KDRT dan Kekerasan Remaja, Bahaya yang Terabaikan Negara.


OPINI

Sejarah Islam menunjukkan, ketika keluarga dan negara berjalan sesuai prinsip syariat, masyarakat menjadi aman, harmonis, dan beradab. Anak-anak dibesarkan dengan pendidikan moral. 

Oleh Ummu Qianny 

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-“Rumah dan sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman, tetapi nyatanya kini menjadi saksi bisu kekerasan.” Fenomena ini bukan sekadar ungkapan dramatis. Data menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta perilaku agresif remaja, dari penganiayaan hingga pembunuhan, semakin marak di Indonesia. Banyaknya kasus yang mencuat ke permukaan menandakan rapuhnya pondasi moral dan sosial di negeri ini. 


Fakta di lapangan menunjukkan kasus KDRT dan kekerasan remaja belakangan ramai diberitakan di berbagai media. Misalnya, seorang remaja berusia 16 tahun membacok neneknya karena merasa tak terima disebut "cucu pungut." Pelajar SMP di Grobogan meninggal akibat dikeroyok teman sekolah. Di Malang, tak kalah tragis seorang suami siri yang membakar dan mengubur istrinya. Peristiwa ini menunjukkan tingkat kekerasan ekstrem terjadi dalam rumah tangga


Data nasional yang diperoleh dari GoodStats (Ums.ac.id) memperlihatkan tren mengkhawatirkan. Jumlah kasus KDRT di Indonesia hingga September 2025 mencapai 10.240 kasus. Ini memperkuat kesan bahwa masalah keluarga bukan lagi persoalan pribadi, tetapi alarm sosial yang harus segera ditangani.


Penyebab Krisis Keluarga


Beberapa faktor utama yang menjadi akar permasalahan dari meningkatnya KDRT dan kekerasan remaja:


1. Sekularisme yang menyingkirkan nilai agama. Keluarga kehilangan landasan moral dan tanggung jawab spiritual. Ketakwaan dan akhlak yang seharusnya menjadi pondasi rumah tangga seringkali diabaikan. Padahal dalam Islam, keluarga adalah lembaga pertama untuk membentuk moral anak, sebagaimana firman Allah Swt: 

"Dan orang-orang yang berkata: " Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan yang menjadi penyejuk mata (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.'' (QS. Al-Furqan: 74)


2. Pendidikan sekuler-liberal. Kebebasan tanpa batas menumbuhkan individualisme, membuat anak-anak dan remaja sulit dikendalikan, serta merusak keharmonisan rumah tangga. Anak-anak yang dibesarkan tanpa pedoman moral cenderung mengambil keputusan impulsif, bahkan bisa melakukan tindakan kriminal.


3. Materialistis dan tekanan hidup. Fokus perhatian hanya pada harta dan kesenangan duniawi membuat keluarga lebih rentan konflik. Orang tua yang sibuk mengejar materi sering lupa mendampingi anak secara emosional, akibatnya anak tumbuh tanpa pengawasan moral yang memadai.


4. Peran negara belum optimal. Undang-Undang Penghapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) hanya menindak pelaku secara hukum, namun belum menyentuh akar masalah, yakni krisis moral dan pendidikan keluarga. Negara seharusnya berperan aktif dalam membimbing masyarakat, bukan hanya menegakkan hukum secara reaktif.


Perspektif Islam sebagai Solusi


Islam memberikan solusi yang komprehensif untuk mencegah terjadinya KDRT, solusi dari akar hingga implementasinya.


1. Pendidikan Islam membentuk karakter. Pendidikan moral dan agama sejak dini, menjadi pondasi kepribadian remaja. Anak-anak yang dibimbing dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis akan tumbuh dengan ketakwaan dan akhlak mulia. Rasulullah saw. bersabda:

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin, seorang ayah adalah pemimpin di rumahnya, seorang suami adalah pemimpin di keluarganya, dan seorang ibu adalah pemimpin di rumah anak-anaknya." (HR. Bukhari & Muslim)


2. Syariat Islam dalam rumah tangga. Syariat Islam mengatur peran suami-istri dengan jelas. Suami bertanggung jawab menjaga keamanan dan kesejahteraan keluarga, sedangkan istri menjadi pendamping, penuh kasih sayang. Rasulullah saw. bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku." (HR. Tirmidzi)


Dengan prinsip ini, keharmonisan rumah tangga bisa terbentuk, sekaligus menjadi cerminan moral masyarakat secara keseluruhan.


3. Negara sebagai pelindung (junnah). Pada masa kekhalifahan, seperti era Umar bin Khattab ra. negara berperan aktif dalam menjamin kesejahteraan rakyat, menegakkan keadilan dan mencontohkan keteladanan moral. Keluarga miskin mendapat perhatian, hukum ditegakkan dengan adil, sehingga tekanan ekonomi tidak memicu konflik rumah tangga. Khalifah Umar meninjau rumah-rumah rakyat secara langsung, bahkan memanggul gandum sendiri, memastikan hak-hak rakyat terpenuhi, serta mengatur distribusi zakat dan bantuan sosial untuk keluarga yang rentan.


4. Hukum Islam sebagai pencegah dan edukasi. Hukum Islam tidak hanya sebagai penebus dosa bagi pelaku, tetapi juga mampu memberikan efek jera, mendidik masyarakat agar hidup sesuai syariat. Penegakan hukum yang adil bisa memunculkan kesadaran moral dalam masyarakat. Berbeda dengan pendekatan hukum modern yang hanya menghukum tanpa membentuk kesadaran. Pada masa kekhalifahan, pelaku kekerasan rumah tangga, dan kriminalitas remaja mendapat sanksi tegas, sekaligus menjadi pelajaran bagi masyarakat luas.


Pembelajaran di Masa Kekhalifahan


Sejarah Islam menunjukkan, ketika keluarga dan negara berjalan sesuai prinsip syariat, masyarakat menjadi aman, harmonis, dan beradab. Anak-anak dibesarkan dengan pendidikan moral. Remaja memiliki panduan perilaku, dan KDRT jarang terjadi. Pondasi keluarga kuat karena negara menjamin keadilan sosial. Di antara banyaknya kisah terkait keadilan pada masa kekhalifahan, bisa kita lihat pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. dan Ali bin Abi Thalib ra. di mana kesejahteraan rakyat dan penegakan hukum berjalan seimbang. Negara menyediakan pendidikan, jaminan ekonomi, dan pengawasan moral, sehingga generasi muda tumbuh dengan akhlak baik dan rasa tanggung jawab yang tinggi.


Kesimpulannya, KDRT dan kekerasan remaja adalah alarm sosial yang menuntut tindakan komprehensif. Pendidikan Islam, penerapan syariat dalam keluarga, peran aktif negara, dan penegakan hukum yang adil adalah kunci untuk membentuk keluarga yang harmonis dan masyarakat beradab. Tanpa langkah sistematis, generasi muda akan terus terperangkap dalam siklus kekerasan yang menghancurkan masa depan negara.


Sudah seharusnya masyarakat menyadari bahwa keluarga adalah pondasi pertama, dan negara adalah pelindungnya. Sejarah membuktikan bahwa ketika kedua pondasi ini dijaga sesuai prinsip syariat, masyarakat akan damai, aman, dan generasi muda tumbuh dengan karakter yang kuat. Islam bukan hanya menawarkan solusi spiritual, tetapi juga model praktis yang terbukti menyejahterakan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Saatnya mencabut akar pemasalahan kehidupan bukan sekedar tambal sulam.


Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan