Pengajian Bukanlah Hal Baru, Mengapa Harus Dinyinyirin?

 





OPINI


Oleh Siti Mukaromah

(Aktivis Dakwah) 


MKM, OPINI_Mendadak viral di dunia maya aktivitas ibu-ibu pengajian dipertanyakan bahkan menjadi keheranan. Entah apa yang ada dalam pikiran seorang ibu pejabat, terlebih sebagai ketua petinggi di negeri ini, mengeluarkan pernyataan kontroversial kepada ibu-ibu yang biasa pergi ke pengajian. 

Dikutip dari republika.co.id. (22/2/2023) Megawati mengaku keheranan dengan ibu-ibu yang sering datang pengajian. Akibat pernyataannya, beliau akhirnya dilaporkan ke Komnas perempuan. Ketua Dewan Pembina BPIP, Prof. HC. Dr. HC. Megawati Soekarnoputri dilaporkan ke Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap perempuan (Komnas perempuan) oleh koalisi Pegiat HAM Yogyakarta. Pelaporan tersebut menyusul pidato Megawati yang membahas masalah stunting. Salah satu penyebabnya karena ibu-ibu sibuk pergi ke pengajian.

Kordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta, Tri Wahyu mengatakan, laporan itu disampaikan atas pernyataan Megawati bahwa ibu-ibu yang lebih suka mengikuti pengajian tidak memiliki banyak waktu untuk mengurus anak. Pernyataan tersebut disampaikan Megawati dalam Seminar Nasional Pancasila "Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana" di Jakarta Selatan. Megawati dilaporkan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Pernyataan kontroversial di atas mengundang geram para ibu yang sering datang ke pengajian. Sesungguhnya, pernyataan yang dilontarkan Ibu Mega justru mencerminkan cara berpikir dalam balutan sekularisme. Cara pandang tersebut menghasilkan pola pikir, dan sikap yang  menjauhkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Dengan kata lain, manusia tak perlu terikat dengan aturan agama sehingga bebas  melakukan apa saja.

Tolok ukur kebahagiaan dalam sistem kapitalis sekuler ini adalah mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Kepemilikan terhadap sesuatu hanya bernilai manfaat dan keuntungan saja. Mereka menganggap kehidupan dunia merupakan hak manusia untuk mengatur hidup sepenuhnya. Maka wajar jika muncul pandangan bahwa pengajian hanyalah membuang-buang waktu, melalaikan urusan rumah tangga, dan dianggap tak memiliki nilai manfaat dan keuntungan.

Sangat disayangkan, pernyataan tendensius  yang dilontarkan Ibu Mega. Sebagai seorang muslimah, apalagi beliau seorang petinggi negeri tidak sepantasnya  mempersoalkan ibu-ibu yang gemar ke pengajian. Pernyataan  tersebut justru terlihat  mengerdilkan ibu-ibu yang gemar ke pengajian dan dianggap tidak mampu mengurus anaknya. Pernyataan tersebut  tentu tidak pantas diucapkan karena akan memunculkan pembenaran terhadap Islamofobia di kalangan masyarakat. 

Sebagai seorang tokoh negarawan, seharusnya Ibu Mega mendorong dan mewajibkan para ibu untuk bisa menghadiri pengajian. Dengan berhasil ke pengajian, maka banyak ilmu yang diperolehnya. Misalnya,  kewajiban menuntut ilmu, kemuliaan membaca Al-Qur'an, kewajiban salat, serta mendididik dan mencetak generasi yang  salih/salihah. Pengajian juga mengajarkan cara menghormati orang tua, menutup aurat secara sempurna, menjaga interaksi pergaulan laki-laki dan perempuan,  cara bermasyarakat, menjadi warga negara yang baik, menjauhi riba, menjaga lisan, sanksi hukum dalam Islam, dan banyak lagi ilmu yang lainnya. MaaShaaAllah, betapa luasnya ilmu Islam yang didapatkan melalui aktivitas pengajian.

Seorang ibu yang gemar ke pengajian dengan membawa anak bukanlah penghalang. Dengan membawa anak menghadiri pengajian, akan meberikan teladan  bagi anak untuk lebih mencintai majelis ilmu. Sang anak akan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupannya. Di samping itu, pengajian juga mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah Swt., serta mengharap rida-Nya. Jadi, selain anak terjaga dari lingkungan yang buruk, ibu-ibu pengajian tetap mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu.

Sebuah keniscayaan dalam kehidupan sekuler seperti  saat ini, seseorang akan menjadi bodoh jika tidak memiliki bekal ilmu Islam yang kafah (menyeluruh). Tanpa ilmu agama yang benar, ibu-ibu akan rapuh dalam menyelesaikan persoalan kehidupan yang sedang dihadapinya. Kebodohan tentang agama pasti akan memunculkan kehinaan individu dan kerusakan yang timbul di tengah masyarakat. Islam mendorong dan mewajibkan pemeluknya untuk belajar ilmu agama. Bahkan mendorong umatnya untuk menguasai  berbagai cabang ilmu lainya. Rasulullah saw. sangat menekankan kepada umatnya bahwa Islam yang dibawanya mewajibkan kepada pemeluknya untuk mengikatkan diri dengan majelis-majelis ilmu. Kewajiban menuntut ilmu adalah fardu ain yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim baik laki-laki maupun  perempuan. Rasulullah saw. bersabda:

"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim",... (HR. Ibnu Majah No.22)

Mari kita lihat Sirah Nabi. Bagaimana aktivitas Rasulullah saw. pertama kali ketika melaksanakan pembinaan di Darul Arqom Makkah. Beliau membimbing dan mengajari para sahabat tentang ilmu tauhid, Al-Qur'an, pengetahuan Islam, dan berbagai cara dalam berdakwah. Dari proses pembinaan tersebut, beliau  melahirkan pemuda-pemuda hebat yang taat, tangguh, dan bertakwa dengan potensi yang unggul. Majelis Rasulullah saw. juga telah melahirkan sosok para sahabiyah yang layak jadi panutan para muslimah. Contohnya, Ummul mukminin Aisyah binti Abu bakar Ash-Shiddiq. Dengan kecerdasannya, beliau  sedikitnya menguasai 1.210 hadis. Beliau juga  memiliki keunggulan berbagai cabang ilmu fikih, kesehatan, dan syair. 

Asma' binti Yasid terkenal dengan sikapnya yang kritis dalam berucap dan tak pernah gentar menjadi perwakilan para sahabat dalam bertanya di majelis Rasulullah saw. Asma pernah mengajukan pertanyaan keheranannya kepada kaum laki-laki yang lebih utama untuk beribadah di masjid, menyaksikan jenazah, jihad, dan mengapa perempuan justru lebih utama berdiam di rumah? Mengurus anak dan menjaga harta suami. Dan tentu masih banyak lagi sosok-sosok sahabiyah lainnya di peradaban Islam yang cerdas dan bertakwa dengan keunggulan potensinya masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa pengajian yang marak saat ini bukanlah suatu hal yang baru. Aktivitas pengajian telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. sejak beliau mengenalkan Islam pada masyarakat. Kita mendapatkan catatan dalam sejarah, dari aktivitas pengajian yang Rasulullah lakukan justru mampu mencetak dan melahirkan pribadi-pribadi yang cemerlang. Mereka menyibukkan diri dalam belajar Islam dan berusaha menerapkan dalam kehidupan karena Islam sebagai pemecah masalah.  

Islam bagaikan mutiara yang berkilau di tengah lumpur hitam, yaitu cahya dari kegelapan jahiliyah pada saat itu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis", maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu", maka berdirilah. Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu, beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: 11)

Semoga kehebatan para sahabiyah dapat menjadi panutan dan idola para wanita muslimah saat ini. Dengan demikian, para muslimah akan makin bersemangat untuk menghadiri pengajian Islam kafah yang mampu mencerdaskan umat. Hal tersebut akan mendorong para ibu untuk berdakwah _amar makruf nahi mungkar_ ke tengah masyarakat. Wallahua'lam. [MKM/Tts]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan