Islam Prioritaskan Kesejahteraan Guru
OPINI
Guru merupakan pekerjaan yang paling penting yaitu membentuk kepribadian siswa. Melihat aspek strategis peran guru tersebut, maka kepala negara (khalifah) akan semaksimal mungkin memberikan kesejahteraan guru yang telah berjasa bagi negara.
Oleh Siti Aisyah, S.Pd
Tenaga Pendidik di Madrasah Aliyah
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Kabar penghapusan Tunjangan Tugas Tambahan (TUTA) dari APBD 2025 Provinsi Banten telah menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran serius di kalangan tenaga pendidik. Polemik TUTA guru di Banten menggarisbawahi bahwa kesejahteraan guru masih dianggap sebagai beban. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan guru belum menjadi prioritas.
Dikutip dari mediabanten.com (28/06/2025), Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, mengkonfirmasi bahwa pencoretan anggaran ini didasarkan pada dua regulasi pusat: Permendikbud RI Nomor 15 Tahun 2018 dan Kepmendikbudristek Nomor 495/M/2024. Regulasi tersebut menyatakan bahwa tugas tambahan merupakan bagian dari tanggung jawab utama guru, sehingga tidak seharusnya menerima honorarium atau tunjangan tambahan. Selain itu, pencoretan ini juga merupakan bagian dari upaya efisiensi belanja negara, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Keresahan akibat kebijakan ini mendorong para guru untuk melakukan berbagai upaya. Para guru bukan hanya merasa diperlakukan tidak adil, tetapi juga melayangkan surat protes kepada DPRD untuk mengancam turun ke jalan. Beberapa bahkan mengembalikan surat Keputusan (SK) jabatan tambahan,(bantenraya.com, 29/06/2025).
Realita Gaji Guru di Indonesia
Kesejahteraan guru di Indonesia masih menjadi sorotan utama karena dianggap belum sepadan, yang berdampak pada rendahnya minat untuk menjadi guru. Dikutip dari detik.com (11/05/2025), anggota Komisi X DPR RI, Juliyatmono, mengungkapkan bahwa gaji ideal guru di Indonesia seharusnya Rp 25 juta per bulan untuk meningkatkan motivasi dan kualitas pendidikan. Menurutnya, alokasi dana pendidikan sebesar 20% dari APBN masih belum optimal karena tidak terfokus pada perbaikan taraf hidup guru.
Data dari Kemendikbudristek 2024 menunjukkan bahwa penghasilan rata-rata guru PNS golongan III hanya berada di kisaran Rp4 juta sampai Rp7 juta per bulan (cnbcindonesia.com, 09/05/2025). Lebih miris lagi, guru honorer bahkan seringkali menerima gaji jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) daerah. Kesenjangan yang signifikan ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara beban kerja yang diemban guru dan penghargaan yang mereka terima.
Guru adalah Korban Sistem Kapitalis Sekuler
Penghapusan TUTA tidak sekadar berkaitan dengan efisiensi belanja, tetapi menunjukkan adanya problem sistemik. Pada hakikatnya guru merupakan salah satu korban dari penerapan sistem kapitalis sekuler. Permasalahan ini berakar pada sistem kapitalis sekuler yang memaksa individu, termasuk guru, memikul beban finansial tinggi untuk kebutuhan-kebutuhan primer. Kenyataannya, tidak sedikit guru yang terpaksa menjalani profesi ganda demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan terpaksa berutang melalui pinjaman online (pinjol) karena kesulitan ekonomi.
Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya memikul tanggung jawab penuh dalam pengelolaan pendidikan, bahkan menyerahkannya kepada pihak swasta. Paradigma ini diperparah dengan sistem keuangan dalam kapitalisme banyak menggantungkan diri pada utang, sehingga pembayaran gaji besar seringkali dianggap membebani anggaran negara. Kondisi ini menempatkan guru dalam posisi rentan, ketika hak-hak mereka mudah tergerus atas nama efisiensi anggaran.
Kesejahteraan Guru dalam Sistem Islam
Dalam Islam, kesejahteraan guru tentu akan sangat berbeda dengan apa yang terjadi saat ini. Dalam sistem Islam negara berkewajiban mengatur segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, negara menetapkan regulasi terkait kurikulum, metode pembelajaran , bahan ajar termasuk sistem penggajian yang manusiawi dan memuaskan.
Guru merupakan pekerjaan yang paling penting yaitu membentuk kepribadian siswa. Melihat aspek strategis peran guru tersebut, maka kepala negara (khalifah) akan semaksimal mungkin memberikan kesejahteraan guru yang telah berjasa bagi negara. Kesejahteraan guru bukan hanya soal administratif atau anggaran, tetapi soal keadilan dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam naungan Islam, setiap penguasa akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Rasulullah saw. bersabda :
“Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Jika melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian khalifah terhadap pendidikan rakyatnya, demikian pula terhadap nasib para pendidiknya. Guru di bawah sistem Islam akan merasakan penghargaan yang sangat istimewa dari negara, termasuk mendapatkan gaji yang tidak hanya memadai namun berlebih dari kebutuhan hidup mereka. Sebagai gambaran, Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji kepada guru sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas Rp. 1.700.000,00 berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp.108.375.000,00
Demikianlah, sistem Islam menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Sistem Islam memiliki kapasitas untuk memberikan penghormatan yang besar lewat penghasilan yang wajar bagi profesi guru. Hal ini ditopang oleh sistem ekonomi Islam yang memiliki sumber pemasukan yang beragam dan melimpah, khususnya dari pengelolaan sumber daya alam. Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umum yang dikelola negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, penerapan Islam secara menyeluruh menjadi kunci untuk mengembalikan kehormatan dan martabat guru sebagai pilar utama peradaban. Wallahua'lam bishawab
Komentar
Posting Komentar