Perjuangan Meraih Kemerdekaan Hakiki
🖤 Admin MKM
Pada sistem demokrasi aturan hukum bisa ditarik ulur sesuai kepentingan penguasa. Hukum bak pisau yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Itukah makna kemerdekaan? Apakah makna merdeka adalah bebas bermaksiat, tetapi mengekang umat untuk taat?
OPINI
Oleh Arda Sya'roni
Aktivis Muslimah
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan...”
Demikian kutipan awal pembukaan UUD 1945 yang selalu dibaca saat upacara bendera. Pada kutipan tersebut jelas, bahwa bangsa ini menolak segala bentuk penjajahan di segala penjuru dunia karena penjajahan merupakan tindakan tidak berperikemanusiaan dan akan timbul ketidakadilan.
Namun, faktanya kutipan itu hanyalah omong kosong belaka. Bila penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Mengapa mata kita seakan terpejam melihat berbagai bentuk penjajahan di negeri ini? Ironis memang.
Kemerdekaan telah kita raih setelah melalui perjuangan panjang yang terukir di sejarah, dan telah menjadi salah satu bahan ajar dalam pendidikan sekolah kita. 79 tahun perayaan kemerdekaan telah kita rasakan lengkap dengan berbagai lomba dan hiruk pikuk seremonial lainnya. Euforia kebangsaan bergema riuh. Pekik merdeka dikumandangkan dimana-mana. Bendera berkibar dengan gagahnya dari Sabang hingga Merauke. Semua larut dalam kegembiraan sesaat. Semangat nasionalisme membakar jiwa-jiwa anak bangsa. Alangkah indahnya pemandangan ini meski di dalam relung hati rakyat terukir pilu.
Namun, sudahkah makna kemerdekaan sesungguhnya kita rasakan? Faktanya, rakyat masih mengalami penjajahan meski bukan berupa fisik. Umat Islam di negeri sendiri tak bebas menerapkan syariat agamanya. Tuduhan intoleran, ekstrem, radikal kerap dilontarkan bila umat taat syariat. Bahkan sebelumnya, paskibraka pun diminta melepaskan hijabnya. Ironisnya, peraturan ini dibuat oleh BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). (Kompas.com,15/8/2024)
Bukankah sila pertama menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa? Andai umat tak berisik mengumandangkan suaranya terkait hukum berjilbab, maka niscaya aturan dilarang berhijab saat Paskibraka akan terus terulang.
Pada sistem demokrasi aturan hukum bisa ditarik ulur sesuai kepentingan penguasa. Hukum bak pisau yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Itukah makna kemerdekaan? Apakah makna merdeka adalah bebas bermaksiat, tetapi mengekang umat untuk taat?
Dalam Islam, kemerdekaan bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang terikat dengan aturan-aturan Allah. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang berbunyi, "Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Bukhari)
Dengan demikian, seorang Muslim yang benar-benar merdeka adalah mereka yang menggunakan kebebasan yang dimilikinya, untuk berbuat kebaikan dan tidak melanggar ketentuan Allah.
Kemerdekaan bagi seorang Muslim adalah tidak menghamba kepada selain Allah. Seorang Muslim yang merdeka paham bahwa syariat yang diturunkan Allah bukanlah dalam rangka untuk membatasi gerak manusia. Bukan pula untuk mengekang kreativitas manusia, melainkan untuk memuliakan dan membentangkan jalan menuju surga-Nya.
Dengan demikian, kemerdekaan hakiki hanya bisa diraih bila Islam diterapkan dengan sempurna tanpa pilah pilih syariat, tanpa tapi dan tanpa nanti. Syariat Islam sudah pasti merupakan hukum terbaik, karena diciptakan langsung oleh Allah sebagai Sang Pencipta manusia serta Sang Pengatur kehidupan manusia. Sudah saatnya umat bergerak berjuang, meraih kemerdekaan hakiki tersebut.
Namun, penerapan Islam ini hanya bisa diterapkan sempurna bila negara turut hadir dalam pelaksanaannya. Negara sebagai pembuat kebijakan sudah seharusnya menggunakan hukum syarak sebagai dasar hukum yang berlaku di masyarakat. Bila syariat Islam telah diterapkan sempurna dalam setiap lini kehidupan, niscaya kebangkitan umat teraih, impian hidup damai sejahtera juga akan terwujud nyata.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar