APBD Besar, Kesejahteraan Masyarakat Tak Seimbang
![]() |
🖤Admin MKM |
Sejatinya, berharap hidup sejahtera pada sistem demokrasi kapitalisme, ibarat pungguk yang merindukan bulan. Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Sebab dalam sistem demokrasi kapitalisme, kekayaan alam telah dikapitalisasi. Mereka yang bermodal, yang menguasai kekayaan alam. Haruskah masih berharap hidup sejahtera dalam sistem demokrasi kapitalisme?
OPINI
Oleh Luluk Kiftiyah
Pegiat Literasi
MKM, OPINI_Bojonegoro merupakan kabupaten yang sumber kekayaan minyaknya melimpah. Tak heran jika berturut-turut kabupaten Bojonegoro mendapat penghargaan Award Realisasi Pendapatan Daerah tertinggi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) se-Indonesia. Namun, dibalik besarnya APBD ini, ternyata masih banyak masyarakat Bojonegoro yang hidup dalam garis kemiskinan.
Angka kemiskinan di Bojonegoro hingga Maret 2024, sebanyak 147.330 jiwa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun ini angkanya menurun, yang tadinya per Maret 2023, angka kemiskinan mencapai 153.253 jiwa. Dengan kata lain, kemiskinan dalam satu tahun terkahir ini berkurang, dari 12,18 persen menjadi 11, 69 persen. (suarabanyuurip.com, 02/08/2024)
Ternyata dibalik tingginya kemiskinan di Bojonegoro, terdapat pendapatan APBD yang tinggi. Tahun 2024 saja tembus Rp8,7 triliun. Namun sangat disayangkan, karena tingginya APBD ini belum dapat disalurkan secara maksimal. Pada semester pertama atau bulan Januari hingga Juni, realisasi serapan APBD ternyata masih sekitar Rp1,8 triliun atau 2,1 persen. Realisasi serapannya masih jauh dari target Pemkab Bojonegoro. (radarbojonegoro.jawapos.com, 11/07/2024)
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa, tingginya APBD tidak menjamin kesejahteraan masyarakat di sekitar. Apalagi kurang cekatannya penanganan pemerintah dalam merealisasikan serapan APBD yang ada.
Seharusnya tingginya APBD di Bojonegoro yang notabene nomor dua se-Indonesia, mampu menyejahterakan masyarakatnya. Akan tetapi, fakta di lapangan tidak demikian. Bojonegoro malah menduduki urutan ke-11 dengan jumlah masyarakat termiskin. Tentu hal ini menjadi catatan penting bagi pemerintah Bojonegoro.
Apalagi dilihat dari besarnya gaji di Bojonegoro yang relatif kecil. Di mana standar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terkecil di antara UMK yang ada di kabupaten sekitarnya, seperti Tuban dan Lamongan. Sedangkan tuntutan kebutuhan hidup makin tinggi. Mulai dari kebutuhan pokok yang terus melambung, naiknya pajak, hingga biaya sekolah anak.
Tidak seimbangnya antara gaji dan kebutuhan hidup, serta susahnya mendapatkan lapangan pekerjaan, juga menjadi salah satu faktor masyarakat Bojonegoro untuk bekerja merantau. Berharap dapat mengubah hidup menjadi lebih baik.
Inilah gambaran hidup dalam sistem demokrasi kapitalisme. Hidup dalam keberlimpahan sumber daya alam, tetapi serba susah dan kekurangan. Tentu hal ini sangat jauh dari kata sejahtera.
Sejatinya, berharap hidup sejahtera pada sistem demokrasi kapitalisme, ibarat pungguk yang merindukan bulan. Mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Sebab dalam sistem demokrasi kapitalisme, kekayaan alam telah dikapitalisasi. Mereka yang bermodal, yang menguasai kekayaan alam. Haruskah masih berharap hidup sejahtera dalam sistem demokrasi kapitalisme?
Berbeda halnya dengan sistem Islam kafah. Sistem yang mengatur urusan rakyatnya dengan adil lagi terstruktur. Di mana Islam mengatur pembagian kepemilikan. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu, air, padang rumput dan api, dan ketiganya adalah haram." (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Maksud hadis tersebut ialah, ketiganya haram dimiliki oleh individu. Adapun pembagian kepemilikannya sebagai berikut:
Pertama, kepemilikan individu, yang mana pengelolaannya diserahkan pada masing-masing individu. Sebagai contoh, harta pribadi yang berupa kendaraan, kebun, sawah, rumah, dan lain sebagainya.
Kedua, kepemilikan negara, seperti harta kharaj, jizyah, fa'i, usyur, ghanimah, pajak (jika diperlukan), dan lain sebagainya. Ketiga, kepemilikan umum yang mencakup api, air, dan padang rumput atau gembalaan. Api yang dimaksud meliputi barang tambang emas, tembaga, besi, minyak bumi, dan gas alam atau apapun itu yang ada di dasar perut bumi.
Sedangkan air meliputi laut, sungai, danau, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya. Kemudian padang rumput, meliputi hutan yang ada di Indonesia. Hanya saja perlu dipahami, bahwa kepemilikan negara dan umum, sejatinya harta milik umat muslim, yang pengelolaannya diserahkan pada negara, tetapi hasilnya dikembalikan lagi untuk umat.
Begitulah Islam mengatur sumber daya alam (SDA) beserta kepemilikannya. Negara akan benar-benar meri'ayah (mengurus) umat mulai dari urusan kebutuhan pokoknya seperti, memastikan tercukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, juga kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanannya.
Negara membiayai kebutuhan rakyatnya dari harta kepemilikan umum dan negara. Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, khususnya bagi laki-laki, dengan tujuan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dalam Islam, negara tidak berhak memprivatisasi SDA yang sifatnya mengalir dan tidak terputus. Tugas negara hanya mengelola dan hasilnya dikembalikan lagi pada rakyat.
Sebagaimana yang pernah terjadi pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang mendapat gelar Amirul Mukminin (pemimpin bagi orang-orang beriman), karena kepemimpinannya yang baik, jujur, adil, dan lebih mementingkan rakyat dari pada dirinya sendiri. Saat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengutus wakilnya untuk mencari rakyatnya yang mau menerima bantuan, tetapi tak satupun ditemukan.
Bahkan beliau memfasilitasi bagi pemuda yang siap menikah yang tidak cukup modal. Namun, tak satupun juga ditemukan. Semuanya menolak bantuan tersebut, karena merasa mampu dan cukup. Uniknya, ternyata satu-satunya orang yang layak menerima bantuan tersebut adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz sendiri.
Masya Allah, kepemimpinan yang beliau jalankan menggambarkan betapa beliau takut tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Tentu ini semua karena ketinggian ketakwaan beliau, yang mana standar perbuatannya adalah haram dan halal dalam menggapai rida-Nya Allah Swt.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar