum pendidikan nasional berdiri di atas pondasi sekularisme, yaitu pemisahan agama dengan kehidupan, tak luput juga dari aspek pendidikannya. Pendidikan difokuskan untuk mencetak generasi kreatif, inovatif, memiliki keterampilan abad-21 itu orientasinya adalah materi.
Maka tak heran kita melihat fakta generasi yang pintar di kelas, kreatif, inovatif, memiliki kepercayaan diri tinggi dan selarasnya tetapi justru terjerat narkoba, menenggak alkohol, atau terjerat pergaulan bebas, bahkan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Tak jarang juga yang sudah mahasiswa, bahkan berderet gelar menyertai namanya, tetapi tak segan melakukan tindakan asusila. Ini menunjukkan pada kita, bahwa pondasi yang diterapkan nyata-nyata rapuh, bahkan merusak generasi. Dengan asas sekulerisme tidak mampu mencetak generasi yang berkualitas.
Dengan demikian, yang patut dilakukan adalah melakukan refleksi dengan melihat akar permasalahan pendidikan dan bagaimana cara menyelesaikannya. Patut bagi kita untuk menengok kemungkinan lain yang sahih yang bukan berdasarkan perspektif manusia. Namun dari apa yang telah diwahyukan oleh Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Proses pendidikan yang ideal berawal dari pondasi pendidikan dengan asas akidah Islam. Maka terlebih dahulu yang perlu dilakukan adalah dengan mengembalikan pondasi ini ke pangkuan kita, ke tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Dengan asas tersebut, akan lahir kurikulum yang tepat yang dapat mengantisipasi segala kemungkinan permasalahan. Kurikulum yang baku yang tidak membingungkan dalam arah pencapaiannya. Sistem belajar mengajar akan berlandas padanya. Demikian pula dengan sistem evaluasi dan menejemen pengelolaan sekolahnya. Arah pendidikan dalam sistem Islam, yaitu penancapan akidah Islam hingga pembentukan kepribadian, yang diwujudkan dengan perkembangan siswa secara ril dalam perilaku yang ditunjukkannya.
Sistem pendidikan Islam juga memadupadankan tiga pilar yang berperan dalam mengawal ketercapaiannya. Keluarga, masyarakat, dan negara bersama-sama menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas.
Keluarga menjadi tempat pertama anak-anak mengenal kehidupan, dengan penanaman akidah Islam. Sebagai madrasah pertama, keluargalah yang berkewajiban menyiapkan bekal keimanan, kecintaan, dan kepatuhan pada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Sejatinya, bekal ini yang dibawa ketika para siswa berada di luar rumah, seperti saat di sekolah dan di masyarakat. Dengan bekal inilah, para siswa memiliki pegangan agar tidak mudah terwarnai dengan hal buruk.
Pilar berikutnya adalah masyarakat. Masyarakat dengan pemahaman akidah Islam yang benar pasti akan melakukan amar makruf nahi mungkar. Dengan adanya kontrol sosial ini, individu-individu dalam masysrakat akan terjaga untuk selalu berada dalam rel ketaatan pada Allah Swt.. Individu juga akan memberikan contoh baik satu sama lain sebagai bentuk amal kebaikan dirinya dan teladan yang diberikannya di tengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, terciptalah keselarasan, antara pembinaan para siswa dalam keluarganya masing-masing dengan didukung sistem sosial masyarakat, tempat berinteraksinya para siswa di luar lingkungan rumahnya.
Pilar yang paling besar peran dan pengaruhnya terhadap perkembangan para siswa dalam mewujudkan kualitas output pendidikan yang baik adalah negara. Negara, dalam hal ini berkewajiban menyelenggarakan pendidikan secara komprehensif. Negara yang kemudian menyediakan sarana prasarana, menyiapkan kurikulum yang tepat berbasis Islam, menyediakan tenaga pendidik, berikut gaji yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, serta menerapkan sistem sanksi bagi para pelanggar hukum, secara keseluruhan. Tiga pilar ini merupakan satu kesatuan dan tidak boleh dijalankan sebagiannya saja.
Terakhir, patut direnungi firman Allah Swt. berikut, “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11)
Ini bermakna, ilmu haruslah selaras dengan iman agar pendidikan mampu mengemban visi mulia dalam rangka menghasilkan generasi berkualitas bagi dunia dan seisinya.
Alhasil, sangat dibutuhkan hadirnya negara yang mendukung terwujudnya kualitas output pendidikan dengan baik dengan pondasi Islam yang kokoh. Khilafah, sebagaimana lintas sejarah mencatatnya, terbukti mampu mencetak generasi unggul dalam saintek dan faqih fiddin secara bersamaan. Karenanya, di momen Hari Pendidikan ini kiranya dapat menjadi refleksi kerinduan bagi segenap pilar pelaku pendidikan, untuk bersegera mewujudkan bangunan pendidikan yang kokoh yang akan melahirkan output yang berkualitas.
Wallahua'lambissawab.
Komentar
Posting Komentar