Rapuhnya Mental Generasi, Bunuh Diri Jadi Solusi
![]() |
🖤 Admin MKM |
Maraknya kasus bunuh diri anak menunjukkan betapa rusaknya sistem kehidupan saat ini baik dalam ranah keluarga, masyarakat, maupun negara. Kerusakan ini akibat diterapkannya sistem sekuler liberal dalam kehidupan. Sebuah sistem kehidupan yang berjalan atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya dianggap sebagai sebuah ritual ibadah saja tanpa mengatur seluruh aspek kehidupan.
OPINI
Oleh Aryndiah
Pemerhati Masyarakat
MKM, OPINI_Maraknya Bunuh Diri Anak
Semakin hari masyarakat dikejutkan dengan pemberitaan kasus bunuh diri, seperti yang terjadi di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan. Seorang anak SD ditemukan mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di kamarnya. Ia nekat melakukan hal tersebut lantaran sang ibu menegurnya karena bermain HP terus, kemudian HP tersebut diminta oleh ibunya. (detikjateng.com, 23/11/2023)
Kasus yang sama juga terjadi di SDN 06 Petukangan, Jakarta Selatan. Seorang siswi ditemukan tewas, karena lompat dari lantai 4 sekolahnya. Menurut petugas polisi unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, diketahui siswi tersebut nekat mengakhiri hidup akibat adanya dugaan ia menjadi korban bullying di sekolahnya. (republika.co.id., 29/09/2023)
Maraknya kasus bunuh diri anak seharusnya menjadi perhatian bersama, mengingat hal ini mulai menjadi fenomena di tengah masyarakat. Anak-anak di usia belia seharusnya sedang menikmati waktunya untuk belajar di sekolah, berbakti kepada orang tua, dan bermain bersama teman-temannya. Namun, sangat disayangkan fakta yang terjadi saat ini sangatlah jauh panggang dari api, mereka berani bahkan nekat untuk melakukan hal-hal yang fatal hanya karena masalah kecil yang sejatinya bisa diselesaikan bersama. Namun, yang perlu menjadi perhatian kita adalah apa yang menyebabkan anak tersebut bunuh diri, karena dapat mempengaruhi kondisi mental anak-anak saat ini.
Faktor Penyebab Bunuh Diri Anak
Banyak penyebab yang mendorong anak melakukan bunuh diri. Sebagaimana yang disampaikan oleh Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar. Ia mengatakan, bunuh diri disebabkan oleh depresi, bullying, dan penyebab lain. Bahkan dikatakan depresi adalah penyebab terbesar bunuh diri anak dan sejak Januari 2023, pemerintah mencatat setidaknya sudah ada 20 kasus bunuh diri anak. (rri.co.id., 11-11-2023)
Depresi yang terjadi pada anak disebabkan oleh faktor genetik, riwayat keluarga, dan kondisi lingkungan tumbuh kembangnya. Jika faktor-faktor di atas tidak segera diatasi maka akan berpengaruh pada kondisi mental si anak, bahkan fatalnya mereka akan melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.
Di samping itu, di era yang serba canggih ini, anak sudah mampu mengakses berbagai informasi melalui TV, smartphone, dan internet, termasuk informasi tata cara bunuh diri. Sebab, tidak semua informasi itu baik, ada juga informasi keliru dan salah yang masih tersebar. Maka, dengan keadaan ini anak memerlukan pendampingan orang tua selama mengakses internet.
Sistem Kehidupan yang Rusak
Maraknya kasus bunuh diri anak menunjukkan betapa rusaknya sistem kehidupan saat ini baik dalam ranah keluarga, masyarakat, maupun negara. Kerusakan ini akibat diterapkannya sistem sekuler liberal dalam kehidupan. Sebuah sistem kehidupan yang berjalan atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya dianggap sebagai sebuah ritual ibadah saja tanpa mengatur seluruh aspek kehidupan.
