Raja Jawa



Segudang prestasi telah dikabarkan. Rakyat merasa, ini raja yang dinantikan. 

STORY TELLING 


Oleh Irma Hidayati, S.Pd.

Pegiat Dakwah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Tersebutlah kisah Raja Jawa yang berwajah natural. Dia telah berhasil memenangkan pemilihan raja. Sambutan rakyat sangatlah antusias. Segudang prestasi telah dikabarkan. Rakyat merasa, ini raja yang dinantikan. Berharap hidup lebih nyaman di bawah pemerintahannya.


Sehari setelah dilantik, ia menerima tampuk pimpinan pemerintahan. Ia menduduki singgasana dengan gagahnya. Raja mengumpulkan para penasehat, hulubalang, prajurit, punggawa, dan pengawalnya. Sepintas, dia menelisik siapa kawan siapa lawan. 


Setelah mengetahui peta politik kerajaan, ia mulai melancarkan siasatnya. Pertama, mengganti pengawal dan punggawa yang berseberangan dengan misinya. Kedua, mengamankan posisinya dengan memerkarakan para lawannya. Akhirnya, mereka tak berkutik karena tersandera berbagai kasus yang diciptakan. Ketiga, meminta dukungan kepada segenap cukong dan menawarkan jabatan sebagai pembesar kerajaan. Keempat, skenario dirancang agar rakyat selalu berpihak padanya. Walaupun kebijakannya jauh dari kata adil. Dicarilah orang-orang pintar untuk dipekerjakan di bawah kendalinya.


Ketika memimpin pertemuan di balai agung, ia menyampaikan visi misinya. Rakyat merasa bahagia karena janji-janjinya akan diwujudkan dalam waktu dekat. Rakyat yang lugu hanya bisa menunggu kabar baik dari rajanya. Namun faktanya, janji manis hanya angan belaka. Rakyat banyak yang gigit jari karenanya. Ternyata semuanya hanya pencitraan. Para pembesar kerajaan pandai mengelabui rakyat dengan janji manis belaka. Satu persatu kebohongan raja terkuak. Ia hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarganya semata. Tidak ada kebijakan yang mengangkat derajat perekonomian rakyat. Yang ada malah semakin mencekik rakyat dengan pungutan upeti yang besar.  


Tahun berganti tahun, banyak permasalahan yang dialami rakyat. Mulai dari musim paceklik, bencana alam, dan naiknya harga di pasar. Beban hidup semakin besar dan berat tetapi raja tidak menghiraukannya. Memang sang raja memberi bantuan, tetapi tidak merata kepada seluruh warga kerajaan. Rakyat merasa sengsara. Mereka baru sadar ternyata nasibnya tidak sebaik ketika dipimpin raja sebelumnya. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Rakyat jelata sudah muak dengan gayanya, tetapi apalah daya kaum lemah tak bisa mengubahnya. 


Selain itu, dampak susahnya mencari uang, banyak terjadi kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari perampokan, pembegalan, dan pembunuhan. Rakyat merasa menyesal telah memilihnya kala pemilihan itu. 


Menjelang akhir jabatannya, raja mulai mengeluarkan kebijakan yang kontroversi. Mengubah peraturan keprajuritan. Menjadikan para prajurit semakin berkuasa kepada rakyat kecil. Raja menginginkan adanya warisan darinya sehingga ia bisa dikenang banyak orang.


Singkat cerita, sebelum lengser keprabon, raja mengungkapkan bahwa ekonomi kerajaan akan maju pesat. Kerajaan bisa menjadi superpower baru di bidang ekonomi di jagad ini. Mengiringi kejayaan kerajaan-kerajaan yang sudah maju lebih dulu.


Apakah ini termasuk siasatnya supaya tidak dikritik oleh rakyat? Bahwa sang raja telah berhasil mengantarkan kemajuan kerajaannya? Lagi-lagi pencitraan dilakukannya. Padahal kenyataannya rakyat jelata menderita. Hasil sawah dan kebun tidak membuahkan hasil yang maksimal. 


Inilah kisah raja yang pongah, mengedepankan hawa nafsu belaka. Sarat kebohongan dan tipu muslihat. Ingin tampil menjadi raja yang adil di depan rakyatnya. Nyatanya palsu dan pencitraan semata.


Wahai raja dan para pembesar, ingatlah! Setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Muddassir ayat 38:


كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ


Adapun artinya adalah setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.


Jadi jagalah amanah yang diberikan. Jangan aji mumpung. Mumpung berkuasa lalu mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.


Inilah gambaran lemahnya taraf berpikir manusia. Menjadi salah satu dasar penyebab para pemimpin yang berkhianat. Manusia dibekali akal sebagai penentu benar dan salah. Juga berfungsi sebagai alarm bahaya jika perilakunya menyimpang. Dengan dibekali ilmu tentang akidah yang benar, maka akal menuntunnya untuk amanah. 


Lemahnya iman juga menjadikan manusia menjadi rakus dan tamak. Ketika kekuatan iman terwujud dalam diri maka pasti akan berusaha keras untuk menghindari sifat buruk ini. Sesuai hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, "Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima tobat siapa saja yang mau bertobat."


Walaupun persoalan hidup mengimpit, tidak menjadikan tindak kejahatan sebagai solusi. Begitulah ketika sistem kehidupan bersandar pada kebebasan dalam berperilaku, menafikan agama, maka sifat tamak akan tetap ada. Saatnya agama menjadi tuntunan dalam kehidupan. Sebagaimana Allah Swt. telah berfirman  dalam surah Al-Maidah ayat 50 yang artinya, apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? Maka berdasarkan dalil ini tentu akan lahir pemimpin yang amanah.

Wallahualam bissawwab 


#HappyNulis10Hari

#KelasAlumniAMK

#PenulisHebatAMK

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan