Negeri Subur Namun Rakyatnya Tak Makmur
Pegiat Literasi
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Gemah Ripah Loh Jinawi adalah ungkapan yang dapat diartikan "Tanah yang subur dan makmur, tenteram dan melimpah". Namun kata-kata tersebut hanyalah sekadar ungkapan karena kenyataannya untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras, rakyat sangat terbebani. Sungguh ironis negeri yang katanya subur namun harga beras terus melambung. Mabes Polri melakukan langkah cepat untuk mengatasi harga beras yang terus naik. Yakni, dengan menugaskan Satgas Pangan untuk menginvestigasi anomali harga beras yang naik saat stok beras yang melimpah mencapai 4,2 juta ton. Sejumlah pasar induk besar seperti di Cipinang, Jakarta Timur Satgas Pangan Mabes Polri turun langsung mengecek anomali distribusi beras SPHP.
Menurut Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Lilik Sutiarso, kenaikan harga beras tidak masuk akal mengingat tahun ini produksi beras nasional dalam kondisi memuaskan, di mana stok cadangan beras pemerintah atau CPB adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.
Prof. Lilik menyarankan hal ini tidak boleh dibiarkan karena merugikan masyarakat dan para petani. Beliau menambahkan bahwa kondisi ini disebabkan adanya ketidaknormalan dalam proses distribusi beras sehingga mengakibatkan harga beras naik meskipun stok melimpah. Spekulasi harga pedagang atau pelaku pasar, serta adanya biaya logistik untuk biaya transportasi dan penyimpanan juga dapat mempengaruhi harga beras di pasar.
Beliau juga mengingatkan bahwa beras SPHP seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti bantuan pangan dan operasi pasar, bukan masuk ke jalur distribusi komersial yang bisa menekan harga naik. Prof. Lilik sangat mendukung satgas pangan melakukan penelusuran anomali ini, karena berdampak sangat besar terutama pada penurunan daya beli bahkan sampai inflasi. (www.beritasatu.com, 19-6-2025)
Di beberapa kabupaten/kota pada minggu kedua Juni 2025 harga beras terus mengalami kenaikan meski diklaim stok beras melimpah. Menurut data BPS, ada 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras.
Harga eceran tertinggi (HET) untuk beras dipatok dengan harga yang berbeda-beda. Untuk wilayah yang termasuk zona 1 terdiri dari Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi yakni Rp 14.151 per kilogram.
Wilayah zona 2 terdiri dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan mencapai harga Rp 15.266 per kilogram. Dan zona 3 wilayah Maluku-Papua yakni mencapai Rp 19.695 per kilogram. Harga tertinggi mencapai Rp 54.772 per kilogram. (www.bisnis.com, 16-6-2025)
Kebijakan yang mewajibkan Bulog menyerap gabah petani dalam jumlah besar justru menciptakan penumpukan stok di gudang. Akibatnya suplay beras ke pasar terganggu dan harga naik. Rakyat kecil sangat terbebani dengan harga beras melampaui HET.
Keadaan ini membuktikan bahwa pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme tidak memihak rakyat akan tetapi tunduk pada mekanisme pasar dan kepentingan elite. Dalam sistem kapitalisme, hak dasar rakyat termasuk pangan tidak dijamin negara, melainkan komoditas yang bisa diperdagangkan demi meraup keuntungan. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator bagi pemilik modal bukan pelindung atau penjamin distribusi yang adil. Akibatnya, rakyat miskin menjadi korban fluktuasi harga.
Sementara dalam Khilafah, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Negara akan mengelola produksi, mengawasi pendistribusiannya, dan menjaga ketersediaan stok pangan secara langsung, tanpa menjadikan komoditas dagang. Untuk menjaga ketersediaan stok pangan, Khalifah akan melaksanakan riset dan inovasi dari pakar intelektual untuk mencapai produktivitas pertanian yang unggul. Menerapkan teknologi mitigasi yaitu prediksi perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam, seperti curah hujan dan intensitas sinar matahari yang mempengaruhi keberhasilan panen.
Khilafah akan memberikan subsidi bibit, pupuk, maupun memberi saprotan kepada petani secara cuma-cuma untuk menjamin kualitas beras yang dihasilkan yang pendanaannya diambil dari kas baitulmal.
Khilafah juga melarang penimbunan dan memastikan distribusi merata, sehingga harga stabil dan rakyat terjamin. Khilafah tidak akan mematok harga barang-barang yang tersedia di masyarakat, melainkan mengikuti mekanisme pasar. Pemastian ini pun merupakan ketundukan pada syariat lslam yang melarang ada intervensi harga sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum Muslimin untuk menaikan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat dari api pada Hari Kiamat kelak." (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Bukhari)
Maka solusi untuk problematika umat adalah solusi yang hakiki, bukan tambal sulam regulasi tapi perubahan sistem. Oleh karena itu umat harus sadar bahwa hanya negara yang menerapkan lslam secara kafah yang mampu menyejahterakan rakyatnya.
Wallahu 'alam bissawab.
Komentar
Posting Komentar