Gas Melon Menghilang, Peran Negara Dipertanyakan
Berita kelangkaan gas melon di pasaran seperti dejavu di tahun-tahun sebelumnya.
OPINI
Oleh Yuni Ummu Zaura
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -Mendengar berita kelangkaan gas melon di pasaran seperti dejavu di tahun-tahun sebelumnya. Ternyata hal itu bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Kita lihat saja dalam dua tahun terakhir, pada tahun 2023 gas melon sempat menghilang dari pasaran di wilayah Medan, Sumatera Utara. Akibatnya banyak masyarakat yang akhirnya membeli nasi bungkus untuk memenuhi kebutuhan mereka karena tak bisa memasak. (CNNIndonesia.com, 25/07/2023)
Hal serupa juga terjadi di Lampung Utara, Sumatra Selatan. Efeknya masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam dari biasanya. (Radar Lampung, 31/07/2023) Masih di bulan yang sama, kelangkaan gas melon juga terjadi di Lumajang, Jawa Timur. Akhirnya sebagian masyarakatnya terpaksa menggunakan kayu bakar untuk menggantikan ketiadaan gas melon. (Detik.Com, 31/07/2023)
Kemudian di tahun 2024, gas melon kembali langka. Di Lampung Utara, harganya membumbung tinggi, jauh diatas harga eceran sekitar Rp35.000-Rp40.000. Bahkan masyarakat sampai melapor ke polisi agar diberikan sanksi tegas bagi oknum pangkalan yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi (Headline Lampung, 22/04/2024). Di Pemalang, Jawa Tengah kelangkaan gas melon terjadi sejak bulan Ramadan hingga Syawal (Hari Raya). (Kompas.com, 5/04)2024)
Memasuki bulan kedua di tahun 2025, kelangkaan gas terjadi di Ibukota, Jakarta Selatan. Menurut pantauan Beritasatu.com kelangkaan itu terjadi karena terbatasnya pasokan dan adanya libur bersama Isra Mikraj dan Imlek yang ditetapkan pemerintah di akhir bulan Januari 2025. Tragisnya di wilayah Pamulang, Tangerang Selatan seorang nenek meninggal dunia karena kelelahan mengantri LPG 3 kg. (Tribun news, 4/02/2025)
Kebijakan Pencitraan
Berulangnya kasus ini di setiap tahun, kita dapat menilai bahwa kebijakan regulasi yang diterapkan untuk LPG 3 kg belumlah tepat. Sebelumnya, sejak 1 Februari 2025 pemerintah melalui menteri ESDM menginstruksikan bahwa pengecer tidak boleh menjual LPG 3 kg, sehingga masyarakat harus membeli di agen atau pangkalan gas resmi (PT. PERTAMINA). Hal itu dimaksudkan untuk mengatur pendistribusian LPG 3 kg agar bisa terpantau pelaksanaanya, juga subsidi benar-benar tepat sasaran dan masyarakat pun mendapatkannya dengan harga yang murah.
Pemerintah beranggapan bahwa dengan memotong regulasi pendistribusian, masyarakat bisa mendapatkan harga yang murah, sehingga bisa mengurangi bebannya. Di samping itu pemerintah bermaksud membatasi masyarakat penerima subsidi LPG 3 kg. Dengan pembatasan, masyarakat yang tidak berhak menerima subsidi diarahkan untuk membeli LPG Bright atau tabung pink.
Kebijakan memangkas subsidi adalah kebijakan yang sudah digariskan dalam ekonomi kapitalis. Pemerintah secara bertahap melakukan pengurangan subsidi, dalam hal ini adalah subsidi pembelian LPG 3 kg sehingga ketergantungan masyarakat terhadap subsidi bisa dihilangkan. Jika subsidi berhasil dihilangkan maka diharapkan terwujud masyarakat yang mandiri. Sehingga pemerintah tidak terbebani pemberian subsidi lagi.
Inilah gambaran yang sesungguhnya pemerintahan kapitalis. Di mana pemerintah berupaya lepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Negara di sini hanya berperan sebagai regulator antara para kapital dengan masyarakat. Tidak ada fungsi mengatur dan mengurusi urusan masyarakat. Semuanya diserahkan kepada para kapital. Sistem ini didesain untuk memberikan kebebasan kepemilikan bagi para pemilik modal guna mengelola sumber daya alam negeri ini. Sehingga perubahan kebijakan apa pun tidak mewakili kepentingan rakyat, serta tidak akan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk dapat mengelola sumber daya alam. Padahal hakikatnya rakyatlah yang memiliki hak tersebut.
Seperti halnya instruksi presiden untuk mengembalikan regulasi distribusi LPG 3 kg ke regulasi semula. Bahwa pengecer boleh menjual LPG 3 kg lagi, dengan syarat berproses menjadi sub-pangkalan atau agen resmi. Kebijakan ini ibarat menjilat ludah sendiri dan memperlihatkan seolah-olah memihak kepentingan rakyat.
Islam sebagai Aturan
Islam hadir bukan hanya sebagai agama saja, akan tetapi sekaligus aturan yang dipakai dalam semua aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya pengelolaan SDA bagi rakyat.
Rosulullah bersabda :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam hadis yang lain dinyatakan:
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini bermakna, manusia berkumpul (berserikat) atas 3 hal yaitu air, padang rumput dan api. Sehingga sesuatu yang berhubungan dengan ketiganya tidak boleh dimiliki individu atau perorangan.
Berserikatnya manusia di sini bukan dalam bentuk zatnya, akan tetapi lebih kepada sifatnya yang dibutuhkan orang banyak. Dalam hal ini LPG misalnya, sangat dibutuhkan oleh manusia untuk bahan bakar memasak, bahan bakar alat transportasi dan sebagainya. Jika kebutuhan LPG dihalangi atau dihilangkan maka manusia akan terkendala dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di samping itu, Islam juga mengatur dalam hal kepemilikan menjadi 3 golongan: kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi. Kepemilikan umum meliputi seluruh sumber daya alam yang ada termasuk di dalamnya LPG adalah milik umum. Negaralah yang wajib mengelolanya untuk kepentingan masyarakat luas. Negara tidak boleh memperjualbelikan hal tersebut kepada perorangan untuk dikuasai. Karena akan mengganggu kebutuhan masyarakat.
Dalam kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah, hal 95 Syeikh Abdul Qodir Zallum memberikan penjelasan, bahwa hasil pengelolaan harta milik umum akan dibagikan kepada rakyat sebagai pemiliknya. Pemerintah Islam tidak akan menghalangi, sebaliknya akan mempermudah rakyatnya dalam mengakses kebutuhan berupa layanan umum, fasilitas umum dan SDA.
Dalam Islam tidak mengenal subsidi dari pengelolaan SDA, sepenuhnya diberikan untuk kemaslahatan rakyat. Negara hanya menjadi pengelola. Terkait bentuk kemaslahatan bisa dengan rakyat membeli dengan harga murah, bahkan gratis, memberikan hasil keuntungan penjualan dengan negara lain dalam bentuk uang, atau untuk penyelenggaraan fasilitas umum atau kebutuhan yang merupakan hak rakyat.
Semuanya itu adalah bentuk ra'in negara pada rakyatnya. Negara akan menjamin hajat hidup rakyatnya dan tidak akan menghalangi rakyat untuk mengakses sumber daya alam yang memang menjadi haknya. Dengan pengaturan yang seperti dijelaskan diatas, dengan izin Allah Swt. kelangkaan gas yang kita alami sekarang tidak akan pernah terjadi, apalagi sampai menelan korban. Naudzubillahi. Demikian Islam mengatur kehidupan bernegara.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar