Ketika Perdagangan Orang Kian Marak
OPINI
Oleh Nurul Bariyah
(Ibu Rumah Tangga dan Member AMK)
MKM, OPINI_ dari Antara news.com (11/02/2023) Menteri luar negeri RI, Retno Marsudi memimpin pertemuan Bali process di Adelaide Australia. Dalam acara itu beliau menegaskan tentang perlunya upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Mengacu pada data komisioner tinggi perserikatan bangsa-bangsa untuk pengungsi (UNHCR) memperkirakan 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir tahun. Hal tersebut akibat dari berbagai konflik. Di antaranya perubahan iklim dan kesulitan ekonomi.
Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang makin canggih dan sulit teridentifikasi. Mereka dibantu dengan teknologi yang mendukung aksinya. Oleh karena itu, Bali process harus mampu beradaptasi terhadap tantangan yang makin berkembang dengan memperkuat upaya pencegahan TPPO dan memerangi penyalahgunaan teknologi.
Bareskim Polri menangkap dua tersangka TTPO yang melibatkan jaringan Internasional Indonesia-Kamboja. Modus kejahatan mereka adalah menawarkan pekerjaan di luar negeri seperti Kamboja, melalui media sosial ataupun secara langsung.
Sungguh miris, akar masalah timbulnya perdagangan orang adalah adanya peluang serta meratanya kemiskinan di masyarakat. Mereka memberi iming-iming gaji yang besar apabila bekerja di luar negeri. Rakyat yang kurang informasi dan dalam keadaan terjepit tentunya mudah menerima tawaran tersebut. Dengan harapan mereka bisa memperbaiki taraf kehidupan menjadi lebih baik.
Namun yang terjadi adalah mereka kena tipu setelah sampai di negara tujuan. Para pencari kerja dieksploitasi, dijual ke tempat hiburan, dan dijadikan pekerja dengan upah kecil. Maksud hati ingin mendapat kesejahteraan, malah tertimpa malang.
Kemiskinan yang makin banyak terjadi pada masyarakat sekarang ini, tak lain karena imbas PHK dan sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri. Sekalipun ada pekerjaan, gaji yang didapat hanya sedikit. Sedang kenaikan harga terjadi di mana-mana. Harga-harga kebutuhan pokok kian melambung tinggi, makin terjepitlah keadaan rakyat. Fakta yang mengiris hati yaitu perihnya menghadapi kesulitan ekonomi, kesehatan, bahkan pendidikan. Hal itu menimpa negeri yang kaya akan sumber daya alam. Kekayaan bumi yang ada nyatanya tak mampu mensejahterakan rakyatnya. Rakyat dibiarkan bertahan sendiri dengan sisa-sisa kemampuan yang ada. Alih-alih ingin maju, malah terperosok oleh oang-orang tak berperikemanusiaan. Bukannya membantu, malah menjerumuskan.
Sistem kapitalis sekuler membuat empati dan rasa kemanusiaan terhadap sesama makin menghilang. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Lalu di mana peran negara? Padahal negara telah menyampaikan komitmennya untuk memberantas persoalan perdagangan orang lewat undang-undang dan rativikasi konvensi PBB. Namun hasilnya adalah nihil. Kini, diadakan kesepakatan dalam _Bali Process_ sebagai usaha menghentikan perdagangan orang. Hal itu juga tak membuahkan hasil nyata.
Persoalan itu tetap ada, tak lain karena sistem yang diadopsi dalam kehidupan saat ini. Kapitalisme sekuler nyatanya tidak mampu menjadi solusi. Lemahnya pengawasan juga menjadi salah satu penyebab. Para pelaku yang biasanya merupakan sindikat, telah begitu licin dalam beroperasi, pembagian tugas seperti pengurus paspor, visa, dan orang-orang yang merekrut.
Bagaimana Islam memandang kasus ini?
Kasus perdagangan orang salah satunya terjadi karena kemiskinan, hingga membuat keterpaksaan bekerja di luar negeri. Hal tersebut tidak akan terjadi dalam masyarakat yang sejahtera dan makmur. Buat apa bekerja jauh-jauh di luar negeri, kalau di dalam negeri saja hidup sudah terjamin.
Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara memiliki pos-pos yang harus dikelola untuk mensejahterakan rakyat. Sumber daya alam yang dimiliki diolah dan dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya. Hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Yaitu dalam bentuk pembangunan sekolah, sarana kesehatan yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat secara cuma-cuma, pembangunan jalan, serta sarana dan prasarana umum.
Pemerintah juga bertanggung jawab dalam menjamin keamanan dan kenyamanan rakyatnya. Sehingga dalam Islam semua diawasi dan diatur dengan seksama. Hal-hal yang berlawanan dengan agama dilarang oleh negara. Perdagangan dan perindustrian berdasar pada halal haram. Hal-hal yang berbau haram tentu saja tidak dibiarkan beroperasi oleh negara.
Pemerintah membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya untuk mempekerjakan rakyat dengan gaji atau upah yang layak. Dalam Islam, pemerintah berkewajiban mengayomi rakyatnya, karena pejabat adalah pelayan umat.
Rakyat mencintai pemimpinnya karena pemimpin memperhatikan rakyatnya. Sehingga rakyat nyaman dan sejahtera tinggal dalam negerinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ، وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ، وَشِرَارُ أ ئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونُكُمْ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian mencintainya dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Adapun sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian mencela mereka dan mereka pun mencela kalian.” (HR. Muslim)
Demikianlah kehidupan yang terbina dalam sistem Islam. Aturan yang berasal dari Sang Pencipta harus ditaati oleh semua makhluk, dalam segala aspek kehidupan. Sejatinya Islam memiliki solusi dalam kehidupan sekarang yang makin miris ini. Namun itu semua kembali kepada kita, apakah mau menegakkan syariat Islam dan taat akan aturan Allah? Siapapun kita, rakyat, pejabat, ataukah pengusaha harus berperan aktif untuk memperbaiki kehidupan yang sedang terpuruk ini agar tidak makin terpuruk. Wallahua'lam. [MKM/mly]
Komentar
Posting Komentar