Wajar jika saat ini anak merasa memiliki kebebasan penuh atas hidupnya, mereka tidak peduli apakah perbuatannya dosa atau tidak. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, dunia seolah hancur. Pemikiran seperti ini akan membuat mereka mencari jalan keluar yang salah dan berujung memilih mengakhiri hidupnya. Inilah akibat ketika negara tidak menerapkan aturan Islam di dalam kehidupan, masalah akan semakin bertambah tanpa solusi tuntas.
Anak-anak seharusnya sedang menikmati masa tumbuh kembangnya, bukan dihadapkan dengan persoalan yang kompleks. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak pun seolah hilang perannya. Ayah dan ibu tidak mampu memberi pemahaman yang benar kepada anak, karena mereka sendiri sibuk bekerja. Jika anak kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya, maka wajar anak lebih mudah depresi. Walaupun di rumah orang tua sudah berupaya mendidik dan mengawasi mereka dengan baik, tetapi kondisi lingkungan saat ini juga sangat jauh dari ekspektasi. Banyak kemaksiatan terjadi, karena tidak ada aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan, ketika ada kemaksiatan, itu dianggap sebagai hal yang sudah wajar misal bullying, pacaran, dan kemaksiatan lainnya. Parahnya, negara seolah memberikan kebebasan pada keluarga dan masyarakat untuk menjalankan hidup sesuai dengan apa yang mereka mau, tidak peduli apakah itu benar atau salah.
Termasuk dalam menyediakan informasi kepada masyarakat, tidak ada filterisasi informasi, baik positif atau negatif. Masyarakat dibiarkan bebas mengakses informasi apapun tanpa memandang usia. Mirisnya saat ini, banyak konten sampah dan berbahaya yang tersebar di internet, misalnya bullying, pornoaksi, pornografi, bahkan konten seseorang mengakhiri hidupnya.
Di samping itu, pendidikan sekuler liberal juga gagal dalam mencetak generasi gemilang, saat ini pendidikan hanya fokus pada akademik saja tanpa mementingkan nilai-nilai agama. Sehingga, wajar jika generasi saat ini tidak memiliki adab. Pendidikan yang seharusnya mampu menguatkan mental generasi, nyatanya malah memberikan tekanan yang luar biasa, misal dituntut mendapatkan nilai bagus agar tidak dibully. Sehingga, kondisi mental generasi saat ini sangatlah rapuh. Ketika dihadapkan masalah, mereka lebih mudah terbawa emosi dibanding berpikir realistis. Parahnya, mereka bisa nekat untuk mengakhiri hidupnya, karena menganggap masalah yang dihadapi sangat rumit.
Islam Solusi Bunuh Diri Anak
Berbeda dengan sekuler liberal, Islam sangat memperhatikan tumbuh kembang anak. Dalam hal ini, negara memiliki tanggung jawab besar dalam mengurusi rakyatnya, sehingga untuk menjamin tumbuh kembang dan penguatan mental anak, negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam.
Kurikulum Islam akan membentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir Islami dan pola sikap Islam. Dengan begitu mereka akan menjadi pribadi yang kuat dengan mental kokoh, sehingga tidak akan mudah mengalami depresi. Kurikulum pendidikan seperti ini akan diterapkan mulai dari tingkat dasar hingga tinggi.
Di samping peran negara, orang tua juga memiliki kewajiban untuk memahamkan akidah Islam kepada anak-anaknya, yaitu melalui kesadaran dan pemahaman Islam yang menyeluruh mengenai solusi hidup. Maka, ketika dihadapkan suatu masalah, anak akan berpikir secara rasional dan menyelesaikannya berdasarkan sudut pandang akidah, yakni Islam.
Maka dari itu wajib bagi negara, keluarga, dan masyarakat menjadikan Islam sebagai landasan yang mengatur kehidupan. Dengan begitu, ketika terjadi kemaksiatan negara, masyarakat, dan keluarga akan bersama-sama beramar ma'ruf nahi munkar.
Dengan demikian, hanya aturan Islam saja yang mampu menjaga mental generasi dan menjadikan mereka pribadi-pribadi tangguh dalam berkarya, kokoh iman dan kuat mentalnya. Inilah kehidupan ideal yang didambakan oleh seluruh umat.
Wallahua’lam bissawab.
Komentar
Posting Komentar