Siswa Merokok, Refleksi Krisis Moral dan Pendidikan



 Sistem kapitalis liberal dan negara yang abai, melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan krisis moral. 


OPINI

Oleh  Sri Rahmayani, S.Kom

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI_Kejadian siswa merokok di Indonesia kini bukan lagi pemandangan langka. Hampir di setiap sudut kota, dari warung kecil hingga area sekitar sekolah, mudah ditemui pelajar berseragam yang menikmati sebatang rokok tanpa rasa bersalah. Mereka berdiri berkelompok, berbagi tawa, seolah bangga dengan perilaku yang seharusnya mereka tahu berbahaya untuk diri, keluarga dan masa depannya. 


Fenomena ini bukan sekadar soal asap tembakau yang dinikmati begitu entengnya, melainkan cerminan nyata dari krisis moral dan kegagalan pendidikan dalam menanamkan nilai dan tanggung jawab pada generasi muda. Generasi yang seharusnya menjadi estafet pembangun negara dengan peradaban mulia.


Kasus kepala sekolah di sebuah SMA di Banten yang menampar siswanya karena merokok bukan sekadar soal kekerasan di sekolah. Lebih dari itu, ini adalah tanda bahwasanya lingkungan pendidikan kita masih belum mampu membendung maraknya rokok di kalangan pelajar. Fakta itu setidaknya tergambar dari Survei Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS). (batamnews.com, 17\10\25)


Menyebar cepat mengguncang jagat maya, tampak foto seorang siswa salah satu SMA di Makassar berinisial A, yang terlihat dengan santainya merokok sambil mengangkat kaki di samping gurunya. (suara.com, 18/10/25)


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 juta remaja berusia 13 hingga 15 tahun di seluruh dunia menggunakan rokok elektrik atau vape. Dalam laporan terbarunya, WHO menyebut remaja memiliki kemungkinan sembilan kali lebih besar untuk menggunakan vape dibandingkan orang dewasa (14/10/2025).


Melihat berbagai kejadian yang menimpa remaja akibat rokok seharusnya bukan hal  yang patut dibiarkan begitu saja. Pengaruh lingkungan dan media memainkan peran besar dalam hal ini. Iklan rokok masih mudah diakses oleh anak muda, baik secara langsung melalui sponsor acara olahraga dan musik, maupun secara tidak langsung lewat media sosial. 


Narasi yang dibangun iklan sering mengaitkan rokok dengan maskulinitas, kebebasan, dan pergaulan keren, sehingga menarik bagi remaja yang sedang mencari jati diri. Akibatnya, muncul persepsi salah bahwa merokok adalah simbol kedewasaan dan keberanian, padahal yang terjadi justru sebaliknya, sebuah bentuk penurunan kesadaran dan ketergantungan terhadap zat berbahaya. 


Potret Kegagalan Pendidikan Remaja 


Betapa rumitnya posisi pendidik saat ini. Sangat tepat ketika digambarkan maju kena mundur kena. Maju ketika memosisikan sebagai pendidik yang ideal seakan itu tidak cocok dengan perkembangan zaman. Ditambah lagi,  hukum yang diterapkan kabur. Mundur juga demikian, abai pada tanggungjawab sebagai pendidik juga disalahkan oleh semua kalangan karena tidak melakukan tugas sebenarnya sebagai pendidik. 


Standar abu-abu dalam penerapan disiplin siswa dan tergerusnya wibawa guru sejatinya terletak pada aturan yang mengatur. Sistem kapitalis liberal dan negara yang abai, melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan krisis moral. 


Merokok menjadi alasan ungkapan kedewasaan, jati diri dan kebanggaan agar dikatakan keren. Di sisi lain rokok mudah dijangkau remaja, ini bukti lemahnya negara dalam pengawasan. Negara seharusnya menjadi pelindung remaja, sebab di tangan merekalah terletak harapan bagi kelanjutan nasib negara. 


Krisis ini juga tidak terlepas dari budaya permisif yang berkembang di masyarakat modern. Nilai moral yang dahulu tegas kini menjadi relatif. Banyak yang beranggapan, “Asal tidak merugikan orang lain, maka boleh dilakukan.” 


Hal ini tentu berbeda ketika memandang dari sudut pandang Islam. Islam tidak mengenal moral yang relativistik. Islam memandang setiap perbuatan manusia dalam kerangka halal dan haram, manfaat dan mudarat. Merokok jelas membawa mudarat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Maka, membiarkannya tanpa penegakan nilai adalah bentuk pembiaran terhadap kerusakan moral.


Pembiaran itu dapat dilihat masih berseliweran iklan bahkan bebasnya remaja membeli rokok.  Industri rokok terus dibesarkan seakan keselamatan negara dengan keuntungan industri ini lebih utama dari keselamatan nasib generasi. 


Pandangan Islam Kaffah


Dalam sistem pendidikan saat ini tidak ada perlindungan yang jelas bagi guru. Guru berada dalam tekanan yang luar biasa. Mengingatkan seseorang yang bersalah adalah salah satu bagian dari amar makruf nahi mungkar, tapi tidak melalui kekerasan. Upaya yang dilakukan seharusnya melalui pendekatan yang baik, untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan. 


Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini memberikan ruang kebebasan pada semua kalangan baik pendidik, orang tua, dan siswa itu sendiri. Sistem ini terbukti telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. 


Dalam Islam guru adalah pilar peradaban, posisinya dihormati dan dimuliakan karena tugasnya membentuk kepribadian muridnya. Guru bukan hanya gudang ilmu namun pendidik yang memberikan suri teladan bagi muridnya. Hukum merokok memang mubah, tapi di sisi lain tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Titik poinnya merokok bisa membahayakan kesehatan bagi perokok aktif maupun pasif. Selain itu juga menjadikan hidup boros. 


“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”

(QS. Al-Baqarah: 195)


Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap muslim dilarang melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri, termasuk merokok. Asap rokok yang merusak paru-paru, jantung, dan otak jelas termasuk dalam kategori perbuatan yang membawa kebinasaan. Maka, dari sudut pandang syariat, merokok dapat dikategorikan sebagai perbuatan haram atau makruh tahrim, tergantung tingkat bahaya dan niat pelakunya.


Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar mempunyai pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Bahwa remaja muslim harus berprinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak.


Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan pendidikan berbasis Islam kaffah. Pendidikan yang menyentuh seluruh aspek: iman, akhlak, ilmu, dan amal. Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan:


Pertama, Menanamkan tauhid sebagai pondasi moral. Anak harus dididik untuk menyadari bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, adalah bentuk pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dengan keyakinan ini, siswa akan lebih mudah menolak ajakan buruk karena ia sadar Allah selalu mengawasi. Tentunya butuh pendampingan dari keluarga terdekat 


Kedua, Menegakkan keteladanan dari lingkungan. Guru, kepala sekolah, dan orang tua harus menjadi contoh nyata. Jika orang dewasa masih merokok, sulit berharap siswa berhenti. Maka, perubahan moral harus dimulai dari atas. 


Ketiga, negara yang mampu menerapkan sistem Pendidikan kurikulum Islam. Mengintegrasikan pendidikan akhlak dalam seluruh mata pelajaran. Akhlak bukan hanya urusan guru agama, tetapi tanggung jawab semua guru. Negara berbasis Islam yang tidak mengedepankan keuntungan dengan produksi rokok namun dengan lebih mengedepankan nasib generasi.


Sudah saatnya beralih dalam sistem yang lebih baik. Menerapkan Islam kaffah dalam bingkai institusi bernama Khilafah dalam segenap aspek kehidupan termasuk pendidikan, sebagaimana dicontohkan pada kekhilafahan sebelumnya yang pernah diterapkan berabad-abad lamanya. 


Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan