Sekolah Tanpa Gedung, Potret Buruknya Pendidikan Negeri Ini
Sekolah tapi tak punya gedung, adalah hal yang membuat hati miris.
OPINI
Oleh Khaulah
Aktivis Dakwah
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Sejak berdiri pada tahun 2018 sampai hari ini, SMP Negeri 60 Kota Bandung masih menumpang di SD Negeri Ciburuy karena belum memiliki gedung sekolah sendiri. Tujuh rombel menggunakan ruang kelas SD Negeri Ciburuy, sedangkan dua lainnya melakukan aktivitas KBM di taman sekolah, di bawah pohon rindang. Para guru terpaksa menggilir rombel yang belajar di luar ruangan sehingga sembilan rombel sama-sama merasakan. (metrotvnews.com, 28/09/2024)
Humas SMP Negeri 60 Kota Bandung, Rita Nurbaeni mengaku sudah mengajukan permohonan gedung kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung. Namun, hingga saat ini belum diketahui pasti perkembangan permohonan tersebut. Pihak sekolah sebenarnya telah mendapatkan bantuan peralatan belajar seperti kursi, meja, serta laptop, dari Dinas Pendidikan Kota Bandung. Namun, keterbatasan ruangan membuat fasilitas tersebut tidak dapat digunakan. Bagaimana mungkin menggunakan kursi dan meja, sedangkan ruangannya saja masih menumpang di sekolah lain?
Sekolah tapi tak punya gedung, adalah hal yang membuat hati miris. Apalagi ini terjadi sejak sekolah itu berdiri. Selain SMP Negeri 60 Kota Bandung, ada tujuh sekolah lainnya di Kota Bandung dengan nasib serupa. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Mengingat begitu luasnya negeri ini, bisa jadi masih banyak sekolah dengan kondisi yang sama namun luput dari sorotan media.
Pemerintah Tidak Berpihak terhadap Rakyat
Jika kita telisik, amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, negara bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, setiap warga negara berhak mendapatkan jaminan atas pendidikan lengkap dengan sarana prasarananya. Biaya pendidikan murah agar terjangkau bagi masyarakat ekonomi kurang mampu. Namun, jika faktanya kita dapati ada sekolah tanpa gedung, maka patut dipertanyakan, "Apakah negara telah menjalankan amanah pembukaan UUD 1945 tersebut, yang tidak sedikit kita jumpai di lapangan hari ini ?
Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan bahwa pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dan penentu kemajuan negara. Dengan pendidikan dapat diperoleh SDM yang luar biasa. Dalam hal ini, konsekuensinya adalah pemerintah perlu menganggarkan dana besar untuk pembiayaan pendidikan. Sayangnya, dalam penerapan sistem pengelolaan kenegaraan hari ini, negara tidak sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Jargon sekolah didirikan untuk rakyat, namun faktanya jauh dari harapan rakyat.
Negara memang sudah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan, bahkan dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan. Sayangnya, anggaran yang besar tidak terserap dengan baik, dan tidak menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan. Kecilnya gaji guru serta minimnya pengadaan prasarana belajar mengajar di negeri ini masih saja terjadi. Maka jelas, anggaran yang besar tidak mengindikasikan baiknya sistem pendidikan. Bisa jadi karena salah kelola, atau dana yang ada malah berpotensi menjadi ajang korupsi.
Begitulah pendidikan dalam sistem yang paradigma berpikir pemimpinnya bukan untuk mengurusi kebutuhan hidup rakyat. Masalah sarana dan prasarana saja tidak terselesaikan bertahun-tahun lamanya. Negara menggunakan standar untung rugi dan tidak memandang pentingnya SDM unggul sebagai wujud keberhasilan pendidikan. Lantas, bagaimana nasib pendidikan berikut nasib generasinya jika negara abai seperti ini? Akankah menjadi generasi emas di dua puluh lima tahun mendatang?
Pendidikan Menurut Pandangan Islam
Dalam paradigma Islam, pendidikan merupakan kebutuhan pokok rakyat. Negara berkewajiban penuh dalam pengadaan semua kebutuhan di sektor pendidikan, baik sarana maupun prasarananya. Oleh karenanya, negara akan memfasilitasi dengan anggaran yang bersifat mutlak. Dananya bersumber dari Baitulmal. Untuk melaksanakan perannya sebagai ra'in bagi rakyatnya, maka negara melayani dengan cara terbaik, sesuai tuntunan syara. Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Negara dalam paradigma Islam tidak hanya membangun ruang kelas, namun melengkapinya dengan laboratorium, perpustakaan, asrama siswa, layanan internet, ruang guru, ruang tata usaha, serta bangunan lainnya, demi terlaksananya aktivitas belajar mengajar secara optimal. Tercatat dalam sejarah, Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pernah mendirikan Madrasah an-Nuriah di Damaskus pada abad ke-6 H. Sekolah ini dilengkapi dengan fasilitas lain, seperti perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi. Sungguh luar biasa, sangat jauh berbeda bila dikomparasikan dengan fakta pendidikan di negeri ini.
Lantas, bagaimana negara Islam memenuhi kebutuhan anggaran pendidikannya? Dalam hal ini, syara telah menetapkan berbagai sumber pendapatan negara. Seluruh pembiayaan pendidikan diambil dari kas Baitulmal, yakni dari pos milkiyyah ‘amah (pengelolaan harta milik umum). Jika kas baitulmal kosong, tapi dibutuhkan anggaran mendesak untuk pendidikan, maka negara akan menarik sumbangan sukarela dari kaum muslimin yang kaya. Pungutan ini bersifat sementara sampai kebutuhan pendidikan terpenuhi.
Walhasil, pendidikan dalam paradigma sistem Islam merupakan salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia. Untuk itu, anggaran besar dialokasikan guna memenuhi pembiayaan pelaksanaan pendidikan, juga digunakan dalam hal pengawasan, di samping negara akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku korupsi anggaran. Dengan demikian, negara Islam tidak akan abai dalam pengurusan terhadap rakyatnya. Para penguasa akan bersungguh-sungguh menjadi ra'in bagi rakyatnya. Mereka menyadari wajibnya melaksanakan amanah sebagai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Wallahualambissawab.
Komentar
Posting Komentar