Rintihan Bumi Raja Ampat



 Bukan disebabkan oleh alam, melainkan akibat ulah manusia, melalui kegiatan pertambangan yang menggerus inti bumi Raja Ampat. 


OPINI

Oleh Isti Khomah

Ibu Rumah Tangga 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OpiiIndonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan ribuan destinasi wisata alam yang mempesona. Raja Ampat merupakan salah satu kekayaan tersembunyi yang membanggakan Indonesia. Terletak di Provinsi Papua Barat Daya, wilayah ini terkenal sebagai surga bawah laut kelas dunia. Deretan pulau-pulau hijau, air laut yang jernih, serta keanekaragaman hayati lautnya menjadikan kawasan ini dikenal hingga mancanegara.


Namun, dibalik pesonanya, tanah surga ini mulai terluka. Bukan disebabkan oleh alam, melainkan akibat ulah manusia, melalui kegiatan pertambangan yang menggerus inti bumi Raja Ampat. Tanah yang dahulu hijau oleh hutan tropis kini mulai terbuka, terganti oleh galian dan jalan-jalan tambang yang membelah perbukitan. Kekayaan yang tersembunyi di dalam bumi diincar tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Tambang bukan hanya meninggalkan lubang di tanah, tetapi juga luka ekologis yang dalam. Tercemarnya sungai dan pesisir laut, akibat limbah tambang yang mengalir tanpa kontrol ke perairan. Serta tanah longsor dan erosi, merusak lahan pertanian dan mengancam pemukiman warga sekitar. Aktivitas pertambangan juga mengganggu jalur air bersih dan merusak sumber mata air yang selama ini menjadi penopang hidup masyarakat adat setempat.


Perusahaan-perusahaan tambang sering datang membawa janji terpenuhinya lapangan kerja, pembangunan, dan kesejahteraan. Namun kenyataannya, banyak masyarakat adat merasa ditinggalkan dan hanya menjadi penonton atas perampasan ruang hidup mereka. Izin operasional pertambangan kerap diberikan tanpa adanya musyawarah yang adil dan menyeluruh dengan masyarakat setempat.


Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain merusak lingkungan, penambangan tersebut juga berisiko menyalahi hukum pidana, termasuk kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi. Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar. Sedangkan Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun. Herdiansyah berpendapat, jika izin tersebut keluar dengan adanya persekongkolan, bukan tidak mungkin hal itu mengarah pada tindak pidana korupsi. (Metrotv,  07/06/2025) 


Kapitalisme sebagai sistem ekonomi mendorong pertumbuhan dan keuntungan tanpa batas. Dalam kerangka ini, sumber daya alam bukanlah warisan yang harus dijaga, melainkan komoditas yang bisa dieksploitasi demi keuntungan elit korporat. Hal ini berlaku juga di Raja Ampat, di mana tambang nikel, emas, dan bahan tambang lainnya menjadi incaran perusahaan-perusahaan besar, termasuk yang memiliki koneksi dengan pemodal internasional.

Di bawah sekuler kapitalisme, pemerintah sering kali berperan sebagai fasilitator, bukan pelindung rakyat. Pemerintah mengeluarkan izin tambang dengan embel-embel kemajuan ekonomi, namun seringkali mengesampingkan suara masyarakat dan aktivis lingkungan. Kapitalisme menciptakan ketimpangan yang dalam, segelintir pemodal mendapat keuntungan besar, sementara masyarakat lokal dan lingkungan menanggung beban kerusakan. Sistem ini tidak memperhitungkan nilai intrinsik dari alam dan budaya, melainkan hanya melihat potensi ekonomisnya.


Aktivitas penambangan yang merusak lingkungan dan melanggar hukum, tetapi  tetap dibiarkan berjalan. Fenomena ini membuka mata kita bahwa di negeri ini, pengusaha besar seringkali lebih berkuasa daripada negara itu sendiri. Hukum ada, tapi tak berlaku untuk semua. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan tambang bisa masuk ke wilayah lindung atau tanah adat tanpa persetujuan masyarakat lokal. Beroperasi tanpa dokumen lingkungan yang lengkap. Mencemari laut dan hutan dengan limbah dan aktivitas eksplorasi.

Meski laporan-laporan pelanggaran telah disampaikan oleh masyarakat dan aktivis lingkungan, penambangan tetap berlanjut. Hal ini menjadi bukti bahwa aturan hanya tegas terhadap rakyat kecil, tapi longgar terhadap korporasi besar. 


Di tengah krisis eksploitasi sumber daya alam yang semakin masif, Islam hadir dengan solusi tegas yang menempatkan manusia sebagai pengelola, bukan perusak bumi. Dalam pandangan Islam, sumber daya alam bukanlah komoditas bebas yang bisa dikuasai oleh segelintir elit atau korporasi, melainkan milik umum yang wajib dikelola negara demi kesejahteraan seluruh rakyat. Islam menetapkan bahwa sumber daya alam yang vital dan bersifat strategis adalah milik umum, bukan milik individu atau swasta. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.

 "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Hadis ini menunjukkan bahwa hal-hal yang menyangkut kebutuhan hidup dasar seperti air, energi, dan lahan penggembalaan, tidak boleh dimonopoli. Dalam konteks modern, ini mencakup juga hutan, tambang, laut, dan energi. Maka dari itu, negara dalam sistem Islam bertanggung jawab langsung dalam mengelola SDA dan haram hukumnya menyerahkan kepemilikan atau pengelolaan sumber daya tersebut kepada individu atau korporasi untuk tujuan komersialisasi bebas.

Negara bukan sekadar pengawas, melainkan pengelola aktif, dan hasil dari pengelolaan tersebut harus dikembalikan kepada rakyat, dalam bentuk layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi, hingga subsidi kebutuhan pokok.


Salah satu konsep penting dalam ajaran Islam terkait pelestarian alam adalah “hima”, sebuah sistem perlindungan wilayah tertentu dari eksploitasi yang merusak. Hima adalah kawasan yang secara khusus ditetapkan oleh negara atau penguasa untuk tidak dieksplorasi atau dieksploitasi secara bebas, dengan tujuan menjaga keseimbangan lingkungan, melestarikan ekosistem, serta melindungi hak masyarakat umum atas sumber daya di wilayah tersebut. Hima dapat mencakup :

•Padang rumput yang dilindungi agar terhindar dari kerusakan akibat penggembalaan yang berlebihan. 

•Sumber mata air yang dilindungi agar tidak kering akibat pengambilan yang berlebihan.

•Wilayah hutan yang dilarang ditebang demi menjaga tutupan lahan dan fungsi ekologis.

•Wilayah laut yang dibatasi agar habitat ikan tidak rusak.


Konsep hima sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana banyak kerusakan lingkungan terjadi akibat eksploitasi tambang, pembukaan hutan, dan industrialisasi yang tak terkendali. Dalam sistem kapitalisme modern, sumber daya alam dipandang sebagai komoditas yang bisa dijual dan dieksploitasi tanpa batas, demi keuntungan ekonomi jangka pendek. Dalam ajaran Islam, konsep hima berfungsi untuk membatasi eksploitasi lingkungan, memberikan kesempatan bagi alam untuk pulih, menjaga keseimbangan ekosistem, serta memastikan ketersediaan sumber daya alam bagi generasi di masa depan.


Dalam Islam, kepemimpinan bukan hanya soal otoritas, melainkan amanah besar yang penuh tanggung jawab di hadapan Allah Swt dan rakyat. Seorang pemimpin Islam tidak bebas membuat aturan berdasarkan kepentingan pribadi, kelompok, atau tekanan ekonomi. Sebaliknya, pemimpin dalam Islam wajib menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum syariat, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan