Fenomena Gunung Es Kasus Perundungan


OPINI


Oleh Nita Susanti, S.Hum.

Aktivis Dakwah 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Kasus perundungan masih terus menjadi masalah yang dialami oleh negeri ini. Bahkan, beberapa waktu lalu, masyarakat digegerkan dengan munculnya kasus pembakaran pesantren yang dilakukan oleh siswa korban perundungan. Asrama Putra Dayah (pesantren) Babul Maghfirah di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, terbakar pada Jum’at, 31 Oktober 2025. Setelah dilakukan penelusuran, muncul bukti melalui kamera pengawas yang menunjukkan pelaku pembakaran, yakni salah satu santri yang masih di bawah umur. Pelaku merasa sakit hati lantaran sering dirundung oleh teman-temannya. kumparan.com, 7/11/2025)


Bukan hanya di Aceh, kasus serupa pun terjadi di Jakarta. Seorang siswa diduga melakukan ledakan di SMAN 27 Jakarta, karena mengalami perundungan. Hal ini disampaikan oleh salah seorang saksi. 


Dua contoh kasus di atas menunjukkan begitu besarnya dampak dari perundungan. Bukan hanya melibatkan pelaku dan korban, tapi juga lingkungan sekitar. Kasus perundungan ini laksana fenomena gunung es. Sebenarnya masih banyak kasus lainnya yang mungkin belum terungkap dan jauh lebih menakutkan. Perundungan bukan hal sepele yang bisa ditangani dalam hitungan jam atau pun hari. Masalah ini perlu penanganan serius dari banyak pihak karena telah menjadi permasalahan sistemik di dalam pendidikan. Keluarga, pihak sekolah, dan lingkungan tempat anak itu tumbuh harus dipastikan bisa memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak. Islam dengan tegas telah melarang perundungan. 


"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok-olok kelompok lain, karena mungkin kelompok yang diejek itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan lain, karena mungkin perempuan-perempuan yang diejek itu lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencaci diri sendiri." (TQS Al Hujurat: 11).


Lembaga pendidikan bukan lembaga bisnis yang hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun harus bisa membentuk kepribadian para pelajarnya. Meski demikian, orang tua juga wajib mendidik anak-anaknya di rumah dengan sebaik-baiknya. Lingkungan sekitar pun harus turut andil dalam memberikan kepedulian. Jika perundungan terjadi di sekitar mereka. Pengaruh media sosial juga tidak bisa kita abaikan. Ibarat dua sisi mata uang. Ia bisa menjadi sumber informasi yang baik bagi pelajar apabila dipergunakan sebagaimana semestinya. Namun ia bisa menjadi buruk, ketika apa yang ditampilkan adalah sesuatu yang berbahaya dan berpotensi ditiru oleh pelajar. 


Seperti kasus yang dibahas sebelumnya, ada tindakan yang di luar batas. Ketika seorang anak dirundung oleh temannya, ia berupaya mencari pelampiasan. Apa yang pernah ia lihat itulah yang ia coba lakukan. Sebab, seseorang hanya bertindak sesuai dengan informasi terdahulu yang ia dapatkan. Melalui apa yang ia lihat atau dengar. Pola pikir mereka memengaruhi pola sikapnya. Maka, sangat penting adanya penyaringan informasi yang muncul di media sosial. 


Selain itu para orang tua juga wajib memberikan batasan yang jelas dalam penggunaan gawai pada anak. Namun, hal ini saja tidak cukup, perlu ada peran pemerintah dalam menyaring informasi yang muncul di media sosial. Apa yang dilihat harus sesuai dengan usia pengakses laman media sosial tersebut.


Berdasarkan pemaparan di atas, kita bisa melihat bahwa permasalahan yang terjadi tidaklah sederhana. Bukan hanya permasalahan individu, melainkan juga pada sistemnya. Butuh adanya aturan pencegahan, bukan hanya memberikan sanksi bagi pelaku. Korban perundungan bisa menjadi pelaku perundungan di kemudian hari, jika tidak diselesaikan hingga ke akar. Semua akan terus berulang tanpa ditemukan solusinya. 


Masalah perundungan bukan hal sepele yang bisa selesai begitu saja. Harus ada perbaikan dalam sistem pendidikan dan kontrol masyarakat. Tidak lagi memaklumi tindakan perundungan sebagai sebuah leucon. Mental anak bisa terancam melalui tindakan perundungan. 


Hal ini diperparah dengan mudahnya anak-anak mengakses media sosial. Seolah dunia ada dalam genggamannya. Segala macam informasi ada di dalamnya. Tak sedikit anak yang akhirnya mendapat inspirasi untuk melakukan hal menakutkan sebagai bentuk balas dendam. Itulah yang kini marak terjadi di dalam kehidupan kita. Di sinilah peran negara sangat dibutuhkan. Negara harus memastikan bahwa tujuan pendidikan berjalan sebagaimana mestinya, yakni membangun kepribadian siswa. 


Dalam Islam, negara adalah pengurus rakyat bukan sekedar regulator. Dalam aspek pendidikan, negara wajib memenuhinya, karena ini adalah hak dasar bagi rakyat. Negara harus memastikan kurikulum yang digunakan berlandaskan akidah Islam. Tujuannya, agar terbangun kepribadian Islami, pola pikir dan pola sikap yang Islami. 


Untuk mewujudkan ini semua, maka harus ada proses pembinaan di dalamnya. Bukan sekedar membekali siswa dengan ilmu, namun juga diperkenalkan dengan adab sebagai penuntut ilmu. Anak juga dididik dengan keterampilan dan pengetahuan berupa peralatan sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Negara juga wajib menyediakan pengajar yang ahli di bidangnya dan menggajinya dengan layak agar guru bisa fokus mendedikasikan dirinya untuk pendidikan tanpa sibuk mencari pekerjaan sampingan.

 

Jika pendidikan dikembalikan pada tujuan awalnya, yaitu membentuk kepribadian anak melalui proses pembinaan serta memfasilitasi segala sesuatunya agar tak dijadikan ladang bisnis, maka masalah perundungan pun bisa diselesaikan hingga ke akarnya. Generasi tumbuh melalui pendidikan berkualitas yang dapat melahirkan generasi-generasi unggul. Generasi yang sibuk memikirkan kemajuan ummat, bukan generasi yang sibuk merundung orang yang dianggap lebih lemah darinya. Dan ini hanya bisa terwujud ketika aturan Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. 

Wallahualam bissawwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan