Aneh, Skor PPH Naik Saat Harga Pangan Melangit

 

๐Ÿ–ค Admin MKM 

Seharusnya pemerintah lebih serius lagi menyelesaikan persoalan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Karena hal tersebut terkait dengan kebutuhan asasiyah (mendasar) butuh solusi yang mendasar pula. Bukan hanya sekedar angka-angka, juga bukan solusi yang bersifat teknis. Seperti, mengandalkan impor, yang pada faktanya hanya menguntungkan segelintir orang. Hal itu tidak menyentuh akar persoalan.


OPINI


Oleh Luluk Afiva, ST.

Praktisi Pendidikan


MKM, OPINI_Hidup memang bukan untuk makan, tetapi makan adalah penunjang utama untuk tetap hidup. Maka merupakan fitrah jika masyarakat mengharapkan harga pangan murah bahkan gratis serta jumlahnya melimpah.

Di tengah gonjang ganjing harga pangan khususnya beras yang terus meningkat. Ada berita dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang menyatakan bahwa skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang merupakan indikator tingkat kualitas konsumsi pangan masyarakat, mengalami peningkatan pada 2023.

Skor PPH tahun 2023 sebesar 94,1. Capaian ini lebih tinggi dari skor PPH tahun 2022 yang tercatat di angka 92,9. Hal itu merupakan bukti nyata komitmen Bapanas dalam mendorong pola konsumsi masyarakat Indonesia yang Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA). Skor PPH sebesar 94,1 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi pangan masyarakat sudah membaik karena hampir mendekati 100 dan telah terpenuhinya pola konsumsi sehat dan bergizi seimbang (Antara,15/2/2024)

Sungguh aneh, jangankan memenuhi kebutuhan pangan secara beragam dan bergizi seimbang, untuk sekedar bisa makan nasi setiap hari saja sebagian masyarakat masih kesulitan. Sementara di sisi lain masih banyak fakta di tengah-tengah masyarakat yang menunjukkan tingginya prevalensi stunting, dan masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang mengalami kondisi agak rentan dan sangat rentan terhadap kerawanan pangan.

Alhasil, walaupun skor PPH merupakan salah satu penilaian yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas konsumsi masyarakat, tetapi adanya fakta yang kontradiksi menunjukkan bahwa pemerintah tampaknya tidak serius dalam menangani masalah pangan. Hasil tersebut bisa saja hanya sekedar pencitraan semata, karena realitasnya bagai api jauh dari panggang. Skor PPH hanyalah angka-angka saja, tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya di lapangan.

Seharusnya pemerintah lebih serius lagi menyelesaikan persoalan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat. Karena hal tersebut terkait dengan kebutuhan asasiyah (mendasar) butuh solusi yang mendasar pula. Bukan hanya sekadar angka-angka, juga bukan solusi yang bersifat teknis. Seperti, mengandalkan impor, yang pada faktanya hanya menguntungkan segelintir orang. Hal itu tidak menyentuh akar persoalan.

Sudah menjadi rahasia umum, jika negeri ini menerapkan kapitalis-liberalisme. Maka wajar jika angka-angka menjadi patokan dalam menyelesaikan persoalan. Misalkan nilai pendapatan perkapita dianggap mewakili tingkat kesejahteraan masyarakat, padahal angka tersebut tidak mewakili pendapatan per orang, karena merupakan angka rata-rata. Demikian pula dengan Skor PPH.

Selain itu, dalam kapitalisme-liberalisme meniscayakan negara lepas tangan dari tanggung jawab sebagai pelayan rakyat. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Negara menyerahkan pengelolaan pangan kepada korporasi, di mana tujuan mereka pasti mencari keuntungan yang sebesar-besarnya (bisnis) bukan sebagai pelayanan kepada rakyat. Akibatnya mereka memiliki kebebasan menguasai seluruh rantai penyediaan dan mengendalikan harga pangan.

Untuk itu, sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam (Khilafah). Sistem yang telah terbukti mampu menyelesaikan berbagai persoalan karena Islam berasal dari Sang Pencipta (Allah Swt.), sebagaimana Allah berfirman dalam qur'an surat Al-Maidah ayat 50 

ุงَูَุญُูƒْู…َ ุงู„ْุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉِ ูŠَุจْุบُูˆْู†َۗ ูˆَู…َู†ْ ุงَุญْุณَู†ُ ู…ِู†َ ุงู„ู„ّٰู‡ِ ุญُูƒْู…ًุง ู„ِّู‚َูˆْู…ٍ ูŠُّูˆْู‚ِู†ُูˆْู†َ

Artinya :

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"

Dalam pandangan Islam, jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat individu per individu secara layak merupakan tanggung jawab Khalifah (kepala negara). Negara akan memastikan rantai distribusi pangan, menindak dengan tegas pihak-pihak yang melakukan kecurangan, menimbun, dan memainkan harga.

Selain itu, Islam memiliki mekanisme dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat baik secara tidak langsung maupun secara langsung. Adapun secara tidak langsung dijalankan dengan cara, memberikan akses lapangan kerja seluas-luasnya bagi para laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah. Negara juga menyediakan pendidikan, pelatihan, memberikan bantuan dan sebagainya. Sedangkan secara langsung, dilakukan dengan pemberian zakat ataupun bantuan sosial) kepada rakyat yang tidak mampu (cacat, sakit, lemah) dari baitulmal.

Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan