Pekerja Terancam PHK, Bukti Kegagalan Sistem Kapitalisme

🖤 Admin MKM 


Semua ini tak lepas dari konsep ekonomi kapitalisme yang selalu berfokus pada aktivitas produksi. Metode tingkat produksi bahkan harus dijaga setinggi-tingginya. Untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat. Keberadaan pekerja menjadi salah satu faktor penentu biaya produksi. Jika pada kondisi tertentu produsen hendak menurunkan biaya produksinya, tidak heran PHK adalah salah satu konsekuensi nyata.


OPINI 


Oleh Siti Mukaromah

Aktivis Dakwah


MKM, OPINI_Viral unggahan video di media sosial fenomena PHK di industri manufaktur kembali meluas di Indonesia, bakal menelan 1.500 pekerja. 

Dikutip dari cnbcindonesia.com. (20/1/2024), heboh pabrik ban di Cikarang PHK 1.500 orang dan kondisi pekerja terkini. Disebutkan PHK menelan korban 1.500 pekerja yang akan kehilangan sumber nafkahnya. Beredarnya kabar PT Hung-A, pabrik ban asal Korea Selatan (Korsel) melakukan PHK atas ribuan pekerjanya karena akan menutup operasional mulai Februari 2024. Pabrik ban ini tengah berencana segera hengkang dari Indonesia dan Vietnam akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.

Tentu ini menjadi berita buruk yang berasal dari manufaktur RI di tahun 2024, setelah tahun 2023 lalu setidaknya ada 7.200-an pekerja jadi korban PHK di 36 perusahaan. Baik karena tutup hengkang, tutup total, maupun efisiensi biaya. Data tersebut baru mencakup perusahaan tempat anggota KSPN bekerja, belum menghitung pabrik lain non-anggota gabungan serikat pekerja. Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane, sudah lama PT Hung-A beroperasi di Indonesia dan tergolong sehat, produksinya pun diakui cukup berkualitas. Hanya saja, keputusan izin impor untuk PT Hung-A tak kunjung diberikan pemerintah, dan karena tidak ada kejelasan membuat PT Hung-A hengkang dari Indonesia.

Penyebab tumbangnya perusahaan atau pabrik hingga memicu PHK, untuk industri yang berorientasi pasar domestik karena akibat serbuan produk impor, baik yang legal dan ilegal. Untuk yang berorientasi ekspor sebagaimana sektor garmen, dimungkinkan tutupnya garmen karena masih terdampak perang Rusia-Ukraina. Krisis di Amerika dan Eropa telah menciptakan permasalahan, menimbulkan pabrik-pabrik di dalam negeri. Juga permasalahan sepenuhnya belum pulih akibat pandemi Covid-19.

Adanya perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor menjadi penyebab lainnya di Indonesia, Eropa dan AS. Efek domino perlambatan ekspor global di pasar-pasar utama, jelas menurunkan kinerja industri didalam negeri. Akibatnya terjadi penumpukan stok berujung PHK. Modernisasi adanya mesin-mesin pabrik, juga ternyata turut meningkatkan potensi PHK. Meski demi efesiensi biaya produksi, kondisi ini terjadi di pabrik-pabrik yang selama ini padat karya menyerap banyak tenaga kerja.

Satu hal yang patut disayangkan, sikap lambannya pemerintah dalam menanggulangi gelombang PHK. Gejala PHK pasalnya sudah terjadi sejak 2023, tetapi pemerintah terkesan tidak acuh. Publik melihat dengan jelas, untuk perusahaan berorientasi pasar lokal, pemerintah tampak tidak tegas menghentikan arus impor terutama yang ilegal dan alih-alih melakukan operasi pasar barang ilegal. Ketidaktegasan pemerintah juga terjadi di seputar pembatasan perjanjian dagang, dan absennya langkah antisipasi terhadap adanya modernisasi mesin di sejumlah perusahaan, jika mengharuskan kedepannya perusahaan memangkas jumlah pegawai.

Untuk perusahaan berorientasi ekspor, nyatanya perusahaan bergerak di bidangnya tidak sedikit yang milik asing, bukan pengusaha lokal. Sehingga dengan mudahnya mereka bisa berdalih prihal sulitnya izin impor beberapa produk tertentu. Sehingga memicu hengkangnya perusahaan dari Indonesia.

Sejatinya realitas relasi kerja seperti ini 'rapuh'. Artinya, pengusaha asing tersebut ketika sudah habis kontraknya, pemerintah tentu tidak berhak menahan dan menekan mereka untuk tetap tinggal demi menjaga jangan sampai terjadi PHK warga lokal yang menjadi pegawainya.

Arus derasnya ekspor dan impor dalam perdagangan produk saat ini, sejatinya konsekuensi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Indonesia terikat dengan sejumlah perjanjian perdagangan global. Adanya ekspor-impor adalah wujud pelaksanaan pasar bebas sekaligus salah satu model liberalisasi ekonomi.

Merujuk sedikit sejarah Revolusi Industri, sebagai momentum imperialisme ekonomi gaya baru. Konsekuensi revolusi tersebut adalah pencarian daerah produksi dan pemasaran baru bagi produk-produk yang dihasilkan secara massal dan komersial. Seperti di negara-negara dunia ketiga, pemetaan daerah produksi baru adalah bagian dari upaya menekan biaya produksi yang makin tinggi di daerah asal. Produsen tidak lain adalah negara-negara kapitalis besar, sedangkan untuk daerah pemasaran baru tentu menjadikannya pasar bagi konsumen produk tersebut.

Semua ini tak lepas dari konsep ekonomi kapitalisme yang selalu berfokus pada aktivitas produksi. Metode tingkat produksi bahkan harus dijaga setinggi-tingginya. Untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat. Keberadaan pekerja menjadi salah satu faktor penentu biaya produksi. Jika pada kondisi tertentu produsen hendak menurunkan biaya produksinya, tidak heran PHK adalah salah satu konsekuensi nyata.

Buah kapitalisme, menegaskan semua itu bukti bahwa kegagalannya menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat. Realitasnya, selama ini pemerintah hanya menjamin biaya hidup individu rakyat yang bekerja menjadi pegawai pemerintah alias ASN saja. Mereka mendapatkan jaminan kesehatan sebagai salah satu fasilitas publik, setelah tidak lagi bekerja mereka juga mendapatkan dana pensiun. Sedangkan rakyat biasa, non-ASN tidak mendapatkan jaminan-jaminan tersebut kendati sesama rakyat di negeri ini. Gambaran ini menunjukkan kebijakan diskriminatif yang diberlakukan oleh penguasa kepada rakyatnya.

Fungsi penguasa di dalam Islam adalah riayatusy syuunil ummah yaitu memelihara urusan umat. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda, "Imam (Khalifah) itu laksana gembala (raa'in), dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaanya". 

Bekerja adalah salah satu ikhtiar atau cara didalam Islam yang dibolehkan untuk memperoleh harta. Aktivitas bekerja dalam hal ini juga dibolehkan dalam syariat baik dari sisi jenis maupun barang atau jasa yang dihasilkan tentu wajib berstandar dengan halal dan haram.

Kebutuhan primer tiap individu rakyat harus dipenuhi oleh penguasa selaku pemimpin dan penanggung jawabnya, seperti sandang, pangan, dan papan. Jika penguasa mengabaikan perannya ini tentu akan menjadi sebuah kezaliman. Sebaliknya, penguasa dalam Islam (Khilafah) justru berusaha keras menciptakan berbagai lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Khilafah menjamin jalur perolehan harta bagi setiap individu rakyat selain dari hasil bekerja. Misalnya, memberikan harta berupa tanah mati untuk dihidupkan dan dikelola rakyatnya yang tidak memiliki pekerjaan. Khilafah juga menutup akses pengelolaan harta yang diharamkan syarak. Seperti muamalah berbasis riba, pinjol ataupun judi online.

Penguasa telah melakukan kezaliman. Jika mereka merestui kebijakan yang memicu PHK, padahal aktivitas mencari nafkah adalah kewajiban laki-laki muslim yang balig dan berakal. Karena PHK akan memutus jalur nafkah rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Saat ini parah lagi, rakyat non-ASN tidak memperoleh fasilitas mendasar kehidupan yang sebagaimana ASN dapatkan. Jumlah rakyat yang harus berjuang sendiri menyambung hidup jauh lebih banyak dibandingkan yang ASN. Belum lagi, rakyat terancam dengan pemalakan berbagai pajak yang dihalalkan penguasa sekuler.

Jelas ini menyalahi format syar'i pengelolaan harta rakyat oleh negara. Allah Swt. berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 45, "Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."

Wallahualam bhissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan