Menyoal Keseriusan Negara Cegah Stunting Melalui Program MBG
Progam MBG diharapkan akan membentuk generasi unggul bebas stunting untuk menyambut Indonesia Emas 2045.
OPINI
Oleh Widijarti
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -Terhitung sejak 6 Januari 2025, pemerintah mulai melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai realisasi dari janji kampanye pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden RI.
Presiden menargetkan pada September 2025, sekitar 15 juta anak akan mendapat MBG. Beliau sampaikan saat memimpin sidang kabinet Paripurna di kantor presiden, Jakarta. (Liputan6.com, 22/1/2025)
Untuk itu, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2025 dan Badan Gizi Nasional (BGN) ditunjuk sebagai koordinator pelaksana program MBG. Untuk menjangkau sasaran penerima MBG di 26 Provinsi, pemerintah telah menyiapkan kurang lebih 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Selanjutnya SPPG akan berfungsi sebagai dapur umum, yang akan mengolah dan mendistribusikan makanan bergizi untuk penerima manfaat.
Progam MBG digadang mampu mengatasi masalah kekurangan gizi dan menurunkan angka stunting di Indonesia yang cukup tinggi, yaitu 21,6% menjadi 14% pada 2024.
Stunting dapat terjadi sejak sebelum lahir dan memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan perkembangan anak. Selain bertujuan menurunkan angka stunting, progam MBG diharapkan akan membentuk generasi unggul bebas stunting untuk menyambut Indonesia Emas 2045.
Di Temanggung sendiri Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digaungkan pemerintah saat ini, sudah mulai dilaksanakan. Pemkab Temanggung mempersiapkan dana Rp6 miliar pada APBD tahun anggaran 2025 sebagai pendamping program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pj. Bupati mengemukakan, target MBG adalah seluruh siswa. Namun untuk uji coba, dilaksanakan kepada 2.742 siswa. Dapur umum saat ini, masih satu dan nanti akan bertambah, seperti di Kecamatan Kedu, Bansari, dan Pringsurat. (Temanggungkab.go.id, 15/1/2025)
Namun setelah berjalan beberapa pekan, ternyata mulai muncul masalah implementasi MBG di beberapa daerah.
Misalnya makanan yang belum memenuhi standar gizi, adanya makanan yang basi, keterlambatan distribusi, sampai kasus keracunan yang menimpa 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo setelah menyantap makan bergizi gratis
Selain masalah teknis, dari sisi anggaran juga masih menyisakan masalah. Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana mengatakan, butuh dana Rp100 triliun agar 82,9 juta target penerima manfaat dapat menikmati MBG.
Sehingga, muncul berbagai usulan untuk menambah pendanaan. Ketua DPD Sultan Najmuddin mengusulkan untuk menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah. Usulan ini, menimbulkan polemik di masyarakat karena penyaluran zakat, infak, dan sedekah tentunya harus mengikuti aturan syariat.
Ada pula usulan menggunakan harta milik koruptor yang telah disita, pemotongan anggaran dari berbagai lembaga, dan kementerian untuk dialokasikan ke program MBG. Yang terbaru, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Pemda menyiapkan dana minimal 0,2% dari PADnya untuk daerah yang siap mendukung program MBG. Sudah 415 kabupaten dan 93 kota dengan dana terkumpul Rp2,3 triliun. Jika ditambah Pemprov yang PADnya kuat, maka akan terkumpul sekitar Rp5 triliun, demikian disampaikan Tito Karnavian.
Dari fakta yang ada, seolah pemerintah tidak benar-benar siap dan serius melaksanakan program MBG. Bahkan terkesan hanya untuk menggugurkan janji saat kampanye. Karena persoalan mendasarnya, apakah MBG bisa menyelesaikan masalah stunting dengan optimal? Dan apakah program ini juga, mampu melahirkan generasi berkualitas yang diharapkan pemerintah (sehat, cerdas, unggul, dan produktif)?
Menelisik Akar Masalah
Sesungguhnya masalah stunting, kekurangan nutrisi, kematian anak usia dini dsb, tidak cukup hanya diselesaikan dengan program MBG yang sifatnya insidental. Agar gizi generasi tercukupi, makanan sehat bernutrisi harus menjadi pola makan di setiap waktu. Sedangkan saat ini jutaan keluarga tidak mampu mengakses makanan bergizi, karena kemiskinan dan harga bahan pangan mahal.
Selain makanan, ada faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas generasi, di antaranya akses air bersih, kualitas tempat tinggal, dan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Demikian juga kualitas pemikiran menjadi bagian terpenting untuk membentuk pemahaman dan karakter mereka.
Jadi problem mendasar masalah stunting dan kualitas generasi saat ini, adalah diterapkannya sistem sekuler kapitalis yang tidak berpihak pada rakyat. Secara politik, negara atau pemerintah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak rakyat secara maksimal tidak terealisir.
Pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar rakyat, justru menjadi ladang bisnis antara negara dan korporasi.
Tidak heran, jika rakyat menjadi korban eksploitasi dan makin sulit memenuhi kebutuhannya.
Kehidupan sekuler juga sarat dengan nilai-nilai kebebasan, hedonis, permisif yang membentuk kultur tidak sehat bagi perkembangan generasi, baik secara fisik maupun daya pikir. Alhasil tidak mungkin sistem ini, melahirkan generasi emas berkualitas.
Islam Solusi Masalah Generasi
Islam adalah agama sahih yang diturunkan Allah Swt. untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Aturan ini mampu menjadi problem solving bagi persoalan kehidupan, termasuk masalah stunting dan kualitas generasi. Karena dalam Islam, pemimpin atau imam adalah raa'in yang bertanggung jawab atas urusan rakyat.
Rasulullah Muhammad saw., bersabda "Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. al-Bukhari)
Maka urusan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, papan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan merupakan tugasnya. Khalifah, sebagai pemimpin negara akan memperhatikan kesejahteraan keluarga. Membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan memastikan kepala keluarga punya penghasilan, sehingga bisa mengakses makanan bergizi.
Negara akan membangun ketahanan dan kedaulatan pangan, serta menjamin bahan pangan yang beredar di pasaran adalah yang halal, thayyib, dan berkualitas.
Tak hanya itu, dengan infrastruktur dan tranportasi yang memadai, maka distribusi bahan pangan akan lebih merata sampai ke daerah pelosok sehingga harganya terjangkau.
Selain makanan, aspek tempat tinggal juga tak kalah penting. Rumah layak huni dengan fasilitas air bersih, sanitasi yang memadai juga harus tersedia. Dalam Islam, negaralah yang bertanggung jawab atas pemenuhannya.
Generasi emas berkualitas bukan hanya sehat secara fisik, tapi juga sehat karakter nya. Maka penerapan sistem pendidikan Islam akan membentuk anak-anak bangsa menjadi generasi shalih, cerdas, dan berkepribadian Islam yang berkualitas.
Semua program ini, tentunya butuh dana yang besar. Hal ini akan diatasi dengan penerapan sistem ekonomi Islam dengan baitulmalnya. Pos pemasukan baitulmal beragam, sehingga memungkinkan negara membiayai semua program ini.
Wallahualam bissawab
Komentar
Posting Komentar