Mengakhiri Tebang Pilih Penegakan Hukum Korupsi



 Pemerintah mestinya menjamin penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi harus dilaksanakan secara adil dan tidak tebang pilih. 

OPINI 

Oleh Tety Kurniawati 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Impor gula kini menjadi perhatian publik, usai mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong terlibat dalam kasus korupsi impor gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan antara tahun 2015 dan 2016.

Diketahui, Indonesia terus mengimpor gula dalam jumlah dan nilai besar kurun waktu 2014 hingga 2023 dan melintasi periode enam Menteri Perdagangan. (cnbcindonesia.com, 03-11-2024)


Tebang Pilih Kasus Korupsi


Kasus jet pribadi Kaesang Pangarep yang dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan gratifikasi, tengah mendapat sorotan publik. Pasalnya, dugaan intervensi dalam kasus ini kian mengerucut. Seiring alasan KPK menetapkan pemakaian fasilitas tersebut bukan termasuk gratifikasi. Alasannya, karena Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dengan orang tuanya. Padahal sebagai putra penyelenggara negara, fasilitas yang diberikan bisa diasumsikan sebagai gratifikasi.


Perbedaan perlakuan terhadap kasus Tom Lembong dan Kaesang menjadi bukti tak terbantahkan terkait keberadaan praktik tebang pilih dalam pengusutan kasus korupsi. Ada respons berbeda yang diberikan negara terhadap para pencari keadilan. Di mana posisi politik yang bersangkutan menjadi acuan. Penegakan hukum cenderung tajam ke bawah, tumpul ke atas. Tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Akibatnya, pengusutan kasus korupsi tidak pernah tertuntaskan. 


Pemerintah mestinya menjamin penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi  harus dilaksanakan secara adil dan tidak tebang pilih. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan serta menghentikan penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan politik.


Dampak Sistemis


Praktik tebang pilih dalam pengusutan korupsi semacam ini merupakan keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalisme. Ketiadaan kontrol agama terhadap perilaku manusia membuat kekuasaan yang ada cenderung korup dan menghalalkan segala cara dalam memperoleh kekayaan dan memenuhi hasrat keduniawian. Termasuk dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.


Hal ini berkelindan dengan tata pemerintahan demokrasi yang memberi kekuasaan pada manusia untuk membuat aturan. Dampaknya, aturan dibuat untuk mengakomodir langgengnya kekuasaan. Korupsi pun jadi keniscayaan. 


Sistem hukum dan persanksian dibuat dan ditafsirkan sesuai kepentingan pemegang kekuasaan. Jerat hukum hanya berlaku untuk lawan politik, sementara kawan politik dipastikan aman dari jerat hukuman. Kekuasaan tidak tunduk pada hukum, tetapi justru mempermainkan hukum. Korupsi tidak tertuntaskan karena tebang pilih senantiasa terjadi secara berkelanjutan.


Islam Memberantas Korupsi


Islam menetapkan korupsi sebagai tindakan yang diharamkan dan pelakunya jelas berdosa. Rasulullah bersabda, "Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul)." (HR. Abu Dawud) Juga dalam hadis, "Barang siapa berlaku ghulul maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi pada hari kiamat." (HR. At-Tirmidzi)


Tidak cukup di tataran konsep, Islam memberantas korupsi secara konkret melalui pembentukan akidah Islam pada tiap individu rakyat melalui sistem pendidikan, halaqah para ulama, dakwah para dai, dan konten islami, baik di media massa maupun media sosial. Dengan demikian, terwujud kontrol masyarakat yang selalu menjadikan tiap individu rakyat senantiasa taat pada syariat dan menjauhi maksiat, termasuk tindak korupsi.


Sistem perekrutan pejabat dalam Islam, pada saat yang sama dijalankan sesuai ketentuan syariat. Karena itu, bisa dipastikan hanya individu yang taat, amanah, dan adil saja yang akan direkrut. 


Secara berkala harta kekayaan para pejabat akan diaudit oleh khalifah jika ada kenaikan tak wajar antara jumlah kekayaan sebelum dan sesudah menjabat. Oleh karena itu, para pejabat negara tersebut harus  mempertanggungjawabkan asal harta tersebut. Jika tidak mampu, hartanya akan disita oleh negara dan dimasukkan ke baitulmal.


Islam menetapkan bahwa negara wajib menerapkan hukum dengan adil dan tanpa tebang pilih. Siapa pun yang terbukti korup meski keluarga pejabat harus dihukum. Mereka akan diumumkan (tasyhir) di media massa sebagai sanksi sosial. Sementara itu, kadi  akan menetapkan sanksi takzir bagi koruptor. Hukumannya berdasarkan hasil ijtihad khalifah atau kadi sebagai wakilnya dalam menangani tindak pidana, khususnya kasus korupsi. Penerapan mekanisme Islam seperti ini yang akan memastikan seluruh negeri terbebas dari korupsi. 


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan