Darah Jurnalis Gaza, Upaya Penguburan Fakta
OPINI
Umat Islam tidak boleh tinggal diam. Darah jurnalis Gaza adalah pengingat bahwa kezaliman Israel tidak berhenti dengan merenggut nyawa warga sipil,
Oleh Alfinatun Nadhir
Aktivis Muslimah
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Palestina kembali tercabik oleh tragedi yang tak berkesudahan. Minggu, 10 Agustus 2025 tercatat sebagai hari duka ketika serangan udara Israel menelan korban lima jurnalis Al Jazeera. Mereka bukan sekadar korban perang, tetapi saksi kebenaran yang berusaha menyuarakan suara rakyat Palestina kepada dunia. Fakta ini menunjukkan adanya pola sistematis yang bertujuan menekan suara saksi mata, serta menghapus narasi tentang genosida yang tengah berlangsung di Gaza.
Upaya Membungkam Kebenaran
Jurnalis adalah mata dan telinga dunia. Mereka melaporkan fakta, menyuarakan realitas di balik propaganda, dan mengungkap penderitaan manusia yang terjebak dalam konflik. Namun, di Gaza profesi mulia itu menjadi profesi yang paling berbahaya. Menurut laporan Kompas, tewasnya lima jurnalis akibat serangan Israel tampak mustahil terjadi tanpa perhitungan. Sebaliknya, hal itu lebih menyerupai manuver terencana guna menghalangi publikasi yang dapat mencoreng wajah Israel di ranah global. Bahkan merujuk pada catatan Reporters Without Borders ada sekitar hampir 200 jurnalis yang telah tewas sejak Oktober 2023. (kompas.com, 12-08-2025)
Lebih dari sekadar profesi, jurnalis Gaza adalah wujud keteguhan hati yang tak padam meski dibayangi kematian. Mereka tetap tinggal di garis depan konflik ketika media internasional dilarang masuk. Anas al-Sharif memilih tetap tinggal, meski ia sepenuhnya menyadari bahaya besar yang mengintainya. Ia sangat memahami bahwa suara mereka yang kini dibungkam lebih penting daripada keselamatan diri sendiri.
Tragedi ini menjadi bukti empirik bahwa kebebasan pers belum sepenuhnya terlindungi oleh sistem hukum yang ada. Ketika suara-suara independen mati satu per satu, siapa lagi yang akan menyuarakan penderitaan warga sipil, penyerangan rumah sakit, dan kekejaman genosida? Setiap nyawa jurnalis Gaza yang gugur tanda redupnya jendela kebenaran tentang Gaza.
Dunia dalam Diam, Siapa Bertanggung Jawab?
British PM Keir Starmer menyuarakan "keprihatinan mendalam" atas kematian para jurnalis dan menyerukan penyelidikan independen. Amnesty International dan lembaga pers global juga mengecam serangan ini sebagai pelanggaran perang dan serangan terhadap kebebasan pers.
Namun kecaman tanpa tindak lanjut adalah sia-sia. Keheningan dari institusi seperti PBB dan ICC hanya memberikan ruang bagi negara kuat untuk terus bertindak sewenang-wenang tanpa konsekuensi yang nyata. Standar ganda ini memperlihatkan betapa lemahnya komitmen global terhadap kebebasan pers, khususnya ketika pelaku pelanggaran adalah sekutu politik negara-negara besar.
Kebebasan pers di Gaza ternoda bukan hanya oleh roket dan peluru, tetapi juga oleh pembiaran internasional. Dan inilah pengkhianatan yang nyata terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Membela Kebenaran adalah Kewajiban
Dalam kacamata Islam, jurnalis yang gugur di Gaza terkatagori sebagai syuhada fi sabilillah. Mereka berjuang dengan pena, kamera, dan suara untuk menyingkap kezaliman.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seorang lelaki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintahkannya (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran), lalu penguasa itu membunuhnya." (HR Al-Hakim)
Membela Palestina dan para jurnalis yang dibunuh karena menyuarakan kebenaran, adalah kewajiban umat Islam. Allah ﷻ berfirman: “Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu!" (QS. An-Nisa: 75)
Umat Islam tidak boleh tinggal diam. Darah jurnalis Gaza adalah pengingat bahwa kezaliman Israel tidak berhenti dengan merenggut nyawa warga sipil, tetapi juga menghancurkan pilar kebebasan pers. Dunia Islam perlu bersatu, tidak hanya dengan doa, tetapi juga dengan langkah nyata, yaitu diplomasi yang tegas, aksi politik kolektif, dan dukungan penuh kepada perjuangan Palestina.
Jika dunia membiarkan pembunuhan jurnalis ini tanpa konsekuensi, maka Gaza akan menjadi kuburan kebenaran dan kita semua adalah saksi bisu atas kemanusiaan yang gagal ditegakkan.
Wallahualam bissawab.

Komentar
Posting Komentar