Berhenti Ngaji dan Mengkaji



Gunakanlah akal dan juga hati dalam berpikir dan menilai, kerana selain mata di kepala kita juga diberikan hati untuk melihat. Namun, sebelum kita mampu untuk melihat dengan hati, perlu kita bersihkan dulu hati kita dari segala kotoran


STORY TELLING


Oleh Desah Dwipayanti S.S.

Pegiat Literasi


MKM,Storytelling_Suatu ketika terlintas dalam benak, "Aku berhenti saja ngaji." Kata itu sangatlah sederhana, tapi menunjukkan makna yang begitu dalam, sampai-sampai terlihat bagaimana perbedaan kita memandang dunia dan akhirat Allah. Tidak sadarkah selama ini berapa kali kalimat itu muncul di benak kita? Kalau ditanya apa alasan sebenarnya, justru kita tidak benar-benar bisa menjawabnya.

Beribu-ribu alasan kita cari untuk membenarkannya, misal:

1. Aku gak cocok sama Ustazahnya

2. Aku merasa gak pantas, kajiannya begitu intens sama Allah dan syariat-Nya sedangkan aku? Manusia penuh dosa, aku masih suka drakor, masih suka melawan suami, de el el.

 3. Otakku gak nyampe sama materinya, aku gak bisa baca, gak punya harta

4. Aku ada masalah personal sama salah satu dari mereka, gak tahan dengan dia

5. Aku gak kuat sama amanahnya, berat

6. DSB (Dan Saya Bingung)

Tidakkah kita berpikir selama ini, alasan itu bukanlah hal yang sebenarnya atau hanya klise? Hanya perasaan dan pendapat kita saja? Mari kita bandingkan di saat kita sekolah, kita pun menemukan alasan-alasan itu? Guru bandel, guru galak, guru sabar, guru humoris, teman resek, teman jahil, teman jahat, teman dengki, macam-macam teman yang kita temui.

Dari Senin sampai Sabtu, pagi dan sore kalau ada ekskul. Dari jam 7 sampai jam 5 sore. Belum lagi pelajaran seabrek, dikasih PR, dikasih tugas, nulis, baca. Yang awalnya gak bisa baca Al-Qur'an tiba-tiba disuruh baca Bahasa Arab. Yang benar-benar gak bisa Bahasa Inggris, tiba-tiba  disuruh ngapalin. Udah gitu bayar juga, capek juga, dongkol juga. Itu berlangsung dari PAUD sampai kuliah bahkan. Pertanyaannya, kenapa kita masih betah? 

Mungkin banyak jawaban bervariasi atas itu, tergantung personal masing-masing. Kita diberikan akal untuk berpikir, bukan untuk mendewakan akal di atas segalanya, tapi memang Allah memerintahkan kita memakai akal untuk mencerna setiap ciptaan-Nya. Apakah kita betah dengan sekolah dan segala kengeriannya, bertemu orang-orang yang bervariasi dan tanpa kita sadari tidak jauh berbeda saat kita kajian? Tantangan di sekolah dalam mempelajari ilmu juga tak jauh beda dengan mengkaji Islam? Lalu bertumpuk-tumpuk masalah di rumah selain di sekolah juga tak ada bedanya dengan mengkaji ilmu Islam?

Jadi, ternyata mengkaji ilmu sekolah dan mengkaji ilmu Islam tak ada perbedaannya. Lalu kenapa kita tak pernah terlintas, "Baiklah, aku berhenti sekolah saja. Capek, aku gak cocok sama gurunya, aku gak mampu sama pelajarannya.". Pertanyaan yang sama saat kita memutuskan untuk berhenti "ngaji/mengkaji Islam".

Mungkinkah alasan-alasan yang kita pikir tadi adalah bukan alasan utama berhenti? Sebab mengkaji Islam, taklim dengan ustaz, datang pada kajian ilmu, tak butuh berjam-jam, bahkan pagi sampai sore, justru hanya 2 jam saja. Bahkan bisa jadi satu pekan sekali atau bahkan sebulan sekali. 

Lalu apa yang membuat kita semudah itu berkata "AKU TAK BETAH" lalu berkata "Aku BERHENTI SAJA".

Bisakah kita berpikir dahulu, bagaimana cara kita menemukan hidayah? Bagaimana tangan Allah merangkul kita menemukan kajian ilmu? Berapa tahun kita habiskan penuh dengan drama untuk menemukan cinta Allah dan syariat-Nya yang maha dahsyat untuk kehidupan manusia? 

Terdapat banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang menyeru kita untuk berpikir. Berikut adalah ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang menuntut kita supaya berpikir.

🌷 Al-Qur'an surah Az-Zumar: 42

🌷Al-Qur'an surah Al-Baqarah: 219

🌷 Al-Qur'an surah Ar-Ra’d: 4

🌷 Al-Qur'an surah Al- Hashr: 21

🌷 Al-Qur'an surah Fathir: 37

🌷 Al-Qur'an surah Yunus: 24

🌷 Al-Qur'an surah Al-A’raf: 176

🌷 Al-Qur'an surah Al-Jatsiyah: 13

🌷 Al-Qur'an surah Ghafir: 54

Maka gunakanlah akal dan juga hati dalam berpikir dan menilai, kerana selain mata di kepala kita juga diberikan hati untuk melihat. Namun, sebelum kita mampu untuk melihat dengan hati, perlu kita bersihkan dulu hati kita dari segala kotoran.

Jauhi dari segala perkara dan perbuatan yang boleh membuat tompok titik hitam di dalam hati, karena tompok-tompok hitam inilah yang membutakan mata hati kita. Islam memberikan panduan bagaimana kita memelihara hati agar senantiasa bersih agar kita dapat melihat, berpikir dan menilai hakikat di dalam realitas. 

Jelas, Allah memerintahkan bagi kaum yang berpikir maka pergunakanlah akal untuk berpikir sebelum melakukan sesuatu, apakah akan mendekatkan atau justru menjauhkan kita dari Allah Sang Pencipta.

Wallahualam bissawab.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oligarki Rudapaksa Ibu Pertiwi, Kok Bisa?

Rela Anak Dilecehkan, Bukti Matinya Naluri Keibuan

Kapitalis Sekuler Reduksi Kesabaran, Nyawa jadi Taruhan