Seruan Pemenuhan Gizi Keluarga di Tengah Ancaman Kemiskinan, Mungkinkah?
OPINI
Oleh Nur Syamsiah Tahir
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK)
Bagaikan anak ayam mati di lumbung padi
MKM, OPINI_Kembali, peribahasa ini menjadi gambaran kondisi masyarakat Indonesia. Tak bisa dimungkiri, negeri kepulauan dengan SDA melimpah ruah baik yang dihasilkan dari sektor pertanian, perkebunan, hutan, tambang, laut, sungai, dan danau. Namun sayang sungguh sayang, masyarakatnya jauh dari kriteria makmur dan sejahtera. Bahkan, dari hari ke hari rakyat di negeri ini terus diimpit kemiskinan.
Diawali dengan dampak pandemi Covid-19, tidak stabilnya harga kebutuhan pokok, naiknya TDL per tiga bulan, naiknya harga BBM, PHK massal, dan bencana alam di mana-mana menambah pelik problematika yang dihadapi masyarakat di negeri ini. Alhasil kemiskinan tetaplah menjadi problem utama negeri kepulauan ini. Di sisi lain, muncul seruan untuk memenuhi gizi keluarga masing-masing.
Sebagaimana dikutip republika.co.id (16/10/2022), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan pentingnya pemenuhan gizi keluarga guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan, perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal.
Seruan tersebut disampaikan Agus dengan maksud bahwa melalui asupan bergizi yang seimbang diharapkan daya tahan tubuh keluarga akan dapat terjaga dengan baik, khususnya anak-anak. Apalagi kondisi cuaca saat ini tidak menentu, maka dikhawatirkan anak-anak akan mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, gizi yang seimbang dengan nutrisi yang optimal harus terpenuhi.
Hanya saja, seruan Kemenko PMK pada kondisi masyarakat yang seperti saat ini tentu saja tak akan bisa dilaksanakan. Pasalnya, untuk pemenuhan kebutuhan pokok keluarganya saja masyarakat ibarat mengais makanan di tumpukan jerami. Seorang bapak yang menjadi tulang punggung keluarga sudah bekerja banting tulang tetapi hasil yang diperoleh jauh dari kata cukup. Bagaimana mungkin akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga?
Jika ditelisik lebih mendalam terkait penghasilan saat ini, meskipun sesuai UMR tetapi tetap tidak cukup. TDL mengalami kenaikan harga tiap 3 bulan, harga BBM yang melambung, dan harga bahan pokok yang tidak stabil. Belum lagi kebutuhan sekolah anak-anak, transportasi, biaya kesehatan, dan lainnya.
Sekalipun berbagai program Bansos (Bantuan Sosial) dari pemerintah telah digelontorkan untuk rakyat, di antaranya Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Rastra atau Bantuan Pangan Non-Tunai. Lebih-lebih dikatakan program bantuan sosial tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Namun faktanya, berbagai program bantuan sosial tersebut tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Termasuk untuk pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi optimal.
Lalu, mengapa persoalan di negeri gemah ripah loh jinawi ini makin pelik saja? Bisa dipastikan kondisi ini terjadi akibat diterapkannya ideologi kapitalis sekuler. Dengan asas manfaat, segala ide dan aktivitas akan dilaksanakan. Berbagai upaya akan ditempuh demi manfaat yang akan diraihnya. Apalagi dalam dunia kapitalis, seorang pengusaha akan memproduksi barang sebanyak-banyaknya untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Di dalam dunia kapitalis dikenal dengan istilah tak ada makan siang gratis. Artinya, seseorang akan menerima imbalan dari apa yang telah dilakukannya. Sebaliknya tidak akan melakukan apapun jika tidak ada kompensasinya.
Kondisi masyarakat saat ini dari sisi perekonomian tidak stabil, bahkan cenderung kekurangan tetapi masyarakat justru dituntut untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Inilah yang terjadi dalam masyarakat yang mengemban ideologi kapitalis. Maka akan berbeda kondisinya jika negara mengemban ideologi Islam.
Islam sejak didakwahkan oleh Rasulullah saw., tak hanya mengatur masalah pemenuhan kebutuhan individu dengan Tuhan saja, akan tetapi juga mengatur hubungan individu dengan individu lain. Bahkan Islam juga mengatur masalah individu dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Islam tidak hanya mengatur urusan salat, puasa, haji, sedekah, dan yang lainnya. Namun Islam juga mengatur urusan jual beli, urusan kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan pemerintahan. Sama pentingnya dengan urusan pemenuhan terhadap kebutuhan diri sendiri, misal pakaian, makanan, minuman, tempat tinggal, dan lainnya.
Sudah dicontohkan oleh salah satu Khulafaur Rasyidin yaitu Umar bin Khattab ra. Beliau memanggul sendiri sekarung gandum dan satu ember daging, lalu diantarkan ke rumah rakyatnya yang kelaparan. Lebih-lebih Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. pernah berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.” Apalagi saat paceklik, Umar ra. menolak menikmati makanan yang lezat sementara rakyatnya kelaparan. Umar ra. memilih mengonsumsi makanan yang paling sederhana sampai-sampai kulitnya menghitam ketika Beliau telah sedemikian kurusnya. Bagi Beliau, rakyatlah yang pertama kali harus merasakan nikmatnya makanan.
Beliau juga merasa telah melalaikan amanah saat mengetahui ada jalanan yang berlubang, meski yang melewati hanyalah seekor keledai. Inilah contoh kepemimpinan dalam Islam. Dengan demikian masyarakat yang hidup dalam negara Islam benar-benar akan sejahtera.
Demikian pula pada masa Umar bin Abdul Aziz, saat itu tidak ditemukan orang miskin yang berhak menerima zakat, karena masyarakat pada waktu itu dalam kondisi yang sejahtera. Masyarakat terjamin semua kebutuhannya baik sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanannya.
Pola kepemimpinan dalam Islam benar-benar sudah terbukti mampu memimpin rakyatnya, bahkan memimpin hingga 2/3 wilayah di dunia ini. Negara Islam pada saat itu menjadi negara adidaya yang disegani oleh berbagai bangsa di dunia. Hal tersebut tak lepas dari penerapan Islam sebagai sebuah sistem. Tidak hanya sistem ekonomi, tapi juga sistem pendidikan, politik, sosial kemasyarakatan, peradilan, termasuk kenegaraan, dan keamanannya. Itu semua adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan dilandasi akidah Islam yang kokoh. Di samping itu, pemimpin dalam sistem Islam bersama aparat pemerintahannya tidak semata-mata menyampaikan seruan atau perintah. Akan tetapi mengutamakan keteladanan atau tindakan nyata.
Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan beserta pemenuhan gizi buruk ini hanyalah permasalahan sepele yang akan tuntas jika Islam diterapkan secara totalitas. Islam diterapkan sebagai sebuah sistem. Dalam naungan sistem pemerintahan Islam semua permasalahan rakyat dipastikan bisa tuntas. Akhirnya kehidupan yang damai, aman, tentram, dan sejahtera akan terwujud di tengah masyarakat.
Wallahua'lam bishshawab. (MKM/Ng)
Posted by UNH
Komentar
Posting Komentar