Anggaran Dana Pendidikan Meningkat, Mampukah Mencerdaskan Rakyat?
Skema anggaran pendidikan yang berdasarkan pada perhitungan anggaran dan bukan berdasarkan riil kebutuhan biaya pendidikan itu sendiri, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menganggap pendidikan sebagai beban yang dapat memperbesar defisit APBN.
OPINI
Oleh Enggar Rahmadani
Pegiat literasi
Muslimahkaffahmedia-Beberapa waktu lalu, sempat menjadi sorotan banyak pihak terkait wacana Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk dilakukannya formulasi ulang mandatory spending pendidikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana untuk mengubah formulasi anggaran wajib pendidikan yang sebelumnya merujuk pada belanja negara menjadi mengacu pada pendapatan negara.
Akan tetapi, usulan tersebut mendapat banyak penolakan karena mengakibatkan anggaran pendidikan akan turun cukup drastis. Jika perubahan ini diterapkan, anggaran pendidikan yang sebelumnya Rp665 triliun berdasarkan belanja negara, bisa turun menjadi sekitar Rp560,4 triliun apabila mengacu pada penerimaan negara.
Badan Anggaran (Banggar) DPR memastikan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN atau mandatory spending akan berasal dari belanja negara, bukan dari pendapatan negara seperti yang sempat diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah menjelaskan, pihaknya dan pemerintah sepakat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp724,26 triliun. Artinya, jumlah tersebut berasal dari 20% total belanja negara senilai Rp3.621,31 triliun pada tahun depan. (bisnis.com, 19-09-2024)
Kendati demikian, walaupun selama ini pemerintah sudah menganggarkan belanja untuk berbagai sektor publik dengan jumlah yang relatif meningkat dari tahun ke tahun, tetapi hasilnya pun jauh dari harapan. Salah satunya, untuk anggaran pendidikan sendiri hanya terserap sebesar 16% dari pagu APBN 2023. Belum lagi anggaran tidak digunakan secara efektif, seperti perjalanan dinas dan penyelenggaraan rapat di hotel mewah, serta adanya indikasi korupsi anggaran pendidikan. Padahal, masalah pendidikan akibat kurangnya biaya masih menjadi pekerjaan rumah, seperti biaya UKT yang makin tidak terjangkau, gedung sekolah yang rusak, dan nasib guru honorer yang jauh dari layak.
Dengan skema anggaran pendidikan yang berdasarkan pada perhitungan anggaran dan bukan berdasarkan riil kebutuhan biaya pendidikan itu sendiri, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menganggap pendidikan sebagai beban yang dapat memperbesar defisit APBN. Untuk sekarang saja masih belum cukup memenuhi kebutuhan layanan pendidikan yang gratis/murah, adil, dan merata.
Kapitalisme saat ini menjadikan pendidikan bukanlah hak dasar rakyat yang harus dipenuhi pemerintah. Faktanya, masih banyak rakyat yang belum bisa mengenyam pendidikan dasar atau wajib belajar, apalagi sampai perguruan tinggi. Padahal pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Ini adalah buah dari ekonomi kapitalisme yang berpandangan bahwa hajat hidup rakyat dijadikan objek komersial sehingga boleh diindutrialisasi.
Sedangkan dalam Islam, pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara akan menjamin hak pendidikan rakyat sejak usia dini hingga pendidikan tinggi. Negara akan mengupayakan agar anggaran tercukupi, sarana yang memadai, sumber daya manusia yang amanah dan mumpuni, serta menggunakan sistem Islam agar pendidikan bisa terselenggara dengan baik dan bisa diakses rakyat dengan gratis.
Pembiayaan pendidikan akan ditanggung negara tanpa ada campur tangan pihak lainnya. Untuk anggaran pendidikan sendiri tidak didasarkan pada pendapatan atau belanja negara, melainkan pada kebutuhan pendidikan itu sendiri. Anggaran didasarkan pada kemaslahatan umat, bukan berdasarkan kemudahan perhitungan apalagi berdasarkan kepentingan penguasa.
Penerapan ekonomi Islam yang kafah dan totalitas oleh negara akan mampu menyejahterakan rakyat tanpa campur tangan pihak mana pun. Mekanisme yang dilakukan negara yaitu: pertama, mata uang negara Islam adalah emas dan perak sehingga bebas inflasi. Kedua, di dalam negara yang menggunakan sistem ekonomi Islam, negara mengharamkan adanya riba dan hanya berfokus pada sektor ekonomi riil. Ketiga, anggaran pendapatan dan belanja negara Islam tidak mengandalkan pajak dan utang sebagaimana ekonomi kapitalisme yang rapuh. Keempat, negara Islam fokus mengelola kekayaan dan sumber daya alam negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Islam mengharamkan pihak swasta memiliki dan mengelola SDA sehingga pemerintah akan mandiri mengelola SDA tersebut.
Dengan kas yang memadai, negara dapat mengelola pendidikan secara mandiri serta semua warga akan memperoleh layanan pendidikan yang terjangkau bahkan tanpa biaya. Islam merupakan sistem kehidupan yang sangat mulia dan terbukti dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan hidup rakyatnya.
Selama 13 abad masa kejayaan Islam, sistem ekonomi Islam telah terbukti mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya hingga berabad lamanya. Sebagai contoh, coba kita tengok kegemilangan di masa Kekhalifahan Abbasiyah yang disebut sebagai masa keemasan Islam. Berbagai cabang ilmu berkembang pesat dan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat. Kebangkitan ulama dan intelektual di masa itu tidak lepas dari peran khalifah yang memberikan perhatian besar dalam pendidikan dan peradaban Islam.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar