Ilusi Ketahanan Pangan dalam Demokrasi

🖤Admin MKM


Ungkapan 'Gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo' menjadi jargon negeri ini. Sebab wilayahnya yang kaya, subur, tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan segala sesuatunya. Notabene dapat menjadikan masyarakatnya sejahtera. Namun apa dikata, nyatanya hal itu hanyalah 'jargon' belaka.


OPINI


Oleh Luluk Kiftiyah

Muslimah Preneur


MKM, OPINI_Sebagaimana jargon ketahanan pangan di wilayah Bojonegoro. Wilayah pertanian yang luas, dengan mayoritas penduduknya sebagai petani. Namun nyatanya, masyarakat hidupnya sulit, karena perekonomiannya rendah. Parahnya lagi, harga bahan pokok seperti beras naik drastis.

Di Bojonegoro ada tiga pasar utama, yaitu Pasar Besar Alun-alun Kota, Pasar Banjarejo, dan Pasar Pariwisata. Di tiga pasar ini, terdapat beberapa pedagang beras yang selama ini menjadi acuan harga. Terpantau dalam 2-3 pekan ini, harga beras naik terus. Harga beras premium yang mulanya per kg Rp14.000, kini menjadi Rp16.000. Sedangkan harga beras medium yang sebelumnya Rp13.250, kini naik menjadi Rp14.000. Bahkan, ada di beberapa tempat yang tembus Rp15.000 per kilogramnya. (ngopibareng.id, 11/02/2024)

Naiknya harga beras ini dirasakan oleh semua masyarakat. Apalagi keberadaannya langka didapatkan. Langkanya beras ini dibenarkan oleh beberapa pedagang SPHP mitra BULOG di Pasar Kota Bojonegoro. Bahwa selama dua pekan ini kiriman dari BULOG telah dikurangi 50 persen. Biasanya seminggu sekali dipasok BULOG beras SPHP sebanyak 2 ton. Namun sejak pertengahan Januari 2024, hanya dipasok 1 ton saja. (tribunnews.com/11/02/2024)

Padahal beras SPHP ini sesungguhnya 'penolong' masyarakat, di tengah mahalnya beras. Sebab harganya yang murah, kisaran Rp10.000-Rp11.000 per kilogramnya. Namun kini juga ikutan mahal dan langka. Sangat disayangkan, di tengah tingginya permintaan beras SPHP di masyarakat, BULOG malah mengurangi pengirimannya. Sehingga keadaan ini sangat menyulitkan masyarakat, untuk mendapatkan beras murah.

Inilah fakta lebih dari seminggu yang lalu. Hari ini harga beras sudah menembus lebih dari Rp18.000. Fakta yang terjadi di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi. Ketika rakyat hidup susah dan tertatih-tatih demi sesuap nasi. Para ibu rumah tangga pusing dengan harga beras yang terus melonjak tinggi. Begitu juga dengan para petani, mereka berjuang sendiri di tengah mahalnya harga pupuk, besarnya biaya tanam padi, dan perubahan iklim ekstrem akibat El Nino, menjadikan produksi pertanian terhambat. 

Namun perlu diketahui, bahwa permasalahan beras tidak hanya tentang masalah yang disebutkan di atas. Akan tetapi erat kaitannya dengan kebijakan negara terhadap aspek produksi beras dari hulu hingga aspek distribusi di hilir. 

Sayangnya dalam sistem kapitalis demokrasi, negara hanya bertindak sebagai regulator. Membiarkan petani berjuang secara mandiri dalam produksi beras. Bahkan kebijakan negara yang berpihak pada kepentingan para pemilik modal, menjadikan petani semakin terpinggirkan. 

Lihat saja di sektor hulu, lahan pertanian semakin berkurang. Hal ini disebabkan akibat alih fungsi lahan yang dilakukan negara, demi menjalankan proyek pembangunan kapitalistik. Begitu juga di sektor hilir, atas nama liberalisasi ekonomi, negara memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk menguasai produksi pupuk dan benih padi. Akibatnya harga benih padi dan pupuk mahal. Di sisi lain, mahalnya harga BBM menjadikan distribusi beras memakan biaya yang tinggi.

Alhasil, rakyat kecil semakin terpinggirkan. Dari sini semakin terlihat, jika rantai distribusi semakin rusak dengan masuknya pengusaha (ritel modern) dalam mendistribusikan beras. Tak hanya itu, seringkali petani juga 'tekor' dalam menjual hasil panennya. Sudahlah harga pupuk mahal, biaya tanam padi yang mahal, serangan hama seperti tikus atau penyakit lainnya, dan juga bencana alam, seperti banjir yang diakibatkan dari hutan yang dilegalisasi. Sehingga petani mengalami gagal panen dan harus mengeluarkan biaya dua kali lipat. 

Belum lagi di musim panen raya, seringkali harga padi anjlok. Hal ini diakibatkan oleh permainan tengkulak dalam skala besar. Sehingga mau tidak mau, petani yang butuh modal untuk menanam kembali, terpaksa menjual hasil panennya dengan harga murah. Kalau sudah begitu, tentu bukan ketahanan pangan, jika harga murah namun petani tekor. Artinya, ada ketidakseimbangan antara program dan target yang ingin diraih. Sebab merugikan petani sebagai pihak yang memegang peranan penting dalam menjaga pangan di negeri ini.

Berbeda dengan sistem Islam, beras sebagai kebutuhan pokok yang wajib dikelola oleh negara, termasuk dalam pendistribusiannya. Dalam hal ini, negara berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan dengan melakukan kemandirian pangan dan harga yang terjangkau. Dengan cara menyediakan pupuk murah, bibit unggul yang murah, bahkan memberikan secara cuma-cuma kepada petani, serta menyediakan obat-obatan pencegahan hama dengan harga yang terjangkau pula. 

Hadirnya negara dalam mewujudkan kemandirian pangan produksi pertanian, melalui jalan intensifikasi. Yakni, negara mendukung masyarakat untuk mengadopsi teknologi dari manapun, yang mampu meningkatkan hasil produksi lebih baik dari sebelumnya. 

Selain itu, negara juga mengedukasi para petani, agar memahami teknologi yang mutakhir. Sehingga mampu meningkatkan hasil produksi pertanian. Bahkan, negara dapat memberikan bantuan modal tanpa riba kepada rakyat dalam upaya mengoptimalisasi produksi pertanian. 

Adapun dalam penyediaan infrastruktur yang mendukung pertanian, negara akan menyediakan demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir pemodal. Negara akan menyediakan prasarana jalan, sarana transportasi pasar yang sehat dan layak. Sehingga, keadaan ini akan memudahkan para petani dalam mendistribusikan hasil pertaniannya kepada konsumen. 

Tak hanya itu, negara juga akan menjamin mekanisme harga komoditas pertanian dan harga hasil industri pertanian berjalan transparan, tanpa ada manipulasi atau kecurangan. Negara harus berperan dalam membuat kebijakan, agar tercipta harga yang wajar berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran. 

Dengan begitu, penipuan yang sering terjadi dalam dunia perdagangan yang dilakukan oleh penjual atau pun pembeli akan tercegah. Sehingga tidak akan ditemukan lagi penimbunan produk-produk produksi pertanian, dan kebutuhan pokok lainnya. Sebab Islam menetapkan sanksi tegas bagi mereka yang melanggar. Alhasil, harga-harga pokok termasuk beras akan mudah dijangkau oleh masyarakat. Namun itu semua akan terwujud apabila aturan Islam kafah diterapkan. Tidak akan seperti sekarang dalam sistem demokrasi, ketahanan pangan hanyalah ilusi. Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan