Nabi Muhammad Teladan Berpolitik Umat
OPINI
Oleh Ummu Rufaida ALB
Pegiat Literasi dan Kontributor Media
Muslimahkaffahmedia.eu.org, INSPIRASI Rindu kami padamu ya Rasul
Rindu tiada terperih
Berabad jarak darimu ya Rasul
Serasa dikau di sini
Cuplikan lirik dari Bimbo mewakili perasaan umat akan kerinduannya pada sosok Nabi Muhammad saw.. Meski tak pernah bersua, kecintaan umat takkan pernah padam oleh jarak yang terpaut. Namun, apakah bentuk cinta kita hanya sebatas untaian kata tanpa realita?
Bulan Rabiulawal bukan hanya bulan kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw., bulan ini juga bulan berpulangnya beliau kepada Sang Kekasih. Wafatnya beliau menandakan berakhirnya masa nubuwah (kenabian) lalu beralih memasuki masa khulafaur rasyidin. Artinya tugasnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul telah usai, namun tugas kepemimpinannya sebagai kepala negara dilanjutkan oleh para sahabat r.a..
Kecintaan terhadap Baginda Nabi harus terealisasikan dalam amal praktis kehidupan umat, termasuk teladan beliau sebagai seorang kepala negara di Madinah Al-Munawwarah. Sudah saatnya umat menjadikan beliau sosok teladan dalam berpolitik. Bukan politik praktis yang terjadi dewasa ini, akan tetapi politik sebagai bentuk pengaturan atas semua urusan (hajat) umat.
Politik yang dicontohkan Nabi adalah politik yang dibangun di atas ideologi Islam. Darinya akan muncul perundangan serta peraturan dari syariat Islam, sehingga akan melahirkan ketenangan dan ketenteraman hidup. Selain itu, keberkahan akan tercurah dari langit dan bumi.
Patutkah kita mengidolakan selain Nabi Muhammad dalam berpolitik? Padahal beliau adalah utusan Allah azza wajalla yang secara khusus ditugaskan menyampaikan serta merealisasikan syariat untuk seluruh alam.
Peradaban Islam menjadi sebuah adidaya besar menggeser peradaban Persia dan Romawi. Menghapuskan segala macam kezaliman serta kerusakan akibat sistem hidup jahiliah menuju sistem hidup Islam yang bermartabat.
Sistem pemerintahan Islam meniscayakan diterapkannya seluruh syariat Islam, bukan hanya skala individu. Termasuk tegaknya hukum kisas, hudud, jinayat, dan lain-lain. Selain itu, semua pengaturan urusan umat juga diatur sesuai syariat, seperti pengelolaan tambang dan SDA, penyediaan kebutuhan dasar manusia, penjagaan terhadap akidah, harta dan jiwa.
Sementara untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, Islam memiliki metode khusus yakni dakwah dan jihad. Setelah wafatnya Rasul, sistem ini diwariskan kepada khulafaur rasyidin, Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah hingga Daulah Utsmaniyah yang berjaya sekitar 1300 tahun lamanya.
Patut disadari bahwa penyebutan kepala negara dengan khalifah atau imam, mengindikasikan ada sistem pemerintahan khusus yang tidak sama dengan sistem pemerintahan mana pun saat ini, yakni Khilafah. Pengangkatan khalifah pun dengan metode khusus, yakni pembaiatan oleh seluruh kaum muslim.
Kini warisan Rasul ini tiada, keruntuhan Khilafah Utsmani 3 Maret 1924 menandakan hilangnya perisai umat. Sudah 100 tahun baiat di pundak kaum muslim hilang, padahal Rasul berpesan kekosongan Khilafah serta baiat maksimal tiga hari tiga malam. Rasul bersabda:
"Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di pundaknya, maka ia mati dengan cara mati jahiliah." (HR. Muslim no.1851)
Selama itu pula, sistem kufur (kapitalisme) menguasai kaum muslim. Mengubah cara pandang dan cara berpikir umat hanya berorientasi pada materi duniawi. Standar perbuatan bukan lagi sesuai dengan syariat, melainkan manfaat dan maslahat sesaat. Meniadakan peran Allah azza wajalla sebagai pengatur kehidupan, dan dengan pongahnya membuat aturan hidup sendiri.
Maka, sudah selayaknya kita yang mencintai Nabi mengikuti seluruh apa yang disyariatkan dan diteladankan. Berupaya mengembalikan kembali kehidupan Islam dengan dakwah pemikiran bersifat politis.
Bergabung bersama kelompok dakwah yang fokus berjuang untuk tegaknya Khilafah. Agar kezaliman kapitalisme yang berkuasa saat ini bisa dibinasakan dan kemuliaan Islam kembali menyinari dunia. Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar