Marak Predator Anak Bukti Negara Abai Melindungi Rakyat

 


Individu yang tumbuh dalam sistem sekuler sering kali hanya mengejar kepuasan materi atau nafsu tanpa memikirkan akibat buruk bagi orang lain, termasuk anak-anak. Dalam lingkungan seperti ini, predator anak menemukan "ruang bermain" yang luas, tanpa rasa takut akan konsekuensi yang serius.


OPINI 


Oleh Nur Hasanah 

Akitivis Dakwah Islam


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Anak-anak adalah amanah berharga dan generasi penerus yang akan menentukan masa depan suatu bangsa. Namun, ancaman terhadap keselamatan anak justru semakin marak. Perkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak terus meningkat.

Dilansir dari kompas.com tanggal 17 November 2024, Anak umur 14 tahun mengalami perkosaan dan pelecehan di Kabupaten Aceh Utara. Kasus ini menambah deretan kasus-kasus predator anak yang terus meningkat dan mencoreng rasa kemanusiaan serta moralitas masyarakat. 

Sayangnya, baik keluarga, masyarakat, maupun negara, yang seharusnya menjadi benteng perlindungan utama bagi anak, justru gagal menjalankan peran mereka dengan optimal. Negara yang seharusnya hadir sebagai pelindung, justru abai terhadap isu moral dan membiarkan penyebab munculnya predator anak berkembang tanpa pengawasan. Selain itu, lemahnya keimanan individu dan buruknya standar interaksi masyarakat turut memperparah keadaan. 


Sekularisme dan Kerusakan Moral Masyarakat

Sekularisme adalah akar masalah utama dalam fenomena ini. Dengan memisahkan agama dari kehidupan, nilai-nilai moral yang bersumber dari Allah tidak lagi menjadi landasan. Sistem ini memberikan ruang luas bagi ideologi liberal yang mengagungkan kebebasan tanpa batas.

Dalam konteks hubungan sosial, konsep ini telah memunculkan standar interaksi yang jauh dari nilai-nilai mulia. Pornografi dan pornoaksi, menjadi konsumsi publik yang sulit dibendung. 

Akibatnya, naluri manusia yang seharusnya dijaga dalam koridor syariat menjadi liar dan destruktif.

Individu yang tumbuh dalam sistem sekuler sering kali hanya mengejar kepuasan materi atau nafsu tanpa memikirkan akibat buruk bagi orang lain, termasuk anak-anak. Dalam lingkungan seperti ini, predator anak menemukan "ruang bermain" yang luas, tanpa rasa takut akan konsekuensi yang serius. Terlebih, lemahnya penegakan hukum sering kali membuat mereka merasa kebal dari jerat sanksi yang tegas.


Negara Abai Melindungi Rakyat

Negara, yang seharusnya berperan sebagai pelindung utama rakyatnya, termasuk anak-anak, tampak tidak memiliki perhatian serius terhadap ancaman predator anak. Sistem pendidikan yang lemah, sanksi yang tidak membuat jera menjadi bukti konkrit pengabaian peran negara.

Pendidikan sekuler yang hanya berfokus pada capaian akademik dan ekonomi telah melupakan aspek pembentukan karakter berbasis iman dan moral. Anak-anak tidak dibekali dengan pemahaman agama yang kuat sejak dini, sehingga mereka rentan menjadi korban eksploitasi atau bahkan tumbuh menjadi pelaku kejahatan.

Hukuman terhadap predator anak sering kali dianggap terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Tidak ada hukuman yang benar-benar dapat menghentikan pelaku atau mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.

Negara membiarkan faktor-faktor yang menjadi akar masalah, seperti pornografi, prostitusi, dan akses internet tanpa filter, berkembang pesat. Alih-alih melindungi anak-anak dari paparan buruk ini, kebijakan negara justru mendukung industri yang memperburuk moralitas, misalnya dengan membiarkan konten eksplisit bebas diakses.


Kegagalan Keluarga dan Masyarakat

Dalam sistem sekuler, keluarga dan masyarakat juga kehilangan arah dalam menjalankan peran sebagai pelindung generasi. Lemahnya keimanan di lingkungan keluarga dan standar interaksi yang buruk di masyarakat menjadi faktor penunjang. 

Banyak keluarga gagal menanamkan keimanan yang kokoh pada anak-anak mereka. Orang tua yang sibuk mencari nafkah sering kali abai terhadap pendidikan agama anak-anak mereka, sehingga anak tidak memiliki filter moral yang kuat. Masyarakat tidak lagi memiliki kontrol sosial yang berbasis nilai agama. 

Kejahatan sering dianggap sebagai masalah individu semata, bukan masalah kolektif yang harus ditangani bersama. Banyak yang memilih untuk "diam" daripada melapor atau mencegah kejahatan yang terjadi di sekitarnya.


Islam Perlindungan Paripurna bagi Anak

Berbeda dengan sistem sekuler, Islam menawarkan solusi menyeluruh yang melibatkan tiga pilar utama perlindungan terhadap anak yaitu, individu, masyarakat, dan negara. Ketiganya bekerja secara sinergis untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak.

Pertama, pilar ketakwaan individu. Islam menanamkan ketakwaan pada setiap individu sebagai benteng pertama dalam melindungi anak. Seorang Muslim yang bertakwa akan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, sehingga ia tidak akan berani melakukan kejahatan, termasuk kepada anak-anak.

Kedua, pilar keluarga dan kontrol masyarakat. Keluarga dalam Islam memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai akhlak mulia kepada anak-anak. 

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6)

Dalam masyarakat Islam, kontrol sosial juga sangat kuat. Kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat dianggap sebagai tanggung jawab bersama, sehingga setiap individu akan saling menjaga dan mencegah keburukan.

Ketiga, peran negara. Negara wajib melakukan penegakan hukum yang tegas dan menjerakan. Negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dari segala ancaman, termasuk kejahatan terhadap anak. 

Islam menerapkan hukum hudud yang tegas dan menjerakan, seperti hukuman qisas atau ta’zir, yang efektif mencegah pelaku melakukan kejahatan serupa. Selain itu, negara Islam akan menghapus faktor penyebab kejahatan, seperti pornografi dan prostitusi, melalui pengaturan media dan penerapan kebijakan yang berbasis syariat.

Ketiga pilar ini hanya dapat terwujud jika Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan. Negara Islam atau Khilafah akan memastikan bahwa setiap kebijakan, baik dalam pendidikan, ekonomi, sosial, maupun hukum, berpijak pada syariat. Dengan demikian, lingkungan yang tercipta akan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.

Negara Islam akan menerapkan kurikulum pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keimanan sejak dini. Negara juga akan mengontrol media dan teknologi agar tidak menjadi sarana penyebaran konten yang merusak moral. Selain itu, dengan penegakan hukum Islam, setiap pelaku kejahatan akan dihukum dengan adil dan tegas, sehingga keamanan masyarakat dapat terjamin.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan