Pemberantasan Korupsi Melempem, Bukti Sistem Demokrasi Gagal
![]() |
🖤 Admin MKM |
Perilaku korupsi bukan lagi penyakit perseorangan, namun telah membudaya. Penyakit bawaan sistem politik rusak ini tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif. Mahalnya biaya politik menyebabkan para pejabat yang terpilih dalam kontestasi politik berusaha mengembalikan modal yang dikeluarkan selama kampanye.
OPINI
Oleh Siti Mukaromah
Aktivis Dakwah
MKM, OPINI_Virus korupsi yang mematikan terus menggrogoti sendi negara penganut sistem demokrasi. Dikutip dari tirto.id.com (9/12/2023), keropos independensi KPK bikin pemberantasan korupsi melempem. Imbas Revisi UU KPK Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman, menyatakan revisi UU KPK berperan penting dalam mengurus independensi KPK.
Selain itu, konfigurasi pimpinan KPK saat ini yang dipilih dinilainya berasal dari orang yang tidak berkompetisi dalam pemberantasan korupsi. Khususnya Firli Bahuri dan lain-lain. Kemudian kombinasi itu mengakibatkan KPK menjadi problematik. Upaya mengembalikan independensi KPK merupakan urgensi agar tidak diacak-acak pihak luar. Lembaga antikorupsi harus bebas intervensi dari sisi kesewenang-wenangan, dasar hukum, sumber daya keuangan, sumber daya manusia, dan juga pelaksanaan keuangan. Zaenur menjelaskan, kalau KPK merasa di bawah kekuasaan eksekutif, maka KPK tidak akan mungkin dapat melakukan kontrol kekuasaan eksekutif dengan efektif, karena dia masih harus bergantung.
Ketua IM57+Institut, M Praswad Nugraha menegaskan, tidak ada keraguan revisi UU KPK menjadi penyempurna pelemahan KPK secara paripurna saat ini. Pemilihan ketua KPK berintegritas dan berkualitas menjadi urgensi lain yang perlu dibenahi. Praswad menyampaikan penting mengembalikan UU KPK Nomor 19 tahun 2019 menjadi UU KPK 30 tahun 2022 sebagai UU hasil anak kandung Reformasi.
Momentum Pemilu 2024 seharusnya menjadi kesempatan untuk mengembalikan taji KPK. Calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) diminta untuk serius membenahi komisi antirusuh. Penguatan KPK untuk kembali bertaji memberantas korupsi jangan hanya sebatas dibawa dalam janji politik kampanye.
Indonesia akan menderita sampai anak cucu, jika capres cawapres tidak serius memberantas korupsi. Pembangunan infrastruktur dan pemulihan ekonomi bisa tercapai di Indonesia itu omong kosong jika digerogoti oleh koruptor.
Perilaku korupsi bukan lagi penyakit perseorangan, namun telah membudaya. Penyakit bawaan sistem politik rusak ini tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif. Mahalnya biaya politik menyebabkan para pejabat yang terpilih dalam kontestasi politik berusaha mengembalikan modal yang dikeluarkan selama kampanye. Dengan melakukan korupsi adalah salah satu cara paling cepat. Realitas hukum sekuler inilah yang tidak berpijak pada halal dan haram.
Islam sangat tegas terhadap pelaku kejahatan, meski dia seorang pejabat atau bangsawan. Di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda: "Demi Allah sungguh jika Fatimah binti Muhamad mencuri, aku sendiri yang memotong tangannya."
Dalam mencegah dan menangani tindak korupsi, Islam memiliki cara tersendiri. Korupsi adalah penyakit yang harus diberantas dengan tuntas.
Pertama, sistem negara IsIam memberikan penggajian yang layak kepada aparat pemerintah. Meskipun gaji yang layak tidak menjamin terjadi korupsi, setidaknya tidak menjadi pemicu korupsi.
Kedua, larangan memberikan aparat menerima suap dan hadiah kepada aparat pemerintah, karena pasti ada maksud tertentu. Di antaranya aparat itu bertindak sesuai dengan keinginan si pemberi, juga akan berpengaruh buruk terhadap mental aparat pemerintah, sehingga tidak bekerja sebagaimana mestinya melayani kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, negara dalam IsIam akan melakukan perhitungan kekayaan. Karena orang yang melakukan korupsi tentu memiliki jumlah kekayaan yang cepat bertambah, meskipun orang yang memiliki kecepatan kaya tidak selalu diidentikkan dengan orang yang korupsi. Sebagaimana yang pernah dilakukan di masa Umar bin Khattab, perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik cara yang baik untuk mencegah korupsi.
Keempat, pemimpin dalam negara IsIam (khilafah) adalah teladan. Pemberantasan korupsi akan berhasil dalam sebuah negara karena dicontohkan oleh pemimpin. Seorang pemimpin dalam khilafah akan melaksanakan tugasnya dengan amanah. Jika didorong oleh ketakwaan kepada Allah Swt. ia akan merasa senantiasa dalam pengawasan-Nya. Inilah ketakwaan yang ditanamkan oleh pemimpin dalam sistem khilafah kepada seluruh pegawainya.
Kelima, khilafah akan menerapkan sanksi terhadap pelaku korupsi sesuai ketentuan syariat IsIam. Hukuman takzir berupa tasyhir atau pewartaan, dengan diarak keliling kota. Kalau sekarang bisa (ditayangkan di televisi), penyitaan harta kurungan, bahkan sampai hukuman mati bagi pelaku koruptor.
Keenam, adanya kontrol masyarakat bisa menjadi faktor subur atau tidaknya korupsi. Masyarakat bermental instan akan cenderung menyelesaikan urusan dengan memberikan suap atau hadiah. Namun, jika masyarakatnya bertakwa kepada Allah Swt. mereka bisa melakukan amar makruf nahi munkar kepada para pejabat. Manakala sistem IsIam diterapkan di tengah masyarakat, tentu saja korupsi ini tidak akan terjadi.
Demikian juga pemberian remisi hukuman dalam sistem demokrasi, makin membuat pelaku korupsi tidak jera. Bahkan ketika sudah keluar dari penjara akibat pelaku korupsi, diberikan peluang untuk bisa menjadi Caleg (calon legislatif) di dalam pemerintahan. Alhasil, alih-alih membuat jera, budaya korupsi makin subur dalam sistem demokrasi kapitalisme. Tidakkah kita sebagai umat IsIam ingin sistem IsIam yang berasal dari Allah Swt. menjadi solusi atas permasalahan negeri ini?
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar