Lagi-lagi Ejekan Berujung Maut, Kapitalisme Hilangkan Nurani
Ejekan yang dilakukan bukan sekedar candaan. Namun, sudah mengarah kepada pembullyan.
OPINI
Oleh Dewi Noviyanti
Aktivis Dakwah
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI-Senggol bacok, itulah kata-kata yang populer saat ini, menggambarkan keimanan masyarakat yang semakin menipis setipis tisu. Hampir setiap hari kita mendengar berita kriminal, pembunuhan yang terkadang bermula dari hal sepele.
Pada Senin, 9 Desember 2024 Rudi Sihaloho (40) melakukan penikaman terhadap tiga anak tetangganya yang masih balita. Peristiwa tragis ini terjadi di Gg Dahlia, Jl Masjid, Desa Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang. Akibat dari peristiwa tersebut, dua korban meninggal dunia, yaitu Owen Simarmata (4) dan Daren Simarmata (1,5). Sementara korban yang bernama Natan Simarmata (7), dalam kondisi kritis dan masih dirawat di rumah sakit. (Tribunnews, 10/12/2024).
Menurut keterangan dari Faisal Kepala Dusun 13 Bandar Khalipah mengatakan, dugaan motif di balik tindakan nekat Rudi karena dipicu rasa sakit hati, akibat ejekan yang sering dilontarkan oleh anak- anak tersebut. Sebelumnya, antara orang tua korban dan pelaku sempat cekcok, terkait anak-anaknya yang sering mengejek pelaku, karena tidak bekerja.
Kasus seperti ini bukanlah pertama kali terjadi. Belum hilang dari ingatan, peristiwa maut yang terjadi di antara sesama penarik becak, pada Jumat 18 Oktober 2024 lalu. Manar simbolon (54) juga tega menghabisi nyawa rekan seprofesinya yakni Berlin Sihombing (57) hanya karena kesal dan sakit hati akibat sering diejek. Korban sering ngegas becaknya di hadapan pelaku ketika dia mendapat penumpang.
Mencermati kasus-kasus tersebut, bisa disimpulkan bahwa ejekan yang dilakukan bukan sekedar candaan. Namun, sudah mengarah kepada pembullyan, kekerasan verbal yang bisa menimbulkan tekanan mental. Apalagi ejekan itu dilakukan oleh anak-anak, yang seharusnya mereka lebih menjaga sikap, dan sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Lantas, di manakah peran orang tua yang seharusnya mendidik, mengajarkan akhlak serta adab yang baik kepada anak-anaknya?
Kapitalisme Gagal Menjamin Kewarasan
Jika kita lihat saat ini, Indonesia sedang menghadapai krisis keimanan dan akhlak yang cukup serius. Angka pembunuhan dan bunuh diri terus meningkat. Menurut data POLRI, lebih dari 3000 orang tewas dibunuh dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Padahal, tindakan menghilangkan nyawa manusia tanpa alasan dilarang keras dalam Islam. Allah Swt. berfirman :
“Janganlah kalian membunuh jiwa manusia yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh), kecuali dengan alasan yang benar.“ (TQS Al-Isra (17)
Hal tersebut menunjukkan bahwa negara telah gagal dalam menciptakan rasa aman bagi rakyatnya. Dalam sistem kapitalis, manusia sengaja dihilangkan fitrahnya, baik hati juga pikirannya. Rasa kasih dan saling menyayangi sudah sangat jauh dari kenyataan. Kesabaran yang bernilai tinggi sudah terkikis. Tingkat kepedulian terhadap keluarga baik anak, istri, orang tua, kerabat apalagi tetangga sudah terabaikan.
Banyak penyebab mengapa seseorang mengalami krisis keimanan. Di antaranya, jauhnya pemahaman terhadap akidah, dan tidak menjadikan akidah sebagai fondasi keimanan yang kuat dalam dirinya. Di sisi lain, negara tidak menggunakan agama sebagai sumber aturan yang berasal dari Allah Swt. dalam mengurusi rakyatnya. Tidak hanya itu, sulitnya rakyat dalam memenuhi kebutuhan keluarga, membuat mereka menyibukkan diri dengan pekerjaan, menjauhkan kepedulian terhadap sesama. Belum lagi, banyaknya tekanan dalam pekerjaan menimbulkan stres yang mengakibatkan hilangnya kesabaran dan menumbuhkan tingkat emosional yang tinggi. Kewajiban amar ma’ruf kepada sesama pun sudah hampir punah, yang terlihat hanyalah sikap individualistis.
Negara seharusnya mengetahui bahkan memberi solusi atas kesulitan yang dialami oleh rakyatnya. Negara juga wajib memberikan jaminan kehidupan yang layak, memfasilitasi setiap rakyatnya untuk mendapatkan pekerjaan. Negara pun harus memberikan sanksi dan hukuman yang tegas bagi setiap pelaku kriminal. Sanksi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta, Allah Swt. Sanksi yang mampu menimbulkan efek jera bagi orang lain agar tidak mengikuti perbuatan yang sama
Berdasarkan hukum Islam bahwa pelaku pembunuhan wajib dikenai hukum qishaas, yakni balasan yang setimpal. Pembunuh wajib dibunuh lagi (dihukum mati). Allah Swt berfirman :
“Wahai orang orang yang beriman ! Telah diwajibkan atas kalian hukum qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh." (TQS Al Baqarah 178)
Islam Mampu Memelihara Jiwa Manusia
Negara, termasuk aparat keamanan di dalamnya wajib melindungi dan memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Seorang pemimpin berkewajiban membantu masyarakat dalam hal kebaikan, melindungi hak hak mereka, mencegah kemungkaran, sebab ia akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah Swt. Seperti sabda Rasulullah :
"Seorang pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR Bukhari dan Muslim)
Walhasil, hanya dengan Islamlah pemimpin sebagai pengurus rakyat bisa diwujudkan. Pemimpin yang melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah Swt. yaitu syariat Islam. Dengan diterapkannya aturan tersebut, pastinya tanggung jawab pemimpin dalam mengurusi rakyat akan dengan mudah dilakukan. Bukan hanya menjaga jiwa manusia, namun juga pemimpin yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan yang terjadi di tengah masyarakat. Pemimpin yang akan menerapkan sanksi tegas bagi pelaku pelanggaran hukum.
Selain itu, pemimpin dalam negara khilafah wajib memelihara dan menjaga akidah setiap rakyatnya, agar keimanan individu selalu terjaga, sehingga akan terbentuk ketakwaan dan kontrol masyarakat. Terbentuk juga nilai nilai luhur kemanusiaan hingga dapat mengontrol emosional dan melatih kesabaran. Dengan begitu, seseorang tidak akan dengan mudah melakukan tindakan kriminal, apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang. Karena itu, hanya Daulah Khilafahlah satu-satunya yang mampu menjamin dan melindungi jiwa manusia, melalui penerapan syariat islam secara kafah.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar