Kapitalisasi Air, Pasti Terjadi dalam Sistem Kapitalis Sekuler

 


Demikianlah yang terjadi ketika yang diberlakukan di negeri ini adalah sistem kapitalis sekuler.

OPINI

Oleh Nur Syamsiah Tahir 

Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK 


Muslimahkaffahmedia.eu.org, OPINI -“Bersama Aqua, Bersama Alam”

“Aqua, Air Murni yang Menyegarkan”


Dua kalimat di atas merupakan slogan yang dipakai Aqua dalam iklannya. Ada beberapa slogan lain yang senada yang bertujuan untuk mempromosikan Aqua. Di satu sisi kata-kata ini menunjukkan bahwa Aqua menjalin hubungan yang erat dengan alam. Bahkan dalam setiap tetesnya, Aqua memberikan kebaikan alam yang dapat kita nikmati dan jaga bersama-sama. Di sisi lain, kata-kata tersebut menggambarkan keaslian dan kualitas air minum Aqua. Bahkan dipastikan air murni yang disajikan Aqua memberikan sensasi kesegaran yang tak tertandingi.


Demikianlah usaha-usaha yang dilakukan oleh Danone grup sebagai perusahaan yang memproduksi Aqua, termasuk berbagai perusahaan yang juga fokus dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Sebagaimana diketahui umum, air sering diklaim sebagai sumber utama industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Bahkan banyak yang menafsirkan bahwa air pegunungan itu langsung diambil dari sumber mata air permukaan yang ada di pegunungan. Hal itu juga yang dimunculkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alias KDM saat mengunjungi pabrik Aqua di Subang, awal pekan ini.

 

“Saya sempat mengira bahwa Aqua memanfaatkan air dari mata air pegunungan sebagaimana yang sering digambarkan dalam iklan. Namun kenyataannya berbeda. Artinya di dalam pikiran saya bahwa airnya adalah air mata air. Karena namanya air pegunungan kan? Tapi kenapa dibor,” ujar KDM saat itu. 


Pada faktanya penafsiran ini tidak seluruhnya benar. Profesor Lambok M Hutasoit, Pakar hiedrogeologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan bahwa yang dimaksud air pegunungan yang digunakan oleh industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu bukanlah langsung dari mata air yang muncul di permukaan daerah pegunungan. Namun, sumber air pegunungan itu berada dalam sistem akuifer yang dihasilkan dari proses alami di pegunungan, yaitu hujan yang meresap ke dalam tanah, lalu mengalir ke sumber air dan diambil dari akuifer bawah tanah di pegunungan.

 

Lambok menegaskan bahwa alasan ilmiah industri besar lebih memilih sumber air dari pegunungan dibanding air tanah biasa, karena tidak semua air tanah aman untuk dikonsumsi meski air tanah sering mengandung mineral. Salah satunya yang sangat beracun adalah Kromium VI. Oleh karena itu, ketika akan menggunakan air tanah untuk air minum harus dianalisis kimianya terlebih dahulu. Di samping itu, kualitas air juga sangat bergantung pada lapisan batuan. Oleh karena itu yang dianggap baik sebagai sumber air adalah batu pasir, kapur, dan gamping. Sebaliknya, batu lumpur karena mudah tercemar maka dinilai kurang baik.


Akar Permasalahannya


Di Indonesia sendiri lebih tepatnya di berbagai daerah semakin banyak mata air yang dikuasai oleh perusahaan air minum. Bahkan perusahaan tersebut  mengambil air tanah dalam dengan sumur bor. Tentu saja ini akan menyedot air secara besar-besaran. Akibatnya simpanan air di dalam tanah akan semakin berkurang. Apalagi banyak terjadi penggundulan hutan yang diperuntukkan bagi pemukiman, perusahaan baru, ataupun sebagai ladang dan pertanian. Tentu saja hal ini akan mendatangkan dampak buruk (dhoror) berupa pencemaran dan kerusakan ekologis akibat pemanfaatan air tanah secara besar-besaran. 


Inilah praktek bisnis ala Kapitalis yang meniscayakan manipulasi produk demi keuntungan para pemodal. Alhasil Negara lemah dalam hal regulasi terkait batasan penggunaan Sumber Daya Alam. Bahkan Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) belum mampu menghentikan kapitalisasi air. Faktanya semakin hari semakin banyak bermunculan perusahaan-perusahaan baru, khususnya perusahaan yang bergerak dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).


Demikianlah yang terjadi ketika yang diberlakukan di negeri ini adalah sistem kapitalis sekuler. Negara akan memberi keleluasaan bagi perijinan untuk perusahaan-perusahaan yang bisa mendatangkan keuntungan bagi negara yakni berupa pajak. Sedangkan perusahaan akan berusaha mengelola segala sesuatu yang nantinya akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaannya tanpa memikirkan dampak buruk bagi lingkungan dan alam sekitarnya. 


Dengan dalih membuka lapangan kerja baru sehingga banyak menyedot tenaga kerja yang otomatis disinyalir akan mengurangi pengangguran, bahkan akan meningkatkan perekonomian rakyat. Di sisi lain dampak buruknya sama sekali dipinggirkan. Halal dan haram tidak lagi menjadi timbangan dalam mengambil keputusan.



Islam dan Sumber Daya Alam


Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt. kepada Rasulullah saw. sebagai agama yang sempurna. Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah mahdoh tetapi juga mengatur semua sisi dalam kehidupan manusia. Islam juga mengatur bagaimana manusia berhubungan dengan tumbuhan, hewan, dan alam sekitar termasuk pemanfaatan air. Dalam pandangan Islam, air merupakan milik umum sama halnya dengan api dan padang rumput. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” 


Merujuk hadis tersebut maka ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Bahkan di dalam hadis-hadis yang senada terdapat penetapan bahwa manusia, baik muslim maupun kafir, berserikat dalam ketiga hal itu. Demikian juga penafsiran syirkah (perserikatan) dalam air yang mengalir di lembah, sungai besar seperti Jihun, Sihun, Eufrat, Tigris dan Nil. 


Pemanfaatan air itu posisinya seperti pemanfaatan matahari dan udara. Muslim maupun nonmuslim sama saja dalam hal ini. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang boleh menghalangi seseorang dari pemanfaatan itu. Hal ini sama seperti pemanfaatan jalan umum dari sisi berjalan di jalan itu. Para ulama pun sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau individu maupun korporasi.


Berdasarkan semua itu maka Sumber Daya Alam (SDA) dikelola secara langsung oleh negara. Pengelolaannya semata-mata demi kemaslahatan masyarakat luas. Tentu saja dalam pengelolaannya dibutuhkan para pekerja mulai dari tenaga ahli, tenaga madya, maupun tenaga kasar. Di samping itu dibutuhkan peralatan yang lengkap dan canggih seiring meningkatkan ilmu dan teknologi yang ada. 


Oleh karena itu, wajar jika negara memungut biaya atas pengelolaan air mulai dari sumber asalnya sampai bisa dinikmati oleh masyarakat. Hanya saja pengelolaan ini murni dilakukan negara bukan oleh individu atau pun korporasi. Terkait dengan produksi alias pengelolaannya serta bisnis di dalamnya mengutamakan kejujuran dalam setiap transaksinya. Bahkan negara akan memperketat regulasi terkait pengelolaan SDA sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam. 


Inilah yang terjadi dalam sistem Islam yang tentu saja sangat berbeda dengan sistem lainnya. Untuk itu, dibutuhkan penerapan Islam secara hakiki agar kehidupan yang tercipta adalah kehidupan yang tenang, aman, dan sejahtera. Jauh dari korupsi, apalagi kapitalisasi.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan