Fatherless Menghasilkan Generasi Hopeless


OPINI

Allah Ta'ala pun memerintahkan agar para ayah menjaga keluarganya dari api neraka, seperti dijelaskan dalam surah at-Tahrim ayat 6

Ummu Qianny 

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Fatherless diartikan sebagai ketidakhadiran peran ayah dalam perkembangan anak, baik secara fisik maupun secara psikis. (Wandansari, Nur, & Siswanti, 2021)


Dalam hal ini fatherless bukan tentang ketidakhadiran ayah secara nyata, tapi juga tentang ketiadaan peran sang ayah dalam keluarga. Analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menunjukkan 15,9 juta anak di Indonesia berpotensi tumbuh tanpa pengasuhan ayah atau fatherless. Angka ini setara dengan 20,1 persen dari total 79,4 juta anak berusia kurang dari 18 tahun. (Kompas.com, 08/10/2025)


Berdasarkan data, dari 15,9 juta anak tersebut, 4,4 juta anak tinggal tanpa kehadiran ayahnya di rumah. Sedangkan 11,5 juta anak lainnya, tinggal bersama ayah mereka tapi sibuk bekerja, yang mencapai 60 jam per minggu atau 12 jam per hari. Artinya, seorang ayah ini lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja dibandingkan bercengkerama dengan anak-anaknya.


Tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang membuat ayah minim membersamai keluarga, terutama anak-anaknya. Selain itu, bisa juga karena pemahaman dari ayah itu sendiri tentang pengasuhan atau membersamai anak, yang dianggap hanya diperuntukkan kepada ibu semata. Kedua hal inilah yang membuat ayah tidak memahami posisi dirinya sebagai qawwam


Menghadapi fatherless ini, pemerintah mencoba memberi solusi dengan mengadakan aturan bahwa ayah mengantar anak ke sekolah di hari pertama sekolah. Diharapkan kegiatan tersebut akan membangun ikatan emosional. Sayangnya ini tidak berlangsung lama, hanya berjalan sesaat. Selain itu dari pihak sekolah-sekolah Islami gencar diadakan kajian-kajian parenting yang harus dihadiri kedua orangtua, dengan harapan sang ayah bisa ikut serta mengasuh anak bersama-sama ibu.


Sesungguhnya fenomena fatherless tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi saat ini, erat kaitannya dengan support sistem yang dibentuk oleh sistem ekonomi kapitalis. Hal ini telah membuat manusia berlomba-lomba mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. 


Orang yang kaya akan semakin kaya dan sayangnya yang miskin semakin miskin. Keinginan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang dengan alasan untuk kesejahteraan keluarga yang justru membuat waktu ayah tersita dan hal ini pula yang membuat fungsi qawwam hilang dari diri ayah.


Dampak dari fatherless bagi anak antara lain: rasa tidak aman/cemas, kesedihan/depresi, kemarahan/agresif, harga diri rendah, kesulitan mengelola emosi. (halodoc, 30/09/2025) 

Ketika seorang anak mengalami hal-hal tersebut, dan dia bergabung dengan lingkungan yang negatif, maka akan menimbulkan berbagai masalah perilaku.


Sesungguhnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai pencipta dan pengatur kehidupan, telah membuat seperangkat aturan. Khususnya dalam hal ini agar ayah dapat optimal menjalankan perannya dalam keluarga, termasuk ikut serta dalam mendidik anak.


Allah sudah memberikan ketetapan bahwa kepemimpinan berada di tangan laki-laki, sebagaimana di jelaskan dalam surah an-Nisa ayat 34. Peran ayah sebagai qawwam, mencakup tanggung jawab spiritual, emosional (membimbing keluarga) dan material (berupa menafkahi).


Rasululullah saw bersabda," Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya." (HR Bukhari Muslim no. 893, Muslim no. 1829 )


Betul adanya, kunci pendidikan anak berada di tangan ibu. Tetapi, justru pada tangan seorang ayahlah letak keberhasilan pendidikan tersebut. 


Peran ayah dalam pengasuhan anak, ada pada proses pembentukkan kepribadian anak, yakni kasih sayang, perhatian dan keteladanan. Di sinilah peran ayah sebagai qawwam dalam mendidikan anak. Allah Ta'ala pun memerintahkan agar para ayah menjaga keluarganya dari api neraka, seperti dijelaskan dalam surah at-Tahrim ayat 6. 


Gambaran keterlibatan sosok ayah dalam mendidik anak juga sudah dicontohkan dalam Al-Qur'an surah Luqman ayat 13: "(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, 'Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar'.”


Hadirnya sosok ayah dalam pengasuhan, akan membentuk kepribadian anak. Karena sosok ayah, anak akan mendapat keteladanan, kepemimpinan, daya tahan, daya tarung, hingga mampu membuat keputusan-keputusan hidup sebagaimana yang Allah perintahkan. Inilah peran ayah dalam mendidik anak. Tentunya peran tersebut tidaklah mudah, apalagi Allah juga menetapkan laki-laki wajib mencari nafkah, jihad fii sabilillah dan kewajiban lainnya yang menuntut mereka untuk keluar rumah. 


Oleh karena itu Allah Ta'ala memerintahkan negara sebagai pihak yang berfungsi sebagai pelayan umat, untuk menopang kewajiban para ayah ini, agar bisa terealisasi dengan optimal. Negara yang menerapkan sistem Islam yaitu Daulah Khilafah akan memberi support peran ayah dengan membuka lapangan kerja disertai upah yang layak, memberikan jaminan kehidupan sehingga ayah memiliki waktu yang cukup untuk membersamai anak-anaknya. 


Daulah Khilafah memastikan ekonomi negara berjalan sebagaimana mestinya, sehingga harga kebutuhan pokok bisa dijangkau oleh gaji para ayah. Selain itu menjamin kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis untuk masyarakat. 


Jika pemenuhan kebutuhan dasar telah dijamin oleh negara, maka para ayah tidak perlu mengambil pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Bahkan seandainya sosok ayah telah meninggal, Islam memiliki sistem perwalian yang akan menjamin setiap anak memiliki figur ayah. 


Perwalian tersebut diserahkan kepada kakek dan paman dari jalur ayah. Hal ini mengingatkan kita pada masa Rasulullah saw.. Saat menjadi anak yatim, kakeknya mengasuh beliau dan sepeninggal kakeknya, pengasuhan Rasulullah saw. dialihkan pada pamannya. Jadi pada saat itu, Rasulullah meskipun sudah kehilangan ayahnya tapi tetap mendapatkan sosok ayah dari perwaliannya. 


Islam tidak akan membiarkan anak-anak tanpa pengasuhan dari sosok ayah. Berbanding terbalik dengan kapitalisme, dalam sistem yang diadopsi negeri ini, peran raa'in (pengurus) tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Justru banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendzalimi rakyat. 


Ketika aturan manusia yang dijadikan sumber hukum, maka tidak mengherankan banyak permasalahan bertubi-tubi terjadi di negeri ini, termasuk fatherless. Semoga hal ini membuka mata umat, bahwa perkara fatherless bukan semata-mata karena kesibukan ayah semata secara personal, akan tetapi sudah menjadi masalah sistemik akibat tidak diterapkannya aturan-aturan Allah dalam berbagai aspek kehidupan baik secara individu hingga level negara.


Wallahu'alam bisawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan