Pejabat Minim Empati, Sakitnya 'Tuh' di Sini


OPINI


Oleh Yuli Ummu Raihan 

Muslimah Peduli Generasi 


Muslimahkaffahmedia.eu.org-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengupdate jumlah korban meninggal akibat bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera bertambah menjadi 631 orang per Selasa, 2 Desember 2025 pukul 11.00 WIB. (Kompas.com, 2/12/2025)


Ditengah duka yang masih menyelimuti saudara kita di Sumatera khususnya Sumbar, Sumut dan Aceh, masyarakat dibuat kecewa sekaligus sakit hati dengan beberapa pernyataan oknum pejabat di negeri ini.


Kondisi masyarakat yang terdampak bencana sungguh sangat memperihatinkan. Akses jalan terputus, jaringan listrik mati, termasuk jaringan internet untuk telekomunikasi, air bersih terbatas, stok makanan berkurang bahkan tidak ada. Bangunan rumah dan infrastruktur habis tersapu banjir dan tertimbun tanah longsor. Ratusan orang masih dilaporkan hilang dan dalam proses pencarian. Bahkan sebagian korban meninggal terpaksa dikuburkan secara massal dengan kondisi seadanya akibat keterbatasan alat dan lahan untuk pemakaman. Ada ribuan warga mengungsi menunggu bantuan datang.


Kondisi para korban banjir dan tanah longsor terus memenuhi beranda media sosial baik berupa foto dan video serta kesaksian dari para korban. Sayangnya kondisi yang sudah sangat parah ini tidak serta merta membuat pemerintah menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional.


BNPB menyebut status bencana di Sumatera masih ditetapkan sebagai bencana daerah tingkat provinsi karena beberapa indikator, yaitu:

Tidak terjadi kerusakan absolut pada infrastruktur vital, pemerintah daerah tetap berfungsi, layanan publik tidak terhenti, dan pemerintah daerah dapat melakukan koordinasi penanganan. Pemerintah pusat tetap memberikan dukungan penuh tanpa harus mengubah status menjadi bencana nasional. Ketua LSM Generasi Aceh Peduli, Burhanuddin Alkhairy menilai pernyataan ini kurang empati, karena faktanya bencana terus meluas dan membutuhkan penanganan. (TribunTangerang.com, 31/11/2025)


Burhanuddin mengatakan warga masih trauma dan mereka telah kehilangan harta benda dan sanak keluarga meskipun di beberapa wilayah telah mulai surut. Burhanuddin juga menyinggung insiden penjarahan makanan yang terjadi di sejumlah swalayan akibat keterlambatan penanganan kebutuhan mendesak di wilayah tersebut.


Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem juga mengatakan kondisi banjir dan tanah longsor yang menerjang Aceh ibarat tsunami kedua yang memporak-porandakan pemukiman hingga menyebabkan hilangnya beberapa kampung. (CNNIndonesia.com, 29/11/2025)


Presiden Prabowo dalam pidatonya di acara Puncak Peringatan HGN 2025 di Jakarta (28/11/2025) lalu mengatakan Indonesia mungkin perlu menambah pelajaran silabus kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan alam dan menjaga hutan. Hal ini akan berpengaruh pada kelestarian hutan dan menekan potensi bencana alam. Padahal yang seharusnya sadar menjaga kelestarian lingkungan adalah orang dewasa terutama pemerintah. Karena pemerintah yang memiliki kuasa untuk membuat kebijakan dan aturan yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Bukankah yang melakukan penebangan hutan secara masif, penambangan, dan aktivitas yang merusak lingkungan selama ini adalah orang dewasa? 


Ada juga penyataan dari Direktur Jenderal Gakkum Kemenhut, Dwi Januanto yang menyebut kayu-kayu gelondongan yang terbawa arus banjir yang ramai di media sosial berasal dari pohon tumbang. Padahal tidak mungkin air banjir bisa mencabut pohon begitu banyak, terpotong rapi tanpa tersisa daun, dan rantingnya, serta akarnya pun tidak terlihat.


Beginilah watak pemimpin dalam sistem kapitalis. Rakyat hanya diperhatikan ketika suara mereka dibutuhkan. Begitu kekuasaan telah didapat, semua janji manis dilupakan. Maka wajar jika masyarakat menilai Sumatera seperti dianaktirikan. Penanganan bencana terhalang birokasi yang rumit, anggaran yang terbatas apalagi akhir tahun seperti ini, padahal rakyat bertaruh nyawa menunggu perhatian pemerintah. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 telah mengatur agar penyelenggaraan penanggulangan bencana harus mengedepankan prinsip cepat dan tepat. 


Sempat viral surat terbuka dari Bupati Aceh Tengah tertanggal 27 November 2025 yang isinya menyatakan ketidakmampuan melakukan upaya penanggulangan darurat bencana. Surat ini menjadi bendera putih pemerintah daerah yang tidak sanggup sendirian. Bukan karena mereka tidak peduli, melainkan karena skala bencana yang begitu besar yang tidak bisa ditangani sendiri. 


Masyarakat tidak tinggal diam, melalui media sosial mereka menyampaikan harapan dan mengabarkan kondisi terkini mereka. Semua itu dilakukan untuk mengetuk pintu hati dan empati seluruh masyarakat terutama pemerintah sebagai penanggung jawab utama bagi rakyat. Alhamdulillah solidaritas masyarakat begitu tinggi, banyak yang menggalang donasi dan menyalurkan langsung pada para korban. 


Teladan Pemimpin Islam dalam Mengahadapi Bencana


Bencana tidak hanya terjadi saat ini saja, pada masa kepemimpinan Islam pun telah terjadi silih berganti bencana. Akan tetapi yang membedakannya dengan bencana hari ini adalah faktor penyebab dan sikap pemimpinnya. Bencana hari ini tidak hanya terjadi murni karena faktor alam, melainkan ada unsur kesalahan manusia.  


Dalam Islam menanggulangi bencana tidak hanya dilakukan setelah bencana terjadi, melainkan jauh sebelum terjadinya bencana (preventif). Salah satunya dengan perencanaan pembangunan, pengelolaan air, dan ketahanan pangan (punya stok makanan untuk situasi yang darurat).


Khalifah Umar bin Khattab memberikan teladan dalam mengahadapi bencana. Beliau membuka gudang-gudang makanan saat terjadi bencana kelaparan, membagikan makanan kepada rakyat yang membutuhkan. Kisah beliau yang masyu

ketika pmemanggil sendiri karung gandum serta memasak langsung untuk sebuah keluarga yang sedang kelaparan. Apa yang beliau lakukan murni karena rasa rasa tanggung jawab sebagai pemimpin bukan pencitraan.


Tidak hanya itu Umar pun pernah mengirimkan bantuan kepada rakyatnya yang mengalami bencana kekeringan. Beliau memerintahkan para gubernur dari wilayah lain untuk mengirimkan bantuan. Beliau sangat peduli dengan kondisi rakyatnya, terutama ketika ada bencana. Beliau mengunjungi dan menanyakan kabar secara langsung, memastikan kondisi mereka baik-baik saja, bukan sekadar menerima laporan dari bawahannya.


Pada saat terjadi paceklik di seluruh Jazirah Arab, banyak orang yang masuk ke Madinah untuk meminta bantuan. Akhirnya beliau membentuk tim untuk menanggulangi bencana. Setiap orang dari tim bencana ditempatkan pada pos-pos di perbatasan kota Madinah. Mereka mencatat hilir mudik orang yang mencari bantuan. Tercatat sepuluh ribu orang yang masuk ke Madinah pada saat itu, dan lima puluh ribu masih berada di daerah asalnya. Beliau menampung orang yang mengungsi dan menyalurkan bantuan untuk orang yang ada di luar Madinah. Beliau memberikan segala apa yang beliau punya hingga tidak ada satu pun yang tersisa. Akhirnya beliau mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah dan Amru bin Ash di Mesir yang isinya, "Bantulah umat Muhammad, mereka hampir binasa."


Kemudian kedua gubernur ini mengirimkan bantuan dalam jumlah yang besar hingga mencukupi kebutuhan para korban bencana. Beliau juga berdoa untuk diturunkan hujan bersama Abbas bin Abdul Muthalib. Beliau bahkan berkata, "Akulah sejelek-jelek kepada negara apabila Aku kenyang sementara rakyatku kelaparan." Beliau menyadari bahwa sebagai seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.


Teladan lain juga dilakukan oleh Sultan Abdul Majid I dari Kesultanan Ottoman, Turki yang mengirimkan bantuan ketika mendapat kabar terjadi musibah kelaparan di Irlandia. Jadi tidak hanya peduli dengan rakyatnya sendiri, para pemimpin Islam juga peduli pada sesama manusia, karena dalam Islam saling tolong menolong itu dilakukan untuk mendapatkan nilai kemanusiaan, jadi tidak melihat siapa yang ditolong. Negara Islam juga tidak mengenal anggaran tahunan. Sehingga tidak ada istilah penanggulangan bencana terhambat karena tidak ada anggaran. Islam memiliki pos-pos pendapatan yang melimpah.


Untuk para penguasa dan pejabat hari ini, renungkanlah firman Allah SWT dalam QS. Shad ayat 26 berikut:

" Wahai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikanmu Khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan."


Berhentilah memberikan pernyataan-pernyataan yang membuat rakyat kecewa dan sakit hati, berhentilah membuat kebijakan yang akan merusak lingkungan, merugikan rakyat dan mengundang azab Allah Swt. 

Wallahualam bissawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Retak yang Masih Mengikat

Akhir Jeda Sebuah Keteguhan