Wakil Rakyat, Sudahkah Merakyat?
Anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada penguasa nyatanya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan
OPINI
Oleh Rina Ummu Meta
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org-Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tau nyanyian lagu setuju
Sebait lirik lagu di atas merupakan karya dari Iwan Fals yang bertajuk "Surat Buat Wakil Rakyat". Lagu tersebut berisi kritikan dan sindiran terhadap kinerja DPR era 1990-an. Liriknya menggambarkan harapan rakyat kepada wakil rakyat agar mencari solusi atas seluruh persoalan dan bekerja lebih baik demi kepentingan rakyat. Bukan hanya menjadi kacung penguasa yang selalu membebek dalam menyetujui kebijakan serta memikirkan kepentingan pribadi dan elit politik tetapi tidak berpihak pada rakyat.
Apa yang digambarkan dalam lagu tersebut faktanya masih terjadi hari ini. Anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada penguasa nyatanya lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan daripada urusan rakyat. Terbukti dari aturan dan undang-undang yang mereka buat tidak berpihak kepada rakyat.
Di tengah kondisi masyarakatnya yang mengalami kemiskinan ekstrim, para anggota dewan sibuk memikirkan kepentingan pribadi dan golongan/partainya. Mereka membuat kebijakan yang hanya menguntungkan golongan tanpa peduli pada kondisi rakyat. Padahal sebelum menjabat, suara rakyat mereka cari bahkan dibeli. Namun setelah menjabat mereka lupa janjinya kepada rakyat.
Seperti yang terjadi di DPR periode 2024-2029 ini, mereka akan mendapat tunjangan perumahan berkisar antara Rp30.000.000,- sampai Rp50.000.000,- yang akan digelontorkan bersama gaji dan tunjangan lainnya. Tunjangan tersebut merupakan tunjangan pengganti dari fasilitas rumah dinas.
Rumah dinas yang berada di Kalibata Jakarta Selatan maupun rumah dinas di Pos Pengumben, Ulujami, Jakarta Barat tidak akan ditempati oleh anggota DPR lagi. Alasannya adalah rumah dinas tersebut sudah tidak layak sebagai hunian karena sebagian besar kondisi rusak parah dan tidak layak untuk ditempati. Nantinya rumah dinas tersebut akan dikembalikan kepada negara. Hal ini diungkapkan oleh Indra Iskandar, Sekjen DPR. Menurut peneliti dari Indonesian Parliamentary Center, Arif Adiputro hal ini tidak ada urgensinya dan merupakan pemborosan APBN. (bbcnews.com, 05/10/2024)
Tentu saja kebijakan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, di tengah kondisi rakyat yang menderita kemiskinan, jangankan membeli atau membangun rumah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun masih susah. Sementara di sisi lain, wakil rakyat diberikan tunjangan perumahan yang jumlahnya fantastis. Namun sangat disayangkan, kinerja wakil rakyat tak sebanding dengan fasilitas dan tunjangan yang diperoleh.
Wakil Rakyat dalam Sistem Demokrasi
Inilah kenyataan pahit yang harus diterima oleh rakyat ketika negara menerapkan sistem demokrasi kapitalis. Dalam sistem ini, wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, tetapi karena jabatan, ketenaran, atau kekayaannya dalam mekanisme politik transaksional. Maka lahirlah politikus-politikus kapitalis yang rakus, apatis, dan tidak empati terhadap rakyat. Dalam politik ini, kebijakan yang dibuat berdasarkan pada kepentingan pribadi atau golongan tanpa menghiraukan beban penderitaan rakyat.
Hal ini dikarenakan pada saat mencalonkan sebagai wakil rakyat mereka mengeluarkan mahar politik dan dana kampanye yang mahal. Mereka menghalalkan segala cara agar bisa mengembalikan modal dan meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dalam jangka waktu lima tahun. Salah satunya dengan mengesahkan kebijakan yang pro kepentingan mereka.
Jabatan dalam Sistem Islam
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam jabatan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Rasulullah saw., menjelaskan dalam sebuah hadis,
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik. Serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim)
Wakil rakyat dalam Islam disebut sebagai Majelis Ummah. Mereka terdiri dari orang-orang yang dipilih oleh umat sebagai perwakilan. Majelis Ummah sebagai tempat merujuk pemimpin negara meminta nasehat atau pendapat dalam musyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan umat.
Majelis Ummah murni mewakili umat atas dasar keimanan yang bertugas sebagai penyambung lidah rakyat kepada penguasa, menyampaikan aspirasi rakyat, dan melakukan koreksi terhadap penguasa jika melakukan kesalahan. Namun mereka tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan. Karena aturan yang digunakan adalah aturan dari Allah Swt., yaitu Al Qur'an dan Hadis.
Dalam Islam, pemimpin yang tidak amanah, menipu, dan menyusahkan rakyatnya akan mendapatkan azab yang pedih. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
"Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka neraka tempatnya." (HR. Ahmad)
Menjadi seorang pemimpin bukanlah tugas yang mudah. Dalam Islam, pemimpin memiliki tugas utama untuk melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjalankan sunah Rasul. Pemimpin harus menjadi sosok yang mengayomi dan melayani rakyatnya karena sejatinya ia pelayan umat (raa'in).
Allah Swt. telah menciptakan manusia mulia sebagai suri tauladan seluruh umat yaitu Rasulullah saw. Beliau saw. adalah figur pemimpin terbaik sepanjang zaman. Jika sistem Islam kafah diterapkan, maka seluruh pemimpin termasuk wakil rakyat akan menjadikan Rasulullah saw., sebagai teladan pemimpin. Dengan demikian setiap pemimpin akan menjalankan tugas dan kewajibannya menjadi pelayan umat sesuai syariat. Selanjutnya jika Al Qur'an dan Sunah diterapkan sebagai pedoman hidup, niscaya Allah Swt. akan menurunkan keberkahan di langit dan di bumi.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar