Bundir Anak Sekolah yang Terus Bergulir



OPINI

Oleh Nola Dwi Naya Sari, S.Pd.

Guru dan Pemerhati Remaja


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Bergulirnya kasus bunuh diri yang terjadi dikalangan anak sekolah bak bola salju. Semarak peringatan hari Sumpah Pemuda yang harusnya memberi semangat perjuangan dan persatuan kepada generasi pemuda. Namun bertolak belakang dengan di lapangan. Nyatanya muncul banyak kasus yang menunjukkan bahwa pemuda saat ini berjuang sendirian dalam menghadapi tekanan hidupnya. Tekanan hidup yang datang bukan karena masalah yang layaknya berkutat terjadi pada anak sekolah. Seperti masalah akademik tapi kadang justru datang dari tekanan teman sejawat ketika bergaul dalam dunia nyata dan dunia maya. Beberapa orang ada yang melampiaskannya dengan kebebasan. Namun diantaranya ada yang memutuskan untuk memendam dan akhirnya tenggelam dalam pejaman mata yang dalam. Meninggal dengan menggantung segala harapan hidup. Meninggal untuk mencari ketenangan dalam logika pendek bayang-bayang setan.  


Dalam sepekan terakhir, bermunculan banyak kasus bunuh diri anak sekolah. Bunuh diri dengan posisi tergantung di kusen pintu bermodalkan tali Sepatu. Kasus ini terjadi di Kampung Cihaur, Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Rabu (22/10/2025) sore. Warga digegerkan meninggalnya anak laki-laki berusia 10 tahun berinisial MAA. Dia siswa kelas V salah satu SD negeri di wilayah tersebut. Korban ditemukan tergantung di kusen pintu kamar rumah neneknya menggunakan tali sepatu. Beberapa hari kemudian di Kabupaten Sukabumi, Siswi kelas dua SMP berinisial AK (14) ditemukan tewas gantung diri di kusen pintu rumahnya di Kecamatan Cikembar (Kompas.id, 28/10/2025).


Kasus yang tak kalah miris terjadi di belahan provinsi Sumatera Barat. Dalam sebulan, 2 orang anak sekolah bunuh diri di lingkungan sekolah. Ada yang bermodalkan dasi sekolah. Seorang siswa SMPN 7 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), berinisial BE (15) diduga bunuh diri di dalam ruangan kelasnya pada Selasa (28/10/2025) sekitar pukul 12.00 WIB. Ada juga yang bermodalkan tali pramuka. Pada Senin (6/10) pukul 22.00 WIB, Arif Nofriadi Jefri (15 tahun), siswa kelas IX SMP Negeri 2 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, ditemukan tewas di ruangan OSIS (Kumparan.com, 6/10/2025) 


Dari rangkaian beberapa kasus di atas, hal ini sejalan dengan pernyataan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (30/10/2025) yang mengungkapkan bahwa lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental. Psikolog Retno Lelyani Dewi menjelaskan, tindakan bunuh diri jarang muncul tiba-tiba. Itu adalah puncak dari akumulasi tekanan, rasa kesepian, dan ketidakmampuan mengelola stres. Sementara Fitri Yanti dari Universitas Fort De Kock Bukittinggi menyoroti peran lingkungan dan media sosial. Generasi muda kini tumbuh di era instan, di mana ekspektasi tinggi tidak diimbangi kemampuan bertahan terhadap tekanan. 


Jika kita kelompokkan berdasarkan usia, aksi bunuh diri ini terjadi pada gen-alpha dan juga gen-z. Generasi yang jika dibandingkan dengan generasi milenials atau X, jauh lebih rapuh mentalnya ketika menghadapi masalah. Walau dalam hal ini kita tak dapat menutup mata dari fakta kasus bunuh diri baru-baru ini yang juga terjadi dikalangan orang dewasa seperti mahasiswa, akademisi bahkan ibu rumah tangga. Namun jika kita standarkan kepada usia generasi tersebut, generasi ini masuk dalam kelompok anak yang belum baligh dan baru meranjak baligh. Artinya, kurang tepat jika sepenuhnya kita menyalahkan anak. 


Sehingga ketika kita telusuri faktor penyebabnya pun beragam. Ada yang karena faktor bullying, asmara ataupun karena faktor permasalahan keluarga. Dari faktor tersebut, perlu kita mengevaluasi dari awal terkait pendidikan pra balignya. Terutama dalam hal ini yang berperan besar adalah keluarga itu sendiri dan selanjutnya peran sekolah. Pendidikan sebelum balig berperan dalam mendidik anak agar memahami tujuan hidupnya, yaitu beribadah kepada Allah, bukan sekedar mengejar ambisi dunia. Dari kedua peran inilah yang akan mengontrol mereka dalam bergaul dan menggunakan teknologi. Karena ketika prabalig, anak-anak masih dalam pengawasan dan pengarahan yang ketat dari orangtua. Dengan pendekatan emosional yang senantiasa memperhatikan tumbuh kembang anak, maka orangtua akan lebih mendeteksi masalah apa yang sedang dihadapi oleh anak. Orangtua akan hadir menguatkan mental anak ketika terjadi pembullyan, orangtua akan hadir memberi arahan yang tepat ketika anak mulai mengenal rasa suka ke lawan jenis. Orangtua akan mengontrol penggunaan gadget anak-anaknya. Orangtua akan hadir memahamkan kondisi kehidupan keluarga yang sedang dijalani. 


Lebih dari itu, sistem kehidupan sekulerlah yang menjadi pemicu terbesar dalam setiap masalah kehidupan. Menjauhkan agama dari kehidupan berpengaruh kepada lemahnya dasar akidah. Lemahnya dasar akidah merupakan dampak dari pola pendidikan sekuler yang hanya mengedepankan pada prestasi akademik, minim akan penguatan agama yang seharusnya agama sebagai modal anak dalam menghadapi masalah kehidupan. Dalam sistem kehidupan sekuler, ukuran kedewasaan semata-mata dilihat dari usia biologis, bukan dari kesiapan akal dan tanggung jawab moral. Padahal dalam Islam, ketika seorang anak sudah balig, maka ia telah memikul taklif syar’i dan diarahkan menjadi aqil, yaitu orang yang matang akalnya. Sehingga dia akan paham membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk. Mana perbuatan yang mendapatkan pahala dan dosa. 


Lebih dari itu, sekulerisme yang memunculkan tatanan ekonomi yang sulit, kehidupan dengan gaya hidup bebas dan materialistik. Sehingga sistem puncak inilah yang berpengaruh kepada pola lingkungan masyarakat dan keluarga dalam memperlakukan generasi saat ini.  


Maka dari itu, menyelesaikan masalah bunuh diri yang saat ini terus bergulir hanya bisa dihentikan dengan penerapan Islam kafah dalam kehidupan. Pada aspek individu akan tertanam nilai keimanan dan ketakwaan bahwa bunuh diri termasuk dalam dosa besar yang dibenci oleh Allah. Senantiasa yakin bahwa Allah sebagai penolong atas masalah kehidupannya. 


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Al-Mulk ayat 2 yang artinya, "(Dialah Allah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” 


Pada aspek keluarga, akan tertanam dalam jiwa orangtua untuk mendidik anaknya sebagai amanah dari Allah Swt., dan untuk menjadi hamba Allah. Pada aspek masyarakat akan tertanam dorongan untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama, tidak akan ada budaya bullying. Kemudian saling peduli, senantiasa tersuasanakan dalam aktivitas amar’ ma’ruf nahi mungkar


Sementara dalam aspek negara, akan mensuasanakan seluruh sistem kehidupan berlandaskan pada akidah Islam dan berdasar pada syariat-Nya. Tekanan hidup seperti dalam masalah ekonomi akan mampu dicegah dengan jaminan terciptanya lapangan pekerjaan, jaminan kesehatan, keamanan, dan pendidikan dari negara, serta aspek-aspek lainnya. Semua hal tersebut menunjukkan tanggung jawab negara dalam mengurusi rakyatnya. Sehingga dengan cara pandang yang sistemik, fenomena bundir ini akan lebih mudah dicegah. 


Wallahua’lam bisshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan