Pelajar SMP terjerat Pinjol dan Judol Lemahnya Peran Negara


OPINI


Oleh Adinda Khoirunnisa

Aktivis Muslimah


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Judi online telah menjadi masalah serius di kalangan pelajar di Indonesia. Banyak pelajar yang terjebak dalam lingkaran judi online karena kemudahan akses dan iming-iming keuntungan cepat. Padahal, judi online dapat berdampak buruk pada kehidupan akademik, mental pelajar dan kebaikan bangsa ke depan. 


Daya tarik jodul menimpa pelajar SMP di Kulon Progo, Provinsi DIY, hingga terjerat utang pinjol dan akhirnya bolos sekolah selama sebulan terakhir. (Kompas.com, 29/10/2025) 


Judol memang ibarat narkoba, ia bisa menimbulkan efek kecanduan pada penggunanya. Kasus kecanduan judol pada anak usia dini memang sudah banyak. Data dari PPATK pada tahun 2023 menyebutkan bahwa pemain judol usia di bawah 10 tahun mencapai 80 ribu anak. Sedangkan pemain usia 10-20 tahun sebanyak 440.000. Sehingga wajar jika saat ini kita dapati kasus-kasus seperti yang terjadi di Kulon Progo. 


Pelajar merupakan aset bangsa yang berharga. Kemajuan bangsa ke depan ada pada pundaknya. Sehingga miris jika mendapati kondisi pelajar yang buruk perangainya. Pelajar harapan bangsa seperti ini tentu tidak bisa diandalkan membangun bangsa menjadi lebih baik. Perhatian serius seharusnya benar-benar kita berikan terhadap kasus ini, hingga solusi bisa didapatkan. 


Judol memang dibuat agar pelakunya ketagihan bahkan kecanduan. Kemenangan menjadi iming-iming untuk terus mencoba. Padahal, sistem judol sudah di-setting agar pemain kalah, meski pada awalnya mereka sempat diberi kemenangan sebagai daya tarik oleh bandar. Setelah ketagihan, mereka sulit untuk berhenti. Tentu semua ini sangat menyenangkan bagi usia anak-anak yang menyukai permainan. Mereka kemudian melakukan deposit/top up. Jika tidak memiliki uang, cara paling cepat adalah mengajukan pinjol. Setelah itu, uang dari pinjol akan didepositkan ke jodul. Ketika mereka kalah judol, ia akan mengambil pinjol lagi begitu seterusnya. Ketika anak-anak sudah diliputi kecanduan judol dan terjerat oleh banyakny pinjol, maka mereka bisa melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan bahkan bunuh diri. 


Anak-anak bangsa membutuhkan pelindung dan penjaga. Namun, pihak yang seharusnya menjaga dan melindungi anak dari perilaku negatif, termasuk judol dan pinjol tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Keberadaan orang tua, sekolah/masyarakat, serta negara merupakan benteng bagi tumbuh kembang anak-anak. Sayang, hampir semua benteng pelindung anak ini jebol dan tidak berfungsi.


Salah satu bagian penting dari banyaknya anak yang bermasalah adalah peranan orang tua.

Peran orang tua dalam mendidik anak sangat minim di era ini. Beban ekonomi yang harus ditanggung orang tua membuat anak-anak justru mengalami fatherless dan motherless. Orang tua yang sibuk bekerja membuat waktu bertemu dengan anak sangatlah minim padahal anak membutuhkan perhatian dan pengawasan orangtua. Di sisi lain, standar orangtua mendidik anak dipengaruhi arah pandang kapitalistik. Orangtua lebih mementingkan pencapaian finansial daripada penanaman kepribadian yang baik. Semua ini merupakan efek dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadi arah pandang kehidupan masyarakat. Jadilah harapan orangtua menyekolahkan anak hanya sekadar supaya anaknya bisa dapat pekerjaan dan gaji yang besar. 


Sementara itu, benteng kedua yaitu sekolah juga jauh dari harapan. Saat ini kurikulum makin sekuler dan materialistis. Aspek akidah, ketaatan pada syariat, adab, dan akhlak tidak menjadi hal utama dalam pendidikan. Sekolah sibuk dengan pemberian materi-materi pelajaran semata demi tujuan kapitalistik. Akibatnya, anak-anak ketika bertindak tidak memperhatikan lagi halal dan haram. Akhlak mereka pun kian merosot, ketika ada guru yang bersikap tegas mengingatkan perilaku justru dibalas dengan ancaman kriminalisasi. 


Negara sebagai benteng ketiga juga tidak berfungsi. Negara memang telah membuat undang-undang pelarangan judol dalam UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat 2 berisi ancaman bagi pelaku judi online bahwa akan dipidana dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda maksimal satu miliar rupiah. Namun, pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Sistem hukum di negara ini lemah, dengan kekuatan uang yang dimiliki seolah para bandar judol kebal hukum. 


Memang betul bahwa negara memiliki regulasi yang melarang judol dan pinjol ilegal, tetapi pelaksanaannya jauh dari harapan. sistem hukum kita juga lemah. Hukum sekuler tidak mampu memberi sanksi tegas yang menjerakan pada pelaku judol. Bandar judol bahkan jauh dari jangkauan hukum. Mereka seolah-olah kebal hukum karena kekuatan uang yang mereka miliki.

Generasi muda kini tidak memiliki pelindung. Mereka menjadi sasaran empuk para pengusaha judol. Terbayang keuntungan yang bisa dapatkan bandar judol jika anak-anak terjerat judol. Sementara itu generasi pecandu judol tentu tidak bisa diharapkan membawa bangsa ini lebih baik kedepannya. 


Semua permasalahan ini harus segera diselesaikan. Cara pandang sekuler kapitalistik yang diadopsi oleh bangsa ini harus diubah dengan cara pandang yang benar. Sistem sekuler kapitalis telah mengabaikan aturan agama, landasan mereka bertindak hanya keuntungan materi semata. Standar halal dan haram telah diabaikan, jadilah judol dan pinjol terus merajalela. Padahal halal dan haram yang telah ditetapkan oleh Allah Swt merupakan petunjuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sudah saatnyalah kita kembali kepada sistem Islam yang bersumber dari Allah Swt. 


Dalam sistem Islam, dorongan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya akan membentuk sudut pandang khas pada diri seorang muslim. Segala perbuatannya akan disesuaikan dengan perintah dan larangan Allah dan Rasulnya. Keberadaan individu, sekolah/masyarakat dan negara yang memiliki arah pandang Islam akan memandang pinjol dan judol sesuai pandangan syariat, yaitu bahwa keduanya haram. Hal ini berdasarkan firman Allah Taala,


   يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ  


Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah [5]: 90).


Terwujudnya kesadaran akan keharaman judol dan pinjol harus diupayakan. Negara harus mengambil langkah yang tepat, mengubah arah pandang sekuler kapitalistik dengan Islam. Kemudian menerapkan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam untuk bisa mencetak generasi bertakwa. Niscaya kebahagian dan keberkahan hidup akan kita dapatkan. 


wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan