Dakwah Tanda Cinta
![]() |
❤ Admin MKM |
Doaku, semoga Allah meluluhkan hati Zahra dan memaafkanku jika aku ada salah. Semoga Allah mencatat niat baikku dan mengampuniku jika caraku menasihatinya salah.
CERPEN
Oleh Devy Rikasari, S.Pd
Pegiat Literasi
MKM, Opini_"Sahabat sejati-mu adalah yang senantiasa jujur (kalau salah diingatkan), bukan yang senantiasa membenarkanmu." (Pepatah Arab)
Pagi ini aku sudah membulatkan tekadku untuk bertemu dengan Zahra. Meski aku agak bimbang apakah aku harus menyampaikan hal ini atau tidak. Aku khawatir jika dia marah dan enggan bersahabat denganku lagi.
Kami sudah bersahabat sejak awal masuk Perguruan Tinggi. Kedekatan kami dimulai di organisasi keislaman kampus. Meski berbeda fakultas, kami bertemu sepekan sekali untuk mengikuti kajian rutin. Sedikit demi sedikit kami mulai hijrah, dari pakaian yang awalnya masih modis menjadi berhijab syar'i.
Kini kami sudah kuliah tingkat akhir, sedang menyusun skripsi. Kami juga sudah memiliki adik binaan yang kami isi sepekan sekali. Aktivitas kami sebagai mahasiswa makin banyak, mulai dari bimbingan, penelitian, juga aktif di organisasi kampus.
Namun, ada hal aneh yang kujumpai pada Zahra. Beberapa bulan terakhir ini ia senang menyendiri. Tak seperti biasanya yang selalu mengajakku kalau mau makan di luar. Suatu hari ada peristiwa yang mengganjal di hatiku dan hari ini ingin kukonfirmasi kepadanya.
"Zah, mau ke mana?" tanyaku kepada Zahra saat melihatnya keluar kamar kost dengan jilbab rapi.
"Eh, Rani. Ini, mau ada janji sama teman," jawabnya sedikit kikuk.
"Oh.. sama siapa?" Aku mulai penasaran.
"Ada, teman lama. Udah ya, aku pergi dulu." Zahra tampak berusaha menghindar.
"Zah, tunggu. Ada yang mau aku omongin. Tolong dengar dulu, bentar aja!" pintaku.
"Kenapa sih, Ran? Serius amat," jawab Zahra agak ketus.
"Gini, kemarin aku liat akhwat mirip kamu di Cafe Harmony. Tapi anehnya, akhwat itu sama seorang ikhwan. Cuma berduaan aja. Aku cuma mau tabayun, itu kamu atau bukan?" tanyaku.
"Mungkin kamu salah lihat kali," jawab Zahra buru-buru sambil memakai sepatunya.
"Udah ya, aku udah telat nih." Zahra segera membuka pintu dan meninggalkanku dalam kebingungan.
Aneh, kenapa ya Zahra kok seperti menghindariku. Apa aku punya salah? Atau jangan-jangan dugaanku benar kalau Zahra memang sedang dekat dengan ikhwan. Soalnya aku juga mendapat pengaduan dari Rima, adik binaan Zahra. Rima pernah melihat Zahra dengan seorang ikhwan di toko buku langganan kami.
***
Pekan ini jadwal kajian umum untuk seluruh anggota organisasi kami. Temanya tentang Takut Kepada Allah dalam Kondisi Sembunyi dan Terang-Terangan. Topik yang sederhana tapi sangat menyentil.
Kajian tersebut ditutup dengan hadis dari Usamah bin Syarik, dari Rasulullah saw.:
"Apa-apa yang tidak disukai Allah darimu, maka janganlah engkau kerjakan, (meskipun) sedang sendirian." (HR. Ibnu Hibban)
Aku lihat Zahra tertunduk, entah apa yang dipikirkannya.
"Zah, pulang bareng yuk!" sapaku kepada Zahra setelah kajian usai.
"Ayo, Ran." Syukurlah sikap Zahra yang kemarin sempat dingin kini kembali mencair.
Sepanjang perjalanan dari masjid kampus hingga kost-an kami mengobrol.
"Zah, gimana skripsimu, lancar?" tanyaku membuka pembicaraan.
"Alhamdulillah, tinggal satu tanda tangan lagi. Mudah-mudahan bisa sidang bulan depan. Kamu gimana?" tanya Zahra.
"Aku lagi mandek, Zah. Soalnya kemarin ada dosen yang minta aku revisi Bab 3. Kayaknya kamu bakal duluan lulus, nih, hehe," candaku.
"Ya, semoga bisa bareng ya. Masuk bareng, keluarnya juga bareng," hibur Zahra padaku.
"Oh iya, Zah. Soal obrolan kita kemarin. Afwan ya, aku mau tanya lagi, beneran itu bukan kamu kan yang aku lihat di Cafe Harmony?" tanyaku penasaran.
"Emang, kalau itu aku kenapa?" Zahra balik bertanya.
"Ya, aku kaget aja. Setahuku kamu enggak punya saudara ikhwan dan itu sudah pasti bukan ayah atau pamanmu kan? Trus itu siapa?" tanyaku lagi.
"Jadi sebenarnya aku lagi taaruf Ran. Ikhwannya dari kampus sebelah. Tapi kita enggak ngapa-ngapain kok. Cuma ngobrol aja, kan taaruf," jawab Zahra santai.
"Lho, kok bisa kamu taaruf cuma berdua? Itu kan sama aja khalwat," tegasku.
"Ya lagian juga enggak ngapa-ngapain kok. Pegangan tangan aja enggak. Aman," jawabnya.
"Kayaknya ada yang salah deh sama pemahamanmu. Khalwat itu tetap haram hukumnya, Zah. Bahkan kalau mau bimbingan sama dosen ikhwan aja disarankan enggak berduaan dan di tempat umum. Kamu kok malah ketemuan sama ikhwan berdua aja? Coba deh dicek lagi di kitab sistem pergaulan dalam Islam. Setahuku juga kalau memang mau taaruf amannya lewat perantara. Bisa lewat Teh Dini dan suaminya kan?" jelasku.
"Ah, kamu kolot, Ran. Lagian kalau semua harus lewat jalur Teh Dini ribet. Nanti harus janjian dulu, mana ketemuannya pasti harus di rumahnya, dan pasti kaku banget. Aku enggak mau kayak gitu, jadi enggak bisa mengenal calon suamiku dengan jelas," jawab Zahra.
"Kok kamu gitu. Kan emang Islam yang ngatur kayak gitu. Atau kalau kamu keberatan lewat perantara Teh Dini, kamu kan bisa ta'aruf di rumahmu dengan ditemani Ayahmu. Ta'aruf itu kan wasilah untuk mengenal calon pasangan. Kamu pasti udah tahu kan kalau ta'aruf juga ada aturannya. Jangan sampai praktik ta'aruf mu malah jadi rancu, seolah-olah sama dengan pacaran islami," jelasku.
"Kayaknya kamu tuh terlalu fanatik deh, Ran. Kamu lihat tuh anak Ustaz aja enggak sefanatik kamu. Pacaran itu kan diharamkan kalau ada sentuhan fisik. Sementara aku kan enggak sentuhan sama sekali," sanggah Zahra.
"Kalau zina mata gimana? Zina hati? Kamu yakin bisa ngehindarin? Aku ngomong gini bukan iri sama kamu Zah. Aku akui emang usia kita ini rentan kena virus merah jambu. Usia yang udah pengen serius ke jenjang pernikahan. Tapi jangan sampai kamu menghalalkan apa yang udah Allah haramkan. Kamu ingat kan apa kata Teh Dini di kajian tadi? Kalau niat baik kamu nikah dikotori dengan amalan yang Allah murkai, gimana kamu nanti akan menjalani biduk rumah tangga? Kamu sendiri tadi tertunduk waktu Teh Dini bacain hadis tentang takut dalam kondisi sendirian kan? Yuk, Zah benahi lagi konsep ta'aruf mu biar makin berkah. Kalau kamu pengen jodoh yang saleh, jalannya harus benar juga," jelasku panjang lebar.
***
Usai pertemuanku sore itu dengan Zahra, dia mulai mendiamkanku. Di grup whatsapp organisasi dia tak pernah merespon pesan apapun. Chat yang kukirim secara pribadi pun tak bercentang biru. Dia juga absen beberapa kali dalam halaqah pekanan. Terakhir aku dengar dia akan menikah.
Sedih sebenarnya mendapati sahabatku sendiri menikah tanpa mengabariku. Sedih pula karena dia mendiamkan ku setelah ku nasihati. Nasihat yang tulus dari hati sebagai sahabat sejati.
Doaku, semoga Allah meluluhkan hati Zahra dan memaafkanku jika aku ada salah. Semoga Allah mencatat niat baikku dan mengampuniku jika caraku menasihatinya salah.
Tamat
Komentar
Posting Komentar