Framing Sepihak Menyudutkan Dakwah Khilafah
OPINI
Oleh Siti Mukaromah
(Aktivis Dakwah)
MKM, OPINI_Propoganda jahat di sistem kapitalis sekuler menjelang pemilu menandakan kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam keadaan darurat represif.
Narasi radikal, radikul, teroris, ekstremis, kelompok intoleran, antikebinekaan, dan anti-Pancasila bak sinetron yang disuguhkan kepada masyarakat. Tak akan berujung, agar Islam jauh dari syariat Allah.
Dikutip dari news.detik.com (26/10/2022), terungkap wanita berpistol ynag mencoba menerobos istana adalah pendukung HTI. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dalam keterangan tertulisnya mengatakan, "Kami BNPT sesuai tugas pokok dan fungsinya sedang melakukan koordinasi intensif dengan aparat penegak hukum untuk memastikan apakah pelaku bagian dari jaringan terorisme atau pelaku tunggal (lone wolf)," kata Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid.
Nurwakhid mengatakan bahwa wanita tersebut berinisial SE. Dari hasil penelusuran sementara BNPT, wanita itu memiliki pemahaman radikal serta diketahui merupakan pendukung salah satu ormas radikal (HTI) yang telah dibubarkan pemerintah.
Nurwakhid mengatakan bahwa wanita tersebut juga sering memposting propaganda khilafah melalui akun media sosialnya.
"Pendalaman terhadap profil dan motif pelaku terus dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat adanya keterkaitan dengan aktor-aktor yang lain," tegas Nurwakhid.
Terorisme adalah bagian dari Islamofobia
Seperti kasus terorisme sebelumnya yang berujung ketidakjelasan hukum, pasti selalu dikaitkan dengan agama Islam. Pada peristiwa kali ini yaitu perempuan yang dituduh sebagai pendukung salah satu ormas HTI. Sebab, wanita tersebut sering memposting propaganda khilafah di media sosialnya.
Seharusnya pihak berwenang dan media sosial bersikap hati-hati dalam menanggapi spekulasi yang mengaitkan tindakan terorisme dengan Islam. Tak selayaknya mereka menyudutkan pihak tertentu tanpa ada bukti. Apalagi menuduh kaum muslim dan dakwah sebagai teroris karena khilafah adalah ajaran Islam.
Berbeda bila pelakunya nonmuslim, berbagai dalih akan diberikan untuk membelanya. Seperti peristiwa kerusuhan yang dilakukan Kelompok Bersenjata (KKB) Papua. Aktivitas mereka banyak memakan korban dari kalangan sipil dan meresahkan masyarakat. Bahkan mengancam melepaskan diri dari negara, tetapi tidak ada sebutan radikal ataupun teroris yang disematkan kepada mereka. Apakah karena mereka bukan Islam?
Khilafah sebagai ajaran Islam tak henti-hentinya digambarkan sebagai monster yang menakutkan. Bahkan, khilafah diopinikan akan memecah belah persatuan NKRI, menyebabkan konflik, dan berbagai kekerasan.
Tak heran, siapapun yang bicara khilafah maka akan dicap radikal. Padahal khilafah adalah ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Khilafah adalah negara warisan Rasulullah saw. Sejarah telah mencatat, bagaimana penerapan syariat Islam secara kafah oleh negara khilafah telah berhasil mewujudkan kesejahteraan, keamanan, dan perdamaian yang luar biasa. Muslim dan nonmuslim hidup damai, terlindungi dalam naungan khilafah berabad-abad lamanya.
Dengan demikian, jelas bahwa isu radikalisme adalah narasi sesat agar umat Islam jauh dari syariat Islam. Padahal, bahaya sebenarnya adalah sekularisme liberalisme. Pasalnya, melalui sekularisme, agama (Islam) dijauhkan dari peraturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Negara pun makin liberal, kebebasan menjadi spirit dalam setiap aturan dan undang-undang yang dibuat. Maka lahirlah tatanan ekonomi kapitalistik liberalistik, kegiatan ekonomi sekadar demi meraih perolehan materi dan demi kepentingan pemilik modal. Lahir perilaku politik yang 'opurtunistik-machiavelistik'. Akibatnya, politik dilakukan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Segala cara ditempuh untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan umat Islam.
Syariat Allah Swt. baru diterapkan jika dianggap sesuai dengan aturan negara yang notabene adalah aturan buatan manusia. Seperti menolak khilafah karena dianggap tidak cocok bagi Indonesia. Sebab, tidak sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia. Padahal khilafah adalah bagian dari perintah dan aturan Allah Swt. sebagai pencipta manusia, untuk diterapkan. Tidak mungkin ajaran Allah menjadi ancaman bagi bangsa dan negara Indonesia.
Dalam menangani terorisme dibutuhkan kehati-hatian. Hal tersebut karena dapat menjadi dalih pembenaran program _War On Terorism_ (WOT) yang digagas oleh AS pasca peledakan WTC.
Padahal agenda WOT hanya sarana pembenaran bagi AS terhadap tindakannya saat menyerang Irak pada 2002 dengan tuduhan kepemilikan bersenjata pemusnah massal, yang hingga hari ini tak terbukti.
WOT sebenarnya adalah agenda Amerika untuk menyerang umat Islam. Agenda ini jelas untuk kepentingan hegemoni AS atas negeri-negeri Islam dan kaum Muslim. Celakanya, agenda ini didukung oleh penguasa negeri-negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya.
Agenda WOT ini tidak sedikit pun menguntungkan umat Islam. Semua media justru terus menyudutkan Islam. Karena itu, kaum muslim wajib menolak segala program WTO ini.
Islam mengharamkan seseorang ataupun kelompok melakukan pembunuhan, tanpa alasan yang dibenarkan Allah Swt.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِا لْحَـقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِـوَلِيِّهٖ سُلْطٰنًا فَلَا يُسْرِفْ فِّى الْقَتْلِ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ مَنْصُوْرًا
"Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan."
(QS. Al-Isra' [17]: 33)
Islam memang mengajarkan jihad. Tetapi, jihad harus dilakukan sesuai dengan koridor syariat. Islam tidak memperbolehkan menebar teror, membunuh warga yang tidak terlibat peperangan termasuk orang tua, perempuan, dan anak-anak. Bahkan Islam melarang merusak rumah ibadah atau membumihanguskan wilayah sasaran.
Dalam riwayat Bukhari Muslim dari Abdillah bin Umar r.a., "Aku mendapati seorang wanita yang membunuh dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah saw. Kemudian beliau melarang kaum wanita dan anak-anak ikut dalam peperangan."
Bagaimana bisa Islam selalu dikaitkan dengan teror, bunuh diri, atau membunuh tanpa alasan apalagi untuk menjadi teroris. Padahal Islam adalah agama yang menganjurkan kepada umatnya untuk menyingkirkan duri di tengah jalan agar tidak membahayakan orang lain yang melewatinya. Sungguh tidak masuk logika tuduhan yang dilontarkan kepada Islam.
Islam dan kaum muslim akan terus dijadikan objek tertuduh terhadap setiap tindakan teror adu domba orang-orang kafir.
Oleh karena itu, umat Islam membutuhkan kekuatan politik berupa perisai (pelindung) yang mampu menjamin pelaksanaan syariat Islam secara kafah dalam bingkai khilafah.
Selain itu, kekuatan politik ini akan melindungi umat Islam dari segala fitnah kaum kafir.
Wallahua'lam bishshawab. (MKM/tts)
Posted by UNH
Komentar
Posting Komentar