Cukupkah dengan Menunda Kenaikan UKT?


🖤Admin MKM

Cara pandang kapitalistik terhadap pendidikan tinggi yang merupakan kebutuhan tersier, sangat jauh berbeda dengan cara pandang Islam terhadap pendidikan. Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok bagi setiap rakyatnya. Sehingga dalam pengaturan dan pembiayaan pendidikan, negara akan menyediakan dan memberikan pendidikan dengan harga yang murah, bahkan sangat mungkin diberikan gratis kepada rakyatnya.

OPINI

Oleh Siti Khaerunnisa

Aktivis Dakwah

 

MKM, OPINI_Polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di beberapa Perguruan Tinggi menjadi sorotan tajam di masyarakat, bahkan oleh kalangan mahasiswa. Protes akibat kenaikan UKT pun terjadi di beberapa Universitas. Mereka menuntut Kemendikbudristek mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024, tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kemendikbudristek, yang dinilai sebagai penyebab naiknya tarif UKT di sejumlah perguruan tinggi. 

Merespon protes dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, calon mahasiswa baru, masyarakat, hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mendikbudritek, Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, beberapa informasi terkait tindak lanjut akan pembatalan kenaikan UKT yang disampaikan di Istana Negara Jakarta, pada Senin (27 Mei 2024), setelah pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo. Nadiem juga menyampaikan, nantinya akan ada surat dari Dirjen Dikbudristek agar pemimpin PTN dapat mengimplementasikan kebijakan itu dengan lancar. Ia juga mengarahkan perguruan tinggi melakukan pendekatan kembali kepada calon mahasiswa baru yang mengundurkan diri akibat UKT yang tinggi. (tempo.co, 28/05/2024) 

Arahan untuk perguruan tinggi, agar melakukan pendekatan kepada calon mahasiswa baru. Sebab, beberapa waktu lalu viral kasus seorang mahasiswi baru, yang diterima di Universitas Riau melalui jalur prestasi, terpaksa mengundurkan diri karena tak sanggup membayar UKT. Semisal, Siti Aisyah yang memilih mundur meskipun ada donatur yang bersedia membantu pembiayaan kuliahnya di awal. Tetapi, karena kedepannya belum pasti akan dibantu, maka dia tetap akan mengundurkan diri, sebab UKT-nya terlalu mahal untuk penghasilan ayahnya yang seorang buruh serabutan. (sindonews.com, 23/05/2024) 

Selain itu, ada juga Nafa Azzahra Mutmainnah yang diterima di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur prestasi. Namun, terpaksa mengundurkan diri karena tidak mampu membayar UKT sebesar Rp 8,5 juta. Sebelumnya ia mengira uang kuliahnya hanya Rp 2,4-3 juta. Diketahui UKT 2024 di USU mengalami kenaikan 30-50% dibanding UKT 2023. UKT yang naik terjadi pada kelompok UKT 3-8. (kompas.com, 26/05/2024) 

Meskipun akan dibatalkan kenaikan UKT tahun ini, tetapi tidak menutup kemungkinan akan dinaikkan di tahun-tahun berikutnya. Jika ditelusuri lebih lanjut, biaya kuliah yang terus naik ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemberian otonomi kampus, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. Kebijakan tersebut telah menjadikan perguruan tinggi berlomba-lomba menjadi PTNBH agar bisa mandiri mengelola rumah tangganya. Kebijakan tersebut menjadikan perguruan tinggi bebas melakukan kerjasama dengan industri manapun, serta berhak membuka dan menutup program studi sesuai keinginan. 

PTN yang sudah berbadan hukum (PTNBH), sejatinya diharapkan tidak hanya fokus pada kenaikan UKT, sebaliknya PTN diharapkan bisa menurunkan UKT, yaitu dengan mencari pendanaan lain. Adanya konsep triple helix, yaitu jalinan kerjasama antara pemerintah, industri, dan perguruan tinggi, akan dilakukan untuk mencari dana agar pembiayaan perguruan tinggi tidak tergantung terhadap dana APBN. Akibatnya orientasi pendidikan berubah ke arah lebih banyak memenuhi tuntunan dunia industri, bukan lagi berfokus pada terciptanya SDM yang berkualitas yang siap memimpin bangsa. 

Inilah konsekuensi diterapkan sistem pendidikan kapitalistik yang berorientasi pada pasar dan visi pendidikan yang menjadi tidak jelas. Hal ini menunjukkan abainya pemerintah terhadap pendidikan, sebab institusi pendidikan diarahkan untuk mencari dana sendiri agar tidak tergantung pada APBN, menjadikan kondisi pendidikan di negeri ini semakin hilang arahnya. Ditambah lagi anggaran pendidikan yang dibuat hanya 20% dari APBN, sedangkan dana harus didistribusikan ke banyak pos pendidikan sedangkan perguruan tinggi merupakan salah satu posnya. Padahal jumlah PTN di Indonesia adalah 85 PTN jadi anggaran dana ini tidak akan cukup untuk menutup biaya pendidikan yang besar. Akibatnya kenaikan biaya pendidikan akan semakin tinggi. 

Apalagi jika PTN dibiarkan mencari pendanaannya sendiri, maka akan bebas melakukan kerjasama dengan pihak korporasi yang mengejar profit. Justru hal ini akan mengancam otonomi PTN itu sendiri, sebab pihak korporasi tentu tidak akan mengeluarkan dana cuma-cuma tanda memperoleh keuntungan juga. 

Jadi, drama UKT ini tidak akan kunjung selesai meskipun dibatalkan kenaikannya tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan tahun-tahun berikutnya akan terjadi hal yang serupa bahkan lebih buruk lagi. Karena, selama cara pandang terhadap pendidikan adalah kapitalistik, pemerintah akan berlepas tangan dalam penyelenggaraan pembiayaan pendidikan warganya. Hal ini juga akan berdampak pada rendahnya kualitas SDM rakyat karena kesulitan untuk membayar biaya pendidikan yang semakin mahal. 

Cara pandang kapitalistik terhadap pendidikan tinggi yang merupakan kebutuhan tersier, sangat jauh berbeda dengan cara pandang Islam terhadap pendidikan. Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok bagi setiap rakyatnya. Sehingga dalam pengaturan dan pembiayaan pendidikan, negara akan menyediakan dan memberikan pendidikan dengan harga yang murah, bahkan sangat mungkin diberikan gratis kepada rakyatnya. Setiap individu rakyat diberikan kesempatan yang sama untuk bisa menikmati pendidikan pada berbagai jenjang mulai dari prasekolah, dasar, menengah, hingga pada pendidikan tinggi. 

Terpenuhinya kebutuhan pokok salah satunya dalam sektor pendidikan, merupakan tanggung jawab negara yang berada dalam naungan sistem Islam, yaitu sebagai pengurus dan pelayan umat. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah: "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (H.R. Bukhari

Mampunya negara memenuhi kebutuhan pokok rakyat didukung oleh pengelolaan sistem ekonomi Islam yang kuat. Dalam sistem ekonomi Islam sumber keuangan negara berpusat pada sistem baitulmal. Baitulmal memiliki tiga pos pendapatan, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dananya. Untuk pendidikan misalnya, Negara akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum untuk biaya sarana dan prasarana pendidikan, sehingga negara bisa membangun berbagai fasilitas yang mendukung terselenggaranya pendidikan yang baik dan berkualitas. 

Bahkan negara bisa memberikan beasiswa kepada seluruh mahasiswa tanpa syarat baik dari keluarga miskin atau kaya, berprestasi atau biasa saja, semua akan mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan gratis. Sementara untuk gaji para dosen dan tenaga administrasi, negara akan mengalokasikan anggaran dari pos kepemilikan negara baitulmal. 

Sumber pendanaan yang kokoh dan stabil, baitulmal jelas akan mampu menunjang independensi pendidikan agar sesuai dengan syariat Islam, yaitu orang-orang akan menjadi manusia yang berilmu dengan kepribadian Islam. Karena itu sepanjang sejarah Daulah Islam berdiri selama lebih dari 1300 tahun, banyak sekali lahir ilmuwan-ilmuwan, para pemikir, para ulama, para politikus yang bekerja siang dan malam untuk membangun kapasitas keilmuan untuk umat, bukan untuk memenuhi tuntunan industri tidak seperti kondisi pendidikan saat ini. 

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan