Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan


Kesulitan-kesulitan itu terjadi karena ditegakkannya sistem kapitalis yang membawa bi’ah keterpisahan semua urusan kehidupan dengan agama.

OPINI

Oleh Sri Handayani

Aktivis Dakwah



Muslimahkaffahmedia.eu.org-Betapa kuyu wajah Manar Simbolon (54) setelah Unit Reserse Kriminal (Reskrim) Polsek Patumbak  menangkapnya usai 30 menit sebelumnya membunuh sesama tukang becak bernama Berlin Sihombing (57) di Jalan Sisingamangaraja Medan, Simpang Bajak V, Kelurahan Harjosari II, Medan Amplas. Manar Simbolon  ditangkap bersama barang bukti sebuah pisau yg dipakai untuk membunuh korban (Tribun-Medan.com, 19-10-2024).


Kanit Reskrim Polsek Patumbak Iptu M Yusuf Dabutar mengatakan, pelaku mengakui perbuatannya yaitu menusuk perut rekan seprofesinya menggunakan pisau yang dibeli sebelum kejadian. Pasal yang dikenakan adalah pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP ditambah pasal 338 KUHP) dan terancam bui seumur hidup 


Pertikaian diakibatkan karena pelaku sakit hati atas tindakan yang sering dilakukan oleh Berlin yaitu menggeber–geber motor setiap kali ia mendapatkan penumpang. Senin pukul 12.20 WIB pelaku tidak bisa bersabar lagi atas penghinaan yang acap kali diterimanya, ia menemui korban untuk mengatakan bahwa dirinya tidak senang atas tindakannya yang selalu menghinanya saat menerima penumpang, sehingga membuat keduanya terlibat cekcok. Korban yang sudah mengetahui pelaku membawa pisau, malah menantang sambil membuka bajunya sampai sedada hingga terjadilah peristiwa naas tadi.


Susahnya Bersabar dalam Kapitalisme Sekuler


Ketika Allah Swt. memberikan rezeki ada hal-hal yang memang perlu diumumkan dengan maksud untuk mensyukuri. Hamba yang bersyukur atas pemberian-Nya, diberi janji bahwa Allah Swt. akan menambah nikmat-Nya. Maknanya bahwa apa yang didapatkannya  semata-mata berasal dari Allah Swt.. Itulah mengapa ketika bersyukur yang diucapkan adalah kalimah Tahmid yaitu Alhamdulillah. Hal itu karena Allah yang Maha Terpujilah yang menyebabkan rezeki itu turun. 


Mendapatkan rezeki bisa karena jalan yang benar maupun jalan yang tidak benar karena rezeki artinya pemberian. Pemberianlah yang menyebabkan kepemilikan pada pihak yang diberi. Sedangkan yang dinamakan pemilikan adalah penguasaan sesuatu dengan mekanisme tertentu untuk memperoleh harta yang diperbolehkan syariat. 


Rezeki dapat berupa rezeki halal bisa juga rezeki haram, dua-duanya dinamakan rezeki . Misalnya, upah yang diperoleh seorang penambal ban. Begitu pula harta yang diperoleh seorang penjual miras. Semuanya adalah harta pemberian Allah Swt. kepada kedua orang itu, saat mereka mengeluarkan tenaganya dalam mengusahakan suatu pekerjaan yang biasanya dapat mendatangkan rezeki. Karena itu perlu aturan agama agar pekerjaan yang dilakukan menghasilkan rezeki halal dan diperoleh dengan rasa aman. 


Ketika Islam diterapkan pemerintah akan memudahkan seseorang untuk mencari nafkah sesuai perintah agama dan aturan negara. Negara juga akan memotivasi serta memberikan peluang-peluang agar masyarakat yang menjadi pihak yang diurusi mudah mendapatkan pekerjaan. Tetapi, negara juga memberikan ancaman yang serius jika masyarakat bekerja dengan melanggar aturan agama.


Dalam sistem kapitalis keinginan rakyat untuk bekerja kurang diperhatikan. Hal itu terjadi karena pemilik modal lebih memiliki kekuatan untuk mempengaruhi setiap keputusan yang diambil pemerintah. Akibatnya banyak lapangan kerja yang seharusnya menjadi hak rakyat malah diberikan kepada yang lain. Rakyat harus menciptakan lapangan kerja sendiri dengan kompensasi yang sangat murah. Keadaan ini tidak seimbang dengan tuntutan hidupnya. Karena itulah masyarakat stres. Bayangkan! untuk memiliki rumah harganya mahal, mau menabung apa yang di tabung jangankan menabung, memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit.


Tinggal di emper toko pun tidak boleh bangun lebih siang dari satpam maupun pekerja di toko. Apalagi lebih siang dari pemiliknya. Bisa-bisa besok hari tidak ada tempat untuk sekadar melepas penat di malam hari. Tentu semua ini adalah stressor yang harus benar-benar kuat dalam menghadapinya. Karena hal-hal tersebutlah yang bisa mengurangi kesabaran.


Tentulah bukan hal yang mudah mengendalikan emosi karena faktor pembuat emosi yang ada di kehidupan. Dalam sistem yang tidak islami saja sudah bejibun. Apatah lagi bullying yang dilakukan orang lain hanya karena perbedaan rezeki yang diterima. Bukankah orang yang menerima rezeki tak akan bertambah rezekinya karena membunyikan knalpotnya kencang-kencang saat dirinya mendapat penumpang seperti dalam kasus Manar dan Berlin? 


Sifat sabar juga merupakan hal yang susah dalam keadaan masyarakat tidak dimotivasi dengan benar mengenai rezeki yang datang kepada setiap orang, bahwa sekalipun saat itu Allah Swt. belum memberikan rezeki tetapi Ke Maha Rahman dan Rahiman-Nya akan memberi kecukupan pada setiap hamba tanpa pandang bulu dalam waktu yang tidak lama. Sabar juga menjadi sesuatu yang sulit ketika harusnya manusia mengambil sikap ini, yaitu sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat.  


Kesulitan-kesulitan itu terjadi karena ditegakkannya sistem kapitalis yang membawa bi’ah keterpisahan semua urusan kehidupan dengan agama. Sebagai akibatnya urusan sikap yang harus dikembangkan manusia dibatasi pada nilai kemanfaatan. Tidak pada nilai ruhiyah. Dalam sistem kapitalis ketika  hendak mencapai tujuan hanya dibatasi aturan yang dibuat manusia karena kesepakatan-kesepakatan. Selama perbuatannya tidak diatur dalam UU maka tidak ada hukum atas mereka. Peluang inilah yang akan dimanfaatkan kaum kapitalis untuk menghalalkan segala cara sekalipun melanggar prinsip kemanusiaan selama tidak diatur dalam Undang-undang


Menegakkan Kesabaran


Pada hakikatnya, kesabaran itu tidak memiliki batas. Ia harus ada selamanya sekalipun manusia hidup di jaman Kapitalis maupun Islam. Karena itu yang memungkinkan agar tidak perlu menambah faktor stressor supaya terhindar dari godaan yaitu dengan memiliki circle pertemanan yang positif. 


Sabar tidak berbatas, tetapi manusia yang mempunyai keterbatasan saat dirinya berhenti dalam bersabar. Kesabaran tak terbatas karena Allah Ta’ala menyediakan pahala tidak terbatas bagi siapa saja yang mau dan mampu bersabar.


Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ 


Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pada mereka pahala mereka yang tiada batas.” (QS. Az-Zumar: 10)


Di hari akhirat hanya orang-orang yang sabarlah yang akan diberi pahala tanpa batasan, hitungan, dan kadarnya. Selainnya tidak. 


Imam Ghazali dalam kitabnya, Mukasyafatul Qulub, menyebutkan bahwa Sabar dapat dibagi menjadi 3 kategori. Sabar dalam ketaatan, sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat, dan sabar dalam menghadapi musibah (BincangSyariah.com,15-3-2019). Ketiganya memiliki status hukum wajib. Jadi, sabar hukumnya wajib.


Seorang muslim di dalam Islam harus hidup dalam suasana yang mendukungnya untuk melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya Sedangkan sabar  merupakan perintah agama sebagaimana salat.


Sesungguhnya dalam Islam sabar akan lebih mudah untuk dijalankan karena faktor-faktor pembuat stres tidak banyak. Bahkan karena alasan harus hidup dalam suasana yang mendukung keislaman ini pula seorang muslim harus tinggal di negeri yang menerapkan aturan-aturan Allah Swt.. Jika tidak ada maka mereka harus berupaya menegakkannya. Hidup di lingkungan yang demikian akan menjaga agama (Hifdz ad-Din) termasuk di dalamnya sabar, menjaga jiwa (Hifdz an-Nafs), yaitu tidak mudah tumpah darah jika tidak dengan alasan yang benar, menjaga harta (Hifdz al-Mal), menjaga akal (Hifdz al-Aql), dan menjaga keturunan (Hifdz an-Nasl) mereka. 


Tidakkah dengan menerapkan perintah Allah Swt. manusia akan hidup damai tanpa diganggu maupun mengganggu orang lain?


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan