Al Zaytun, Bukti Sekularisme Langgengkan Penyesatan
Kesesatan Al Zaytun ini otomatis menambah deretan panjang kasus kesesatan negeri ini. Padahal jika melihat pasal 156a KUHP menjelaskan kepada masyarakat bahwa siapa saja yang mengajarkan aliran sesat, akan diancam pidana maksimal lima tahun dengan pasal penodaan agama. Nyatanya dengan ancaman ini tidak memberikan efek jera di negeri ini
OPINI
Oleh Rati Suharjo
Pegiat Literasi AMK
MKM,Opini_"Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al-Azhab: 36)
Berdasarkan dalil Al-Qur'an di atas telah jelas Allah Swt. menegaskan kepada manusia, bahwa barang siapa berpaling dari Al-Qur'an dan as-sunnah, maka Allah Swt. memasukkan orang tersebut pada golongan yang sesat. Sebagaimana yang terjadi saat ini, tentang kurikulum yang diajarkan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Indramayu. Bagaimana tidak? Banyak sekali ajaran yang menyimpang dari Islam. Sebagaimana dikutip dari tempo.com (17/6/2023) bahwa Ponpes Al Zaytun telah mengajarkan kesesatan terhadap santrinya, di antaranya:
1. Saf salat perempuan dan laki-laki bercampur.
2. Perempuan dijadikan khatib salat Jumat.
3. Praktik azan menghadap ke jamaah bukan ke arah kiblat.
4. Kurikulum yang diajarkan diduga memiliki keterkaitan dengan pemikiran atau gerakan Negara Islam Indonesia atau NII.
Tidak hanya sampai di situ, ada empat lagi ajaran yang disampaikan di Ponpes Al Zaytun yang diduga sesat. Fakta ini dikutip dari viva.com (21/6/2023), yaitu:
1. Menarik iuran secara paksa dengan dalih infak dengan dalil QS. At-Taubah ayat 103.
2. Ponpes Al Zaytun diduga telah mengubah ketentuan haji dan umrah. Haji dan umrah cukup dilakukan di Ponpes Al Zaytun. Dengan cara memutari ponpes seluas 12.000 hektare dengan mengendarai mobil.
Fakta ini otomatis menuai kontroversi di masyarakat. Mulai dari unjuk rasa, larangan belajar di Ponpes Al Zaytun, penangkapan Panji Gumilang, dan yang lainnya. MUI dan Ketua Forum Ulama Indonesia (KFUI) juga menyatakan bahwa ajaran atau kurikulum yang diajarkan adalah sesat. Ketua Forum Ulama Indonesia (KFUI), K.H. Atian meminta kepada aparat kepolisian agar segera menindak kasus ini dengan cepat. Karena untuk membubarkan FPI (Front Pembela Islam) dan HTI (organisasi Islam) yang menyampaikan agar syariat Islam ditegakkan saja begitu cepat dilaksanakan/dibubarkan. Padahal gerakan HTI hanya sebatas pemikiran. Sementara Al Zaitun jelas-jelas sesat, akan tetapi pemerintah begitu alot.
Apatah lagi jelas, Panji Gumilang selaku pemimpin ponpes tersebut di Chanel YouTube TribunJatim Official (19/6/2023) telah mengaku sebagai seorang komunis, maka hal tersebut merupakan kejahatan yang nyata. Mengapa seorang komunis bisa mendirikan ponpes dengan mengatasnamakan Islam?
Nyatanya di negeri ini bukan hanya sekali atau dua kali saja muncul aliran sesat. Pada tahun 2016 MUI telah mendata bahwa aliran sesat yang mengatasnamakan Islam telah mencapai 300 aliran, di antaranya Syiah, Ahmadiyah, Lia Eden, Kerajaan Ubur-ubur, dan yang lainnya.
Kesesatan Al Zaytun ini otomatis menambah deretan panjang kasus kesesatan negeri ini. Padahal jika melihat pasal 156a KUHP menjelaskan kepada masyarakat bahwa siapa saja yang mengajarkan aliran sesat, akan diancam pidana maksimal lima tahun dengan pasal penodaan agama. Nyatanya dengan ancaman ini tidak memberikan efek jera di negeri ini. Mengapa semua ini terjadi?
Sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah lama menjunjung tinggi liberalisme, maka liberalisme inilah yang dijadikan senjata oleh mereka untuk menyebarkan aliran sesat hingga semakin tumbuh subur. Sementara penguasa di negeri ini selalu menyampaikan bahwa semua agama adalah benar atau pluralisme.
Anehnya, jika ada yang menyampaikan Islam kafah atau idenya berseberangan dengan pemerintah, maka mereka bertindak cepat dengan mengatasnamakan radikal, intoleran, dan yang lainnya. Belum lagi, asas sekularisme yang mengaburkan Islam atau ajaran Rasulullah saw.
Sekularisme ini hanya membuat mereka paham bahwa Islam cukup dengan melakukan ibadah ritual semata, tapi dalam segala aspek kehidupan, mereka meninggalkannya. Jadi bukan hal aneh jika kita temui generasi dan masyarakat saat ini jauh dari Islam kafah dan mudah terbawa aliran sesat.
Tentunya paham-paham salah seperti ini harus segera dihentikan. jika tidak, betapa banyak generasi mendatang yang jauh dari ajaran Islam. Jika hanya mengandalkan keadilan yang ada saat ini, maka tidak dapat memberikan efek jera. Mereka hanya dimasukkan dalam penjara beberapa tahun saja.
Sebaliknya hal ini tidak akan terjadi jika negeri ini menerapkan Islam kafah. Apatah lagi, negeri ini memilik umat Islam dengan jumlah terbesar di dunia. Dalam Islam, kewajiban penguasa adalah melindungi rakyatnya, baik akidah, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
"Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad)
Dalam hadis tersebut digambarkan bahwa seorang pemimpin seperti penggembala kambing. Dia akan mengarahkan dan melindungi kambingnya sesuai dengan penggembalanya. Sedangkan rakyat diibaratkan seperti gembalaan yang tidak tahu arah, kemana harus mengikuti arahan penggembala. Oleh sebab itu, seorang penguasa atau khalifah harus melindungi dan mengarahkan sesuai perintah dan larangan Allah Swt. karena di akhirat akan diminta pertanggungjawabannya.
Begitu juga dengan aliran sesat. Penguasa dalam Islam akan memberikan sanksi seberat-beratnya agar mereka bertobat. Sebagaimana yang terjadi di masa Rasulullah saw., ada seorang laki-laki bernama Musailamah al-Kazab yang mengaku Rasul utusan Allah Swt.. Mendengar hal tersebut Rasulullah saw. pun menasehati agar Musailamah bertobat. Akan tetapi, sampai Rasulullah saw. wafat Musailamah belum bertobat dan justru semakin gencar dakwahnya.
Dakwah Musailamah ini sampai Abu Bakar as. menjadi khalifah. Kemudian Khalifah Abu Bakar memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memerangi Musailamah dan pengikutnya hingga akhirnya Musailamah terbunuh di perang Yamamah.
Pada saat bersamaan, negara yang menerapkan Islam sebagai konstitusi negara tidak hanya melindungi umat Islam saja. Akan tetapi umat yang lain pun diberikan hak yang sama, baik Nasrani maupun Yahudi. Negara Islam adalah negara yang pluralitas. Selain Yahudi dan Nasrani juga terdiri bermacam-macam suku dan warna kulit. Mereka pun diberikan hak yang sama. Keyakinannya pun dilindungi oleh negara. Walaupun berbeda-beda agama, suku, dan kulit, masyarakat akan berbaur bersama. Mereka pun akan bersama-sama memerangi, jika ada negara kafir mengancam negara Islam.
Namun demikian, dengan berbaurnya masyarakat tersebut tetap saja Islam tidak pernah memaksakan orang kafir untuk memeluk agama Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt. AlQur'an surah Al-Baqarah ayat 256, yang artinya: "Tidak ada paksaan dalam menganut agama Islam. Sesungguhnya, telah jelas perbedaannya yang haq dan yang batil."
Dari ayat di atas jelas tidak ada paksaan untuk memeluk Islam, akan tetapi tidak pula membebaskan oknum atau kelompok mengingkari ajaran Islam sampai mendirikan aliran-aliran sesat yang menyesatkan. Sebab, aliran-aliran ini telah mengingkari seruan Allah Swt. dan ajaran Rasulullah saw.. Seperti mengingkari rukun Islam, rukun iman, mengingkari isi Al-Qur'an, dan mengubah isi pokok-pokok dalam syariat Islam.
Untuk itu dengan adanya ajaran yang dilakukan Ponpes Al Zaytun saat ini, pemerintah harus cepat menasehati bahkan memerangi hingga bertobat.
Wallahualam bissawab.
Komentar
Posting Komentar