Sistem Demokrasi Biang Budaya Korupsi

 

                             ðŸ–¤Admin MKM


Kendati demikian, hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI), menyatakan bahwa kemandirian Komisi Antikorupsi untuk bertugas bebas intervensi tengah disorot. Akhir-akhir ini dinamika di badan KPK membuat kepercayaan publik merosot.


OPINI 


Oleh: Ummu Alifia

Ibu Rumah Tangga


MKM_OPINI,Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) diperingati di Jakarta, pada tanggal 9 Desember 2023. Korupsi berasal dari Bahasa Latin "Corruption" atau "Corruptus" yang artinya merusak atau menghancurkan. Jadi korupsi adalah tindakan buruk yang tidak beradab, sehingga harus di hilangkan demi kemajuan bangsa.

Dikutip dari laman KPK, bahwa HAKORDIA tahun ini mengusung tema "Sinergi Berantas Korupsi Untuk Indonesia Maju", dengan tema tersebut ingin mengajak masyarakat untuk bersinergi memberantas korupsi. Hal itu dilakukan guna mencegah terjadinya korupsi dengan melakukan perbaikan sistem tata kelola dan pelayanan publik oleh Aparat penegak Hukum (APH), maupun Kementerian Lembaga Pemerintah Daerah (KLPD). Dengan pengembangan sistem pemerintahan yang baik, maka kegiatan dapat lebih transparan dan akuntabel, sehingga mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. (info publik,12/12/2023).

Kendati demikian, hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI), menyatakan bahwa kemandirian Komisi Antikorupsi untuk bertugas bebas intervensi tengah disorot. Akhir-akhir ini dinamika di badan KPK membuat kepercayaan publik merosot.

Laporan hasil pemantauan Tren Penindakan Korupsi 2022 diterbitkan ICW pada 2019 KPK menangani 62 kasus dengan 155 tersangka. Angka ini turun pada 2021 menjadi 15 kasus dengan 75 tersangka. Adapun pada 2021 KPK menangani 32 kasus dan menetapkan 115 tersangka. Sedangkan di tahun 2022 KPK menangani 36 kasus dengan 150 tersangka. Fluktuasi ini menunjukan bahwa tren pemberantasan korupsi belum konsisten.

Banyak aktivis antikorupsi menilai ada beberapa faktor yang menyertai tumpulnya taji komisi antirasuah, salah satunya yaitu Revisi UU KPK yang memicu goyangnya kinerja KPK. Diikuti dengan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), masuknya komisioner yang dianggap tidak mumpuni, serta pelanggaran kode etik oleh sejumlah petinggi KPK. (www.tirto, 9/12/2023)

Terbaru, penetapan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri, sebagai tersangka kasus korupsi. Firli terjerat dugaan kasus pemerasan atau gratifikasi terkait perkara korupsi di Kementerian Pertanian, serta tersandung dugaan kepemilikan rumah mewah di Kertanegara, Jakarta Selatan.

Sayangnya, koruptor menduduki jabatan tinggi pada era Jokowi yang masuk jeruji. Seperti Jhony G Plate, Juliari Batubara, Edhy Prabowo, Imam Nahrawi, Idris Mahrom, dan Syahrul Yasin Limpo, yang sudah berstatus tersangka.

Maraknya kasus korupsi bukan sekedar tanda integritas pejabat yang minim, namun sejatinya dampak logis penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Proses praktik sistem demokrasi begitu mahal, karena ada permainan oligarki di dalamnya. Untuk mencapai kursi kekuasaan para paslon pejabat harus menyiapkan mahar tinggi yang digunakan untuk dana kampanye, membeli suara rakyat, membeli kursi jabatan dan sejenisnya.

Mahalnya mahar kekuasaan memberi peluang kepada oligarki turut aktif memberikan suntikan dana kepada para paslon pejabat mereka. Sehingga ketika pada saat para pejabat ini berhasil meraih kekuasaan, kesempatan ini digunakan untuk mengembalikan modal dan balas budi kepada para oligarki. Dengan berkuasa para pejabat bisa memanifulasi harta kekayaan umat berupa suap, memuluskan proyek oligarki dan sejenisnya. 

Pada saat itulah pintu korupsi terbuka lebar, ditambah sistem kehidupan kapitalisme membuat orientasi hidup manusia hanya memikirkan materi, maka pemberantasan korupsi semakin mustahil pada hari ini.

Kasus korupsi hanya akan diberantas tuntas jika sistem pemerintahan dibangun berdasarkan keyakinan manusia kepada akidah Islam. Keyakinan tersebut menuntun manusia beramal sesuai syariat Islam, sebagai bentuk ketundukan dan kesadaran sebagai hamba Allah Swt. Manusia juga akan menyadari kehidupan di dunia hanyalah sementara dan digunakan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya, dan kehidupan abadi mereka ada diakhirat, di mana sebuah tempat bagi manusia mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya selama di dunia.

Agar potensi tersebut tidak muncul maka Islam memiliki beberapa mekanisme praktis, yakni :

1. Pemilihan pejabat dan pegawai negara yang amanah, profesional, mampu, dan bersyaksyiah Islam atau pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam. Kualifikasi ini akan memegang amanah yang berkualitas dari sisi personal.

2. Ada pembinaan, nasihat, dan kontrol dari atasan kepada bawahannya. Ketentuan ini agar amanah yang di berikan berjalan sebagaimana mestinya.

3. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada pegawainya. Hal ini akan meminimalisir tindak kecurangan karena apa yang menjadi hak dan kebutuhan pegawai sudah terpenuhi.

4. Syariat melarang pejabat menerima suap dan hadiah.

Rasullullah Saw bersabda,

" Barang siapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil diluar itu adalah harta yang curang ". (HR, Abu Dawud).

Ketika semua upaya ini sudah dilakukan, namun tetap terjadi tindak korupsi, maka kejahatan ini akan diselesaikan dengan menerapkan sanksi Islam (uqubat).

Dalam sistem Islam korupsi termasuk tindakan khianat, sebab para koruptor tersebut menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepadanya. Maka para koruptor akan menerima sanksi ta'zir, yang besar kecilnya hukuman di tentukan oleh qadhi atau hakim.

Dalam kitab Nizhamul Ukubat, hal 78-89 Syaikh Abdurrahman Al Maliki menerangkan, bentuk hukuman ta'zir mulai dari yang paling ringan seperti nasihat atau teguran sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. Sementara harta para koruptor dihukumi sebagai harta ghulul yang akan diambil negara dan dimasukan ke pos kepemilikan negara (Baitul maal).

Disisi lain Islam menutup celah korupsi, dengan mensejahterakan rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Dengan demikian para laki-laki pencari nafkah dimudahkan dalam mendapatkan pekerjaan. Adanya jaminan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan yang dapat terjangkau, serta jaminan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang disediakan gratis oleh negara.

Sesungguhnya, para koruptor tidak akan hilang selama sistem demokrasi masih menjadi platform negeri ini. Justru sistem inilah yang melahirkan budaya korupsi. Oleh karena itu, membuang dan menggantinya dengan Sistem Islam merupakan solusi utama dalam menyelesaikan persoalan korupsi. Sudah selayaknya kita menyampaikan pada umat atas urgensi syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan