Deforestasi di Negeri Pertiwi
![]() |
🖤 Admin MKM |
Sejatinya, suatu kebijakan harus memberikan solusi tuntas atas suatu permasalahan. Sistem kapitalis meniscayakan adanya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan pembangunan, apalagi keuntungan sebagai sesuatu yang sangat dominan yang menjadi tujuannya.
OPINI
Oleh Tri Sundari, A.Ks
Pendidik Generasi dan Aktivis Muslimah
MKM, OPINI_Sini, Nak
Kukisahkan oh tentang hutan
Yang kini semua hanyalah tinggal cerita
Diperkosa para durjana
Melahirkan malapetaka
Pelangiku sirna
Hutanku nelangsa
Karena efek rumah kaca
Diabaikan para penguasa
Penggalan syair lagu yang dinyanyikan oleh /rif seolah menggambarkan kepiluan tentang hutan di negeri tercinta. Hutan yang memiliki berjuta manfaat, sedikit demi sedikit mulai menyempit. Tingginya permintaan lahan untuk berbagai kepentingan, baik sebagai konversi ke pertanian, pertambangan, maupun kepentingan lainnya, menyebabkan angka deforestasi semakin meningkat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) deforestasi merupakan suatu kegiatan penebangan kayu komersial yang berskala besar. Deforestasi juga dapat diartikan sebagai suatu peristiwa hilangnya hutan alam beserta dengan atributnya, yang diakibatkan oleh penebangan hutan. Adapun tujuan dari penebangan hutan, yaitu untuk mengubah lahan hutan menjadi nonhutan secara permanen, seperti menjadi perkebunan atau permukiman.
Dilansir dari Databoks 29/12/2023, Badan Informasi Geospasial (BIG), mengeluarkan data, bahwa luas hutan Indonesia mencapai 102,53 juta hektare (ha), pada tahun 2022. Angka itu berkurang sekitar 1,33 juta ha atau turun 0,7% dibanding 2018. Selama 2018-2022, hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan yang mencapai 526,81 ribu ha.
Dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa luas hutan berkurang disebabkan karena berbagai faktor, antara lain: peristiwa alam, maraknya penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir, akibat deforestasi serta degradasi. Hal ini tercatat dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI), yang mendefinisikan hutan primer tropis sebagai hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati.
Berikut daftar 10 negara yang paling banyak kehilangan hutan selama periode 2002-2022:
Brasil: 29,5 juta hektare, Indonesia: 10,2 juta hektare, Republik Demokratik Kongo: 6,3 juta hektare, Bolivia: 3,7 juta hektare, Malaysia: 2,8 juta hektare, Peru: 2,5 juta hektare, Kolombia: 1,9 juta hektare, Kamboja: 1,4 juta hektare, Paraguay: 1,1 juta hektare, dan Laos: 1 juta hektare.
Adapun degradasi adalah penurunan fungsi atau kerusakan ekosistem hutan, baik yang disebabkan aktivitas manusia maupun peristiwa alam. (Databoks 19/1/2024)
Dilansir dari CNN Indonesia, 12/01/2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) region Sumatera, dalam catatan akhir tahunnya, bahwa Riau telah mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 hektare sepanjang tahun 2023. Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring menyebutkan, angka deforestasi itu lebih luas dari rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir. Dampak deforestasi tersebut sangat buruk bagi tanah. Karena hutan semakin berkurang, daerah resapan air pun berkurang. Akibatnya, air hujan yang turun mengalir ke permukaan bumi tidak akan meresap sehingga menyebabkan erosi.
Adapun dampak dari terjadinya erosi adalah, tanah akan kehilangan kesuburannya akibat pencucian tanah oleh air hujan yang terus menerus. Selain itu juga banjir karena tanah tidak dapat meresap air, sehingga tanah menjadi longsor.
Dilansir dari KLHK 18/01/2024, Berdasarkan data World Resources Institute Global, Indonesia merupakan negara nomor satu tingkat penurunan deforestasinya di dunia, yaitu sebesar 65%. Hal ini menjadi deforestasi terendah yang dicapai di era pemerintahan Jokowi.
Berdasarkan data pada tahun sebelumnya, maka penurunan deforestasi hutan Indonesia relatif rendah, dan cenderung stabil. Adapun upaya yang dilakukan Kementerian LHK agar mendapatkan hasil yang signifikan, antara lain:
1. Penerapan Inpres Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
2. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
3. Pengendalian Kerusakan Gambut.
4. Pengendalian Perubahan Iklim
5. Pembatasan perubahan Alokasi Kawasan Hutan untuk sektor non kehutanan (HPK).
6. Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA).
7. Pengelolaan Hutan lestari.
8. Perhutanan Sosial, serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Berbagai upaya pemerintah tersebut diharapkan dapat menuntaskan permasalahan deforestasi saat ini.
Pada kenyataannya, di Indonesia deforestasi masih sangat masif, di mana alih fungsi hutan terus terjadi, sehingga mengakibatkan bencana dan kehidupan rakyat menjadi sulit. Sejatinya, suatu kebijakan harus memberikan solusi tuntas atas suatu permasalahan. Sistem kapitalis meniscayakan adanya kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan pembangunan, apalagi keuntungan sebagai sesuatu yang sangat dominan yang menjadi tujuannya.
Hutan sejatinya adalah milik umum, yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Dalam Islam, penguasa diberikan wewenang untuk mengelola hutan agar terjaga kelestariannya, sehingga dapat memberikan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan tuntunan Allah Swt. dan Rusulullah saw..
Islam telah memberikan batasan yang jelas tentang konsep kepemilikan yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Adapun harta milik umum terealisasi dalam 3 jenis, yaitu:
1. Harta yang dinilai sebagai bagian dari fasilitas umum, apabila tidak tersedia maka mereka akan tercerai berai atau berselisih dalam mencari dan mendapatkannya.
2. Barang tambang yang depositnya berlimpah.
3. Sesuatu yang tabiat pembentukannya menghalangi individu untuk dapat menguasainya. (Taqiyuddin An Nabhani, Al-Amwal Fi Daulah Al-Khilafah)
Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang artinya : "Kaum muslim (masyarakat) berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput (gembalaan), dan api." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi)
Dari hadis tersebut jelas bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum. Dengan menerapkan syariat Islam, maka negara sebagai pemegang amanah dari rakyatnya tidak akan memberikan hak pengelolaan hutan kepada individu. Rakyat juga mempunyai hak untuk memanfaatkan atau mengakses harta milik umum tersebut dengan mudah.
Kepemilikan umum tidak boleh diprivatisasi. Negara juga tidak akan menyasar harta milik individu dengan dalih pajak, untuk membiayai apa yang sudah menjadi kewajiban negara terhadap rakyatnya. Dengan terpenuhinya seluruh hak rakyat, maka akan menjadi jaminan untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan, sehingga rakyat menjadi sejahtera dan negara menjadi kuat serta berdaulat.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar