Krisis Ketenagakerjaan, Kapitalisme Gagal Mewujudkan Kesejahteraan


OPINI


Oleh Nur Syamsiah Tahir 

Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK 


Pemuda adalah tulang punggung Negara


Muslimahkaffahmedia.eu.org_Itulah slogan yang seringkali digaungkan untuk mendorong para pemuda alias generasi penerus bangsa agar giat dan bersemangat dalam berkiprah demi kemajuan dan keberlangsungan bangsa dan negara ini. Namun pada hakikatnya kemajuan suatu bangsa tidak hanya berpatokan pada pemudanya saja akan tetapi peran Negara juga sangat menentukan.


Sebagaimana telah dipaparkan dalam Kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 153 yakni Negara menjamin ketersediaan lapangan kerja. Keberadaan pasal tersebut didasarkan pada sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:

الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعَيَّتِهِ

Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang dia pimpin.

 

Berdasarkan hadits tersebut negara bertanggung jawab dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat yang memiliki kemampuan tetapi tidak mendapatkan pekerjaan. Negara juga berkewajiban memenuhi kebutuhan hidup atas orang fakir yang tidak memiliki kerabat yang mampu memenuhinya. 


Selaras pula dengan sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, bahwa siapa saja yang meninggalkan harta, itu adalah hak ahli warisnya. Selanjutnya, siapa saja yang meninggalkan orang lemah (yang tidak punya anak maupun orangtua), itu adalah urusan kami.

 

Disampaikan juga oleh Imam Muslim dalam riwayatnya, yakni siapa saja yang meninggalkan harta maka harta tersebut menjadi hak keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan utang atau keluarga (yang wajib diberi nafkah) maka itu urusanku dan kewajibanku.


Keberadaan orang yang wajib dipenuhi kebutuhan hidupnya oleh negara menjadikan kewajiban pula bagi Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.  

 

Di samping itu, Negara memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan hidup orang-orang yang tidak mampu jika tidak ada kerabat yang sanggup menutupi kebutuhannya. Al-‘Aajiz (orang yang tidak mampu) menurut pengertian syariah ditujukan pada dua kategori, yang pertama ‘aajiz haqiiqah, yaitu orang yang secara fisik benar-benar tidak mampu bekerja. Adapun yang kedua, ‘aajiz hukm[an], yaitu orang yang tidak mendapat pekerjaan yang dari pekerjaan itu ia bisa memperoleh nafkah. Kedua sebutan itu termasuk orang yang tidak mampu (‘aajiz).  


Dengan demikian Hukum Syarak menjamin seluruh kebutuhan dasar mereka berdasarkan dalil-dalil tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, suami dan ahli waris memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan hidup wanita secara mutlak dan orang yang tidak mampu secara hakiki atau secara hukum. Selanjutnya, apabila mereka tidak ada atau ada tetapi tidak mampu, maka hukum syarak mengalihkan kewajiban tersebut kepada Baitul Mal, yakni kepada negara. Demikianlah negara yang wajib melayani semua urusan rakyatnya.


Jika menelisik fakta yang terjadi pada akhir-akhir ini muncul kegamangan yang terus menjadi-jadi. Pasalnya, merujuk pada Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024 dengan sub judul pesawat jet untuk Si Kaya, sepeda untuk Si Miskin yang dipublikasikan oleh celios.co.id pada September 2024, menyatakan bahwa harta 50 orang yang tajir di Indonesia setara dengan harta 50 juta orang Indonesia.


Padahal saat ini di masyarakat sedang terjadi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), harga barang pokok melonjak naik, gaji sebatas upah minimum, masyarakat kelas bawah tetap berdiri tegak dan berjuang untuk anak, keluarga, dan kehormatan mereka. Dalam gelombang ketidakpastian ekonomi hari ini, mereka bertarung untuk memenuhi kebutuhan dasar dengan sumber daya yang terbatas. 


Sebagian besar masyarakat piramida terbawah bergantung pada pekerjaan informal, seperti pedagang kaki lima atau buruh harian, yang tidak memiliki perlindungan sosial atau tunjangan kesehatan. Ketika perekonomian melambat, mereka tidak hanya mengalami penurunan pendapatan, tetapi juga menjalani ekonomi subsistensi ketat dengan menghemat segala kebutuhan harian untuk bisa bertahan lebih lama. Banyak dari mereka juga menghadapi kesulitan akses ke layanan kesehatan yang memadai, dengan biaya pengobatan yang tinggi, dan fasilitas kesehatan yang terbatas di daerah mereka. 


Pendidikan anak-anak sering kali terhambat oleh kurangnya fasilitas dan biaya tambahan, yang membuat mereka sulit untuk meraih peluang yang lebih baik. Keterbatasan finansial juga sering memaksa mereka terjebak dalam siklus utang dengan bunga tinggi, yang semakin membebani mereka. Ditambah dengan risiko lingkungan seperti banjir atau pencemaran, masyarakat kelas bawah berjuang keras untuk bertahan hidup.


Nasib Kelas Pekerja 

Mencermati laporan di atas tentang kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia, maka ini menunjukkan ketimpangan yang luar biasa. Meskipun ekonomi pasar terbuka selalu diwacanakan sebagai solusi masyarakat global dalam arus pertukaran barang dan jasa tak terbatas, pada faktanya tidak berjalan ideal bagi semua orang. 


Potret terkini bisa kita saksikan dengan jelas bahwa episentrum penguasaan sumber daya semakin tak proporsional. Pekerja perlu bertahan lebih keras seiring pertumbuhan upah yang hanya naik 15% ketika tiga triliuner teratas justru mengalami lonjakan kekayaan 174%. Apabila kekayaan 50 orang teratas digabungkan, jumlahnya maka akan cukup untuk membayar gaji seluruh pekerja penuh dalam angkatan kerja di Indonesia sepanjang tahun. 


Di sisi lain, kesejahteraan guru honorer menjadi potret nyata kerentanan pekerja di sektor layanan dasar. Terdapat 74,3% guru honorer berpenghasilan di bawah 2 juta dan 46,9% di bawah 1 juta. Pengemudi ojek online yang selalu dituntut tentang kualitas layanan berdasarkan penilaian bintang oleh pelanggan justru menghadapi marjin keuntungan yang tipis. Sebanyak 50,1% responden pengemudi ojek online hanya mendapatkan penghasilan Rp50 ribu – Rp100 ribu per hari. Sedangkan 44,1% responden mengeluarkan biaya operasional harian sebesar Rp50 ribu – Rp100 ribu. 


Dalam labirin sistem keuangan, masyarakat kecil sering kali terjebak dalam perangkap yang tak berujung saat mencoba meminjam uang dari bank. Keterbatasan akses kredit, akibat kurangnya jaminan dan riwayat kredit yang tidak memadai, membuat mereka terpaksa mencari jalan pintas. Sayangnya, jalan pintas ini sering kali adalah pinjaman online (pinjol) ilegal, yang menawarkan "Solusi" dengan bunga tinggi dan syarat yang membelit. Mereka yang terjebak dalam lingkaran pinjol ini sering kali terjerat dalam utang yang menggunung, dan dihadapkan pada praktik penagihan yang nir-etika.


Antara SDM Rendah atau Lapangan Kerja Tak Tersedia?

Kondisi semakin naiknya tingkat pengangguran di Indonesia merupakan efek domino dari badai pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi bukan semata masalah kualitas SDM dan link & match lulusan sekolah, tapi juga kualitas investasi dan industri.


Sebagaimana dikutip oleh tirto.id, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB, Zainul Munasichin, di Kantor DPP PKB, Jakarta, pada Jumat (11/7/2025), menduga banyaknya pengangguran itu disebabkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia yang belum mumpuni. Sehingga meski banyak lowongan kerja yang tersedia dari berbagai perusahaan tetapi tidak terserap dengan baik. Artinya lowongan pekerjaan yang tersedia tidak match dengan kompetensi SDM yang ada.


Berdasarkan data pemerintah disebutkan total investasi yang masuk ke Indonesia pada kuartal pertama pada tahun 2025 mencapai Rp465,2 triliun. Namun di sisi yang lain, jumlah serapan tenaga kerja di Indonesia hanya 600 ribu. Sehingga apabila dianalogikan, Zainul menyebut setiap nilai investasi Rp700 juta hanya mampu merekrut satu tenaga kerja. Padahal secara jumlah investasi year-on-year, Indonesia mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja hingga 15 persen.


Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: Pertama, investasi di Indonesia memiliki kecenderungan pada industri padat modal. Sehingga meskipun jumlah investasi tinggi tapi tidak selaras dengan penyerapan tenaga kerja. Faktor kedua, modal biaya ekonomi yang tinggi sehingga menjadi beban bagi pengusaha.

Faktor ketiga, kinerja pemerintah dalam melatih tenaga kerja di Indonesia relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja baru. 


Akar Masalahnya

Krisis ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia ini merupakan bagian dari krisis tenaga kerja secara global. Maka hal ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang mendominasi dunia saat ini, yaitu kapitalisme telah gagal menyediakan lapangan kerja. Tingginya angka pengangguran disebabkan konsentrasi kekayaan dunia. 


Di Indonesia, ketimpangan kekayaan juga nyata. Berdasarkan data Celios, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia. Ini artinya, kapitalisme pun telah gagal mewujudkan kesejahteraan di muka bumi ini. Meskipun pemerintah telah berupaya dengan mengadakan jobfair akan tetapi ini tidak menjadi solusi karena dunia industri sejatinya mengalami badai PHK. Bahkan pembukaan sekolah dan jurusan vokasi tidak menjadikan lulusan mudah mencari kerja, buktinya banyak lulusan vokasi yang menganggur. 


Oleh karena itu selama sistem kapitalis masih mendominasi dunia, termasuk di Indonesia maka pengangguran senantiasa akan menjadi masalah utama. Inilah yang menjadi akar masalahnya, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, yakni sistem kapitalis liberalis.


Islam Solusinya

Kondisi ini tentu saja berbeda dengan kondisi saat Islam diterapkan seutuhnya. Di dalam sistem Islam penguasa berperan sebagai raa'in yaitu mengurusi rakyatnya sampai tataran individu. Untuk itu negara memfasilitasi rakyatnya agar memiliki pekerjaan, yaitu dengan pendidikan, bantuan modal, industrialisasi, pemberian tanah, dll. 


Melalui sistem pendidikan Islam, negara menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang beraqidah kuat, berkualitas, tidak hanya siap kerja, tetapi memiliki keahlian di bidangnya. Dalam sistem ekonominya, Negara menjadikan kekayaan alam terdistribusi secara adil, tidak terkonsentrasi pada segelintir pihak. 


Dalam Negara juga ada Baitul Mal dan agar bisa melaksanakan pemenuhan atas kebutuhan rakyatnya, syarak menetapkan pos-pos pengeluaran untuk (pemberian) nafkah tersebut sebagai bentuk perhatian khusus. Syarak menetapkan di dalam Baitul Mal pos seperti zakat untuk orang-orang fakir. Allah Swt., berfirman:

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ ٦٠

Sungguh zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin… (QS at-Taubah [9]: 60)

Berlanjut hingga kalimat:

وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ ٦٠

dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan… (QS at-Taubah [9]: 60)

 

Jika zakat tidak mencukupi maka pemenuhan kebutuhan rakyat akan diambilkan dari pos-pos Baitul Mal yang lain berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَىَّ وَعَلَىَّ

Siapa saja yang meninggalkan harta maka (harta tersebut) menjadi hak keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan utang atau keluarga (yang wajib diberi nafkah) maka itu urusanku dan kewajibanku. (HR. Muslim)


Dari hadits ini jelas dinyatakan rakyat menjadi tanggungan Negara. Hal ini juga berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhori, Imam adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas orang yang dia pimpin.

 

Demikianlah yang diterapkan dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap warga negara, sehingga tidak akan muncul masalah krisis ketenagakerjaan dan masalah lainnya. Wallahu’alam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan