Kolusi Korupsi dalam Sistem Demokrasi, Pasti Terjadi!

 


Kasus tersebut hanyalah satu dari sekian kasus korupsi yang tampak di permukaan, selebihnya dipastikan banyak kasus korupsi lainnya yang terjadi. 


OPINI 

Oleh Nur Syamsiah Tahir 

Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI Sejak beberapa tahun silam KKN adalah salah satu singkatan yang akrab bagi masyarakat Indonesia. Ketika ada protes anti-pemerintah, maka para demonstran akan meneriakkan singkatan KKN ini atau bahkan ditulis di atas spanduk-spanduk. KKN ini mengacu ke Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bahkan telah menjadi bagian intrinsik atau sudah mendarah-daging di pemerintah Indonesia. KKN telah mencapai puncaknya pada saat rezim Orde Baru Presiden Suharto (1965-1998).


Fenomena KKN di Pemerintahan Saat ini


Dilansir dari kumparannews, pada 20 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Prabowo bilang, bahaya itu adalah state capture dan terkategori sangat serius dan harus segera diselesaikan.


"Karena di negara berkembang seperti Indonesia, ada bahaya besar yang kami sebut state capture—kolusi antara kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elite politik," kata Prabowo saat menjadi pembicara di acara St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, Jumat (20/6).


Prabowo menambahkan, kolusi ini tidak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah. Bahkan setiap negara harus punya filosofi ekonomi yang sesuai dengan budaya dan sejarahnya masing-masing. Oleh karena itu, Prabowo memilih jalan kompromi yakni mengambil yang terbaik dari sosialisme dan kapitalisme. Alasannya, sosialisme murni sudah terbukti tidak berhasil alias gagal karena terlalu utopis. Akibatnya banyak orang tidak termotivasi untuk bekerja. 


Sedangkan kapitalisme murni telah menghasilkan ketimpangan, hanya sebagian kecil yang menikmati hasil kekayaan. Prabowo juga ingin menggunakan kreativitas kapitalisme, inovasi, dan inisiatif, sehingga dalam pelaksanaannya Prabowo memerlukan intervensi pemerintah dalam memberantas kemiskinan, kelaparan, dan melindungi yang lemah. Oleh karena itu pemerintahan yang bersih dari korupsi harus diwujudkan. Inilah kunci pembangunan yang cepat, tegas Prabowo.


Namun pada faktanya, KKN masih terjadi di negeri ini. Salah satunya adalah kasus yang dilakukan oleh Wilmar Group terkait Korupsi CPO. Memang Penyidik Kejaksaan Agung telah melakukan penyitaan uang Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,8 triliun dari terdakwa korporasi Wilmar Group. Penyitaan atau pengembalian dari Wilmar Group ini adalah kerugian berdasarkan hitungan ahli atas keuntungan yang tidak sah secara hukum atau illegal gain


Adapun pengembalian itu berasal dari PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3.997.042.917.832.42, PT Multinabati Sulawesi sebesar Rp39.756.429.964.94, yang ketiga PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483.961.045.417.33, yang keempat PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57.303.038.077.64, sedangkan yang kelima adalah Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp7.302.288.371.326.78.


Demokrasi alias Kapitalisme Biangnya Korupsi 


Kasus tersebut hanyalah satu dari sekian kasus korupsi yang tampak di permukaan, selebihnya dipastikan banyak kasus korupsi lainnya yang terjadi. Fakta seperti ini sangat wajar terjadi dalam kehidupan yang berasaskan kapitalis. Demokrasi sebagai anak kandungnya tentu saja tak akan bisa melepaskan diri dari induk semangnya yakni kapitalis sekuler.


Dalam kitab Nidzomul Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, khususnya pada bab Kepemimpinan dalam Islam dijelaskan bahwa demokrasi yang dianut mabda kapitalis berasal dari pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Rakyat adalah sumber kekuasaan sehingga rakyatlah yang membuat perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. 


Bahkan rakyat berhak mencabut kekuasaan dari pimpinan negara kemudian menggantinya sesuai pilihannya. Inilah arti kekuasaan dalam sistem demokrasi yakni kontrak kerja, kontrak kerja antara rakyat dengan kepala negara. Rakyat dalam hal ini adalah sekumpulan orang yang punya uang alias kapital dan bukan rakyat secara keseluruhan.


Dalam sistem kapitalis inilah rakyat yang berlaku sebagai pemodal sangat mempengaruhi elite kekuasaan (pemerintahan). Bahkan penguasa tunduk dan patuh pada para kapitalis (pemilik modal). Di sinilah peluang korupsi terbuka lebar.


KKN bisa Dilibas Tuntas dengan Islam Kafah


Islam menjadikan akidahnya sebagai asas kehidupan setiap individu termasuk juga menjadi asas bagi negara. Hal ini akan menjadikan setiap individu berbuat jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan perbuatan curang, termasuk individu-individu yang duduk di kursi kekuasaan. 


Maka tidak berlebihan dengan adanya sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. bahwa,

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Muttafaqun ’Alayh)


Berdasarkan hadis tersebut al-imam atau pemimpin bertanggung jawab dalam memimpin rakyatnya sekaligus bertanggung jawab atas segala kebijakan yang dikeluarkannya. Apalagi Islam memandang jabatan adalah amanah sehingga harus dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syarak dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.. 


Islam juga memiliki mekanisme untuk menjaga integritas setiap individu rakyat maupun pejabat termasuk sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kriminal. Penerapan hukum pidana dalam Islam akan menciptakan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Sebab, hukum pidana Islam itu memiliki sifat jawâbir dan zawâjir


Bersifat jawâbir karena pemberlakuan hukum itu akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya. Hukum pidana Islam juga bersifat zawâjir, yaitu bisa memberikan efek jera bagi pelakunya sedangkan orang lain akan takut untuk melakukan tindakan kriminal yang serupa. Dengan demikian hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat. Negara yang menjalankan aturan Islam secara kafah juga akan mampu mencegah terjadinya KKN.


Kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakat akan terwujud. Jumlah pelaku kriminal di masyarakat akan berkurang bahkan akan tidak ada sama sekali. Keberadaan penjara dan lembaga pemasyarakatan akan kosong melompong. Tidak akan seperti saat ini di mana hampir di seluruh dunia penjara penuh sesak. Oleh karena itu, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam secara i’tiqâdi tidak boleh diragukan. Itu semua adalah perkara yang harus kita imani. 


Secara faktual, kebaikan dan keadilan hukum pidana Islam juga pernah dirasakan bukan hanya oleh kaum muslim, tetapi juga oleh nonmuslim, yakni ketika hukum-hukum Islam diterapkan secara riil. Kenyataan ini pernah berlangsung selama 14 abad lamanya dan memenuhi 2/3 wilayah dunia. Untuk itu saatnya kita kembali berupaya hidup dalam sistem Islam yang totalitas.


Waallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan