Menanti Keadilan Pendidikan dan Kesehatan di Usia 80 Tahun Kemerdekaan
OPINI
Negara dalam sistem Islam memiliki politik ekonomi yang independen dari kapitalisme global.
Oleh Nur Saleha, S.Pd
Pendidik dan Pemerhati Remaja
Muslimahkaffahmedia.eu.org_Delapan dekade merdeka telah berlalu. Namun, bila kita jujur, kemerdekaan itu belum merata—terutama dalam hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Ketika anak-anak di perbatasan menempuh jalan panjang tanpa bangku sekolah yang layak, dan ibu-ibu takut berobat karena fasilitas tak menjangkau daerah terpencil atau mahal, kita diingatkan bahwa proklamasi belum sepenuhnya menjadi realitas bagi semua.
Potret Pendidikan dan Kesehatan dalam Kapitalisme
APS SMA hanya 70–85 %, sementara di Papua Pegunungan rata-rata lama sekolah baru 5,1 tahun. (nu.or.id, 14-08-2025)
Berdasarkan data BPS 2024, Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk SD sudah di atas 99 %, tetapi drastis menurun pada SMA dan lebih rendah lagi di perguruan tinggi. Rata-rata lama sekolah nasional hanya 9,22 tahun (setara tamat SMP), sedangkan di Papua Pegunungan bahkan tak sampai 6 tahun.
Di Jakarta, sekolah bertaraf internasional tumbuh pesat dengan biaya puluhan juta rupiah, namun di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, anak-anak masih belajar di ruang kelas bocor dan seadanya. (kompas.id, 16-08-2025)
Rasio tenaga kesehatan Indonesia baru 3,84 per 1.000 penduduk, di bawah standar WHO 4,45 per 1.000. Harapan hidup masyarakat Indonesia hanya 73,9 tahun (2024), jauh tertinggal dari Singapura (83,1 tahun). Kasus stuntingpun masih tinggi, sekitar 21,5 % anak Indonesia terdampak, jauh di atas standar WHO 14 % (metrotvnews.com, 17-08-2025).
Ironisnya, di kota besar, rumah sakit swasta menawarkan layanan premium dengan teknologi modern, tetapi di desa terpencil, puskesmas beroperasi tanpa dokter tetap. Warga miskin sering menunda berobat karena biaya terlalu mahal.
Kapitalisme Penyebab Kesenjangan
Sumber masalah terletak pada sistem kapitalis yang memosisikan pendidikan dan kesehatan sebagai komoditas, bukan hak dasar publik.
* Pendidikan: tiket mahal yang hanya bisa dibeli keluarga kaya.
* Kesehatan: kemewahan yang sulit diakses masyarakat miskin.
* Negara: lebih berperan sebagai regulator, bukan penjamin hak rakyat.
Kapitalisme hanya mengutamakan daerah yang bernilai ekonomi. Akibatnya, kesenjangan wilayah semakin melebar—antara kota dan desa, Jawa dan Papua, kaya dan miskin.
Selain itu, orientasi kapitalisme juga membuat pembangunan sering berpihak pada investor. Anggaran negara dialokasikan untuk proyek mercusuar atau infrastruktur yang menguntungkan korporasi, bukan untuk memperkuat sekolah di pelosok atau memperbanyak tenaga kesehatan di daerah terpencil. Akhirnya, rakyat kecil tetap menjadi penonton dari apa yang disebut “kemajuan”.
Lebih jauh lagi, komersialisasi pendidikan dan kesehatan melahirkan mentalitas individualis. Orang tua merasa pendidikan berkualitas hanya bisa dibeli dengan uang, sementara kesehatan dianggap sebagai layanan premium yang harus diasuransikan. Padahal, keduanya seharusnya menjadi hak publik yang dijamin oleh negara.
Negara Sebagai Ra‘īn (Pelayan Rakyat)
Islam menawarkan paradigma berbeda melalui sistem Khilafah. Dalam Islam, pendidikan dan kesehatan adalah hak publik yang wajib dijamin negara.
1. Negara sebagai pengurus rakyat (ra‘īn). Khalifah bertugas memastikan kebutuhan dasar, termasuk pendidikan dan kesehatan, terpenuhi untuk semua rakyat tanpa diskriminasi.
2. Gratis dan merata. Layanan pendidikan dan kesehatan diberikan gratis dan berkualitas. Infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan transportasi publik dibangun untuk mendukung akses ke sekolah dan klinik.
3. Baitul Maal sebagai sumber dana. Kekayaan alam dikelola negara sesuai syariat. Dana ini masuk ke Baitul Maal, yang kemudian digunakan untuk biaya sekolah, beasiswa, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan di pelosok.
4. Afirmasi keadilan wilayah. Sumber daya difokuskan pada daerah tertinggal agar anak-anak di Papua, Maluku, atau pedalaman Kalimantan mendapatkan fasilitas setara dengan anak-anak di kota besar.
5. Pelibatan masyarakat. Negara mendorong partisipasi tokoh masyarakat, keluarga, dan kader lokal dalam mendukung pendidikan dan layanan kesehatan. Ini mencerminkan ukhuwah islamiyah dan gotong royong.
Tambahan penting, sistem Islam juga menyiapkan kurikulum berbasis akidah yang tidak hanya membentuk kecerdasan intelektual, tetapi juga akhlak dan kepribadian islami. Pendidikan diarahkan untuk mencetak generasi berilmu, bertakwa, sekaligus mampu mengelola peradaban. Inilah yang menjadikan masyarakat tidak sekadar pintar, tetapi juga berkarakter mulia.
Dalam aspek kesehatan, negara tidak membiarkan rumah sakit menjadi lahan bisnis. Setiap warga, baik kaya maupun miskin, berhak memperoleh layanan terbaik. Dokter dan tenaga medis digaji layak oleh negara sehingga mereka dapat fokus melayani rakyat, bukan mengejar keuntungan. Fasilitas modern juga disediakan secara merata, bahkan di pelosok, dengan sistem rujukan yang terintegrasi.
Selain itu, negara dalam sistem Islam memiliki politik ekonomi yang independen dari kapitalisme global. Dengan pengelolaan sumber daya alam untuk rakyat, negara mampu membiayai layanan dasar tanpa hutang asing atau privatisasi. Alokasi dana tidak bocor pada proyek mercusuar, tetapi langsung diarahkan untuk kepentingan publik. Dengan model seperti ini, jurang kesenjangan bisa dihapus. Anak-anak dari keluarga miskin dapat meraih cita-cita tanpa terbebani biaya, sementara rakyat di pelosok tidak lagi merasa menjadi warga kelas dua.
Khatimah
Delapan puluh tahun merdeka patut kita syukuri, tetapi kemerdekaan sejati belum sepenuhnya hadir. Ketika pendidikan dan kesehatan masih menjadi barang mewah bagi sebagian rakyat, proklamasi belum sempurna.
Islam mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat merdeka berpikir karena mendapatkan pendidikan layak, merdeka sehat karena layanan kesehatan tersedia, dan merdeka meraih masa depan tanpa dibatasi status sosial maupun ekonomi. Dengan penerapan syariat Islam dan sistem Khilafah yang menjamin pendidikan serta kesehatan sebagai hak publik, kemerdekaan tidak lagi hanya seremonial, melainkan nyata dalam kehidupan rakyat.
Pendidikan yang memerdekakan dan kesehatan yang membebaskan adalah cita-cita yang belum tuntas. Hanya dengan sistem yang benar-benar melayani rakyat, kemerdekaan itu dapat diwujudkan secara utuh.

Artikel ini sangat memberikan manfaat yang luar biasa sukses dan salam gudang marmer tangerang
BalasHapus