Toleransi Kok Gitu?


Toleransi dalam Islam adalah membiarkan dan tidak mengganggu umat agama lain untuk melaksanakan ibadah agamanya. 

OPINI

Oleh Arda Sya'roni 

Pegiat literasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Kemerdekaan memang telah kita raih, tetapi sayang kemerdekaan itu hanya bersifat kebebasan semu yang bersumber pada hawa nafsu belaka. Parahnya, kebebasan yang digaungkan itu bukanlah untuk umat Islam, terutama umat Islam yang taat dan memegang teguh ajaran agamanya. Perlahan tapi pasti langkah kaki umat Islam digiring menjauh dari ajaran agamanya. Kata toleransi yang digulirkan seakan memaksa umat Islam untuk tidak hanya menerima, tetapi juga turut serta dalam ritual agama lain. 


Dikutip dari CNNIndonesia.com tanggal 4/9/2024, Paus Fransiskus membahas sejumlah fenomena konflik di berbagai negara. Paus berpendapat bahwa konflik-konflik itu disebabkan oleh pihak-pihak intoleran yang berusaha memaksakan visinya ke masyarakat. Paus menyinggung penguasa yang memaksakan penyeragaman visi sehingga berujung konflik. Namun, ia tidak membahas negara atau lokasi secara spesifik. Dalam pidato itu, Paus pun membahas toleransi bangsa Indonesia di tengah keberagaman. 


Pada lawatan kali ini Paus Fransiskus tak sekedar berkunjung, tetapi juga mengadakan misa agung yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno (GBK) yang dihadiri oleh ribuan umat Kristiani. Bila kedatangan Paus selama tiga hari sejak Rabu 3/9/2024 hingga Jumat 6/9/2024 ini hanya untuk melaksanakan misa agung, mungkin tidak sampai memunculkan polemik bagi kaum muslim. Wajar bila polemik kemudian muncul karena penyambutan kedatangan Paus yang dinarasikan sebagai misi perdamaian, kemanusiaan dan toleransi ini dinilai berlebihan dan mengancam rusaknya akidah umat muslim. 


Hal ini karena adanya surat permohonan dari panitia penyambutan Paus yang dilayangkan pada kementerian agama agar memberi dukungan pada prosesi misa agung tersebut. Kementerian agama kemudian merespons permohonan tersebut dengan mengirim surat ke menkominfo agar menayangkan prosesi misa agung di seluruh TV nasional serta tidak mengumandangkan azan Maghrib seperti biasa, melainkan diganti dengan _running text_. Di samping itu dalam prosesi juga diagendakan adanya pembacaan ayat suci Al-Quran dan Injil secara bergantian. 


Aktivitas ini jelas merupakan suatu bentuk toleransi yang kebablasan karena mencampurbaurkan antara yang hak dan yang batil. Tak hanya itu, sikap beberapa kaum muslim yang menyambutnya pun bukanlah suatu bentuk toleransi, tetapi sudah dinilai kebablasan. Bagaimana tidak, para pemuka agama Islam yang hadir itu menyambut Paus sebagai orang yang diagungkan dan digambarkan sebagai sosok yang patut diteladani karena sikap kesederhanaannya. 


Sungguh sebuah ironi! Bukankah umat Islam mempunyai sosok Rasulullah sebagai suri teladan? Mengapa pengagungan itu mesti ditujukan pada kaum kafir yang jelas-jelas mengingkari Allah Swt. dan Rasulullah saw.?


Di sini tampak jelas adanya sinkretisme dan pluralisme karena ada upaya untuk mencampuradukkan ajaran agama dan menganggap semua agama adalah benar. Target di balik kunjungan Paus ini tentunya adalah permintaan global mengenai toleransi ala moderasi. Hal ini bisa dilihat dari berbagai pernyataan Paus dalam pidatonya yang merujuk pada sikap toleransi yang diharapkan agar tercipta perdamaian dunia. Ironisnya, semua pernyataan Paus direspons positif oleh para pemimpin dan masyarakat muslim, padahal ini merupakan target global kepemimpinan sekuler untuk memenangkan program moderasi beragama yang sejatinya menggerus akidah umat Islam.


Toleransi dalam Islam adalah membiarkan dan tidak mengganggu umat agama lain untuk melaksanakan ibadah agamanya. Islam juga tidak memaksa umat lain untuk ikut serta dalam ibadah umat muslim ataupun memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam karena dalam Islam diajarkan prinsip ”Lakum diinukum waliyadiin,” yaitu ”bagiku agamaku dan bagimu agamamu.” (QS Al-Kafiiruun: 6)


Pada masa Rasulullah saw., dalam naungan negara Islam hingga masa kekhilafahan terakhir, toleransi beragama berjalan harmonis tanpa adanya pergolakan. Islam dan agama lain hidup berdampingan dengan damai, padahal pada masa itu hukum yang diterapkan adalah hukum Islam. Umat Islam dengan kepribadian mereka yang unik dan menjadi ciri khas mereka sehingga membuat mereka begitu mulia dan dikagumi oleh umat lain sehingga wajar jika umat Islam menjadi panutan yang pantas ditiru. Hal ini benar-benar menunjukkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridai Allah sebagaimana tercantum dalam surah Ali Imran: 85, ”Barang siapa mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”


Oleh sebab itu, umat Islam harus bersikap kritis dan tegas sesuai tuntunan syariat terkait bahaya toleransi dan moderasi beragama yang dibawa oleh Paus dan diberi jalan oleh rezim sekuler ini. Dakwah Islam di tengah-tengah umat harus masif digulirkan karena kebenaran memang harus disuarakan. Aktivitas amar makruf nahi mungkar pun diupayakan agar lebih digencarkan sehingga umat semakin sadar akan pentingnya menerapkan syariat Allah di muka bumi ini.


Wallahualam bissawab. 


Sidoarjo, 15 September 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